Lembaga Internasional Pelototi Dugaan Politisasi Bansos oleh Jokowi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dugaan politisasi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan oleh Presiden
(Joko Widodo) menjadi perhatian banyak pihak. Salah satunya dari lembaga pemantau internasional Asian Network for Free Elections (ANFREL).
Advertisement
ANFREL menyebut, publik memberikan spekulasi bahwa bansos tersebut digunakan oleh Kepala Negara sebagai strategis untuk mendukung Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
"Presiden Joko Widodo, terus mengalokasikan bansos melalui berbagai program menjelang pemilihan umum yang dijadwalkan pada Februari 2024," demikian laporan resmi dari ANFREL yang dipaparkan di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Minggu (18/2/2024)
"Penyaluran bansos yang luas ini menimbulkan spekulasi bahwa bansos tersebut mungkin digunakan secara strategis untuk mendukung pencalonan Gibran Rakabuming Raka," sambung ANFREL.
ANFREL menyampaikan, dalam sebuah wawancara dengan Jaga Pemilu, ada beberapa kekhawatiran yang muncul terkait sifat program bansos.
Pertama, pendistribuslannya yang dilakukan pada masa kampanye di wilayah-wilayah yang diperebutkan secara ketat, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa dana tersebut digunakan seperti halnya skema pork barrel.
Kedua, Presiden Jokowi secara pribadi memberikan bantuan, berbeda dengan skema-skema lain yang dananya ditransfer ke rekening bank penerima bantuan.
Ketiga, meskipun bermuatan politik dan ditargetkan, bansos sebagai suatu program, tidak memiliki kekhususan dan terkesan acak, serta tidak memiliki data yang jelas untuk menjustifikasi pendistribusiannya ke wilayah-wilayah tertentu.
"ANFREL mengamati adanya seruan yang konsisten dari kalangan akademisi, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil yang mendorong pemerintah untuk menghentikan distribusi Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bansos," jelasnya.
"Melihat perkembangan ini, ANFREL percaya bahwa kerangka hukum yang ada saat ini tidak memiliki ketentuan yang diperlukan untuk secara efektif menangani kasus-kasus penyalahgunaan sumber daya negara dalam pemilu," katanya lagi.
Oleh sebab itu, ANFREL mendesak Parlemen untuk menangani masalah ini melalui legislasi. Kerangka hukum harus memperkuat inisiatif untuk memantau dan mempublikasikan temuan-temuan yang berkaitan dengan pelanggaran.
Lalu, perlindungan bagi para pelapor atau implementasi undang-undang Hak atas Informasi dapat memberikan jalan untuk mengumpulkan data mengenai penggunaan sumber daya negara yang tidak tepat dalam pemilu.
"Peraturan dapat meningkatkan transparansi, seperti peraturan tentang pelaporan dana kampanye yang menjelaskan tentang pengeluaran kampanye dan keterikatan finansial. Memahami dan menavigasi pertimbangan-pertimbangan hukum ini berkontribusi pada hasil pemantauan dan advokasi yang lebih efektif," katanya.
ANFREL juga menyerukan kepada KPU dan Bawaslu untuk menyelidiki secara menyeluruh isu-isu ini, sekaligus mengeksplorasi potensi implementasi kebijakan untuk mengatasi insiden-insiden tersebut.
"Mekanisme yang memfasilitasi penyalahgunaan atau penyelewengan sumber daya negara dalam pemilu sangat beragam dan kompleks," jelas lembaga ini.
ANFREL lebih lanjut mendorong warga negara untuk menegakkan norma-norma, meningkatkan akuntabilitas dan mendorong reformasi dengan memanfaatkan mekanisme yang ada dan mempengaruhi perubahan budaya.
Dan mengadvokasi reformasi kelompok-kelompok pemantau pemilu harus mengintegrasikan pemantauan penyalahgunaan sumber daya lembaga ke dalam tanggung jawab pemantau jangka panjang, dengan menekankan bahwa hal ini juga mencakup pemantauan dana kampanye.
"Langkah penting bagi kelompok masyarakat sipil lokal adalah melakukan transisi dari sekadar mengumpulkan dan melaporkan insiden penyalahgunaan yang terisolasi menjadi menerapkan pendekatan yang lebih sistematis dan terstruktur dalam pengumpulan data, sehingga menghasilkan temuan yang lebih kuat," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |