Ancaman Megathrust, Warga Pacitan Diminta Lebih Sadar dan Siap Siaga

TIMESINDONESIA, PACITAN – Kabupaten Pacitan merupakan salah satu daerah yang terletak di zona rawan gempa karena berada di pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Pacitan, Radite Suryo Anggoro, menyampaikan bahwa potensi gempa besar selalu ada di kawasan ini.
Advertisement
"Potensi itu ada, karena Pacitan termasuk tempat pertemuan lempeng Indo-Australia. Sesuai penelitian, ini bisa menimbulkan gempa berkekuatan 8,9 skala richter, dan BMKG sudah membuat permodelan untuk hal ini," ujar Radite, Senin (9/9/2024).
Radite menambahkan bahwa gempa-gempa kecil yang sering terjadi tanpa disadari masyarakat dapat membantu melepaskan energi besar yang terkumpul, sehingga kemungkinan terjadinya gempa besar bisa diminimalisir.
Namun, menurutnya, kesiapsiagaan masyarakat adalah faktor kunci dalam menghadapi potensi gempa besar dan tsunami.
Dia juga menekankan bahwa edukasi terus dilakukan melalui berbagai saluran, baik melalui pertemuan langsung maupun media sosial.
"Kesiapsiagaan masyarakat menjadi penentu jika terjadi hal terburuk. Beberapa kali kami mengadakan simulasi bersama warga untuk menghadapi situasi darurat tersebut," jelas Radite.
Lebih lanjut, Radite mengingatkan bahwa wilayah sepanjang pesisir selatan sangat berpotensi terkena dampak tsunami, sementara kecamatan lainnya berpotensi mengalami gempa.
Namun, ia menegaskan bahwa warga Pacitan masih memiliki "golden time" atau waktu emas sekitar 20 menit untuk menyelamatkan diri setelah gempa besar, yang relatif lebih lama dibandingkan daerah lain.
"Di daerah lain mungkin hanya 3 menit. Kita harus bersyukur punya waktu lebih untuk menyelamatkan diri dengan mencapai ketinggian 20 meter dalam 20 menit," tambahnya.
BPBD Pacitan juga menyediakan layanan informasi 24 jam melalui Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalob) untuk masyarakat yang membutuhkan panduan mengenai kesiapsiagaan bencana.
Radite mengimbau agar masyarakat tidak panik, tetapi tetap waspada dan siap dengan rencana evakuasi. “Siapkan apa yang harus dibawa, jangan panik. Kita buka layanan informasi dan penanganan selama 24 jam untuk membantu warga," tuturnya.
Selain itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga memperingatkan bahwa ancaman megathrust di Indonesia dapat terjadi sewaktu-waktu. Menurut BMKG, dua titik paling kritis adalah Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, yang sudah tidak mengalami gempa besar selama ratusan tahun.
"Megathrust merupakan zona subduksi, di mana lempeng samudra masuk ke bawah lempeng benua, dan hal ini menciptakan potensi gempa bumi dan tsunami yang signifikan," jelas Kepala Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sawahan, Nganjuk, Sumber Harto, dalam wawancara pada Selasa (25/7/2024) lalu.
Sumber Harto juga menambahkan bahwa Pacitan rentan terhadap gempa karena selain berada di zona megathrust, jalur Sesar Grindulu yang aktif juga menjadi faktor pemicu gempa yang sering terjadi di wilayah ini.
Menurutnya, jika gempa besar terjadi di zona megathrust, kekuatannya bisa mencapai Magnitudo 8,7 hingga 9,0, bahkan lebih, dengan dampak yang sangat luas.
"Jika gempa megathrust sebesar itu terjadi, dampaknya akan meluas, tidak hanya di wilayah yang dekat dengan episenter gempa, tetapi juga bisa memicu tsunami yang merusak wilayah pesisir," lanjutnya.
BMKG mengingatkan bahwa walaupun ancaman terbesar ada di dua titik, yakni Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, masyarakat di Pacitan perlu tetap waspada.
Gunung bawah laut Jogo Jagad, yang terletak di lepas pantai Kabupaten Pacitan dan berada di jalur megathrust, juga berperan dalam dinamika geologis yang memperkuat potensi gempa di wilayah ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |