Peristiwa Daerah

Viral Warga Diminta Bayar Rp 11 Juta Untuk Pindah Tiang Listrik, Begini Kata Pakar Hukum

Selasa, 16 Januari 2024 - 13:35 | 60.38k
Pakar Hukum Perdata dan Hukum Agraria dari  UB Setiawan Wicaksono, S.H., M.Kn. (FOTO: dok. Pribadi)
Pakar Hukum Perdata dan Hukum Agraria dari UB Setiawan Wicaksono, S.H., M.Kn. (FOTO: dok. Pribadi)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Baru-baru ini viral sebuah video terkait dengan persoalan seorang warga di Sidoarjo, Jawa Timur, yang mengaku diharuskan membayar Rp 11 juta saat mengajukan pemindahan tiang listrik PLN yang berdiri di teras rumahnya.

Peristiwa tersebut dialami oleh warga bernama Siti Khodijah, dari Desa Sidokepung, Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Mulanya, Siti mengajukan pemindahan tiang listrik yang letaknya tepat di halaman rumahnya.Permohonan pemindahan tiang listrik itu sudah disampaikan Siti dan keluarganya sejak Desember 2022

Advertisement

Dia mengaku ingin memindahkan tiang tersebut lantaran keberadaannya yang tepat di halaman rumahnya. Tak jauh, dia ingin tiang tersebut digeser sekitar 2 meter atau berada di tepi pagar rumahnya, sehingga dia dia bisa memanfaatkan halaman rumahnya. .

Namun ketika pengajuanya akhirnya ditanggapi, Siti malah bingung lantaran untuk memindah tiang tersebut, dia diminta membayar biaya sebesar Rp 11 juta. Hal ini pun menjadi polemik di masyarakat.

Pakar Hukum Perdata dan Hukum Agraria dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Setiawan Wicaksono, S.H., M.Kn., memberikan opini jurist terkait fenomena tersebut. Menurut dia, keberadaan tiang listrik merupakan bagian dari instalasi pembangunan untuk kepentingan umum. Tiang-tiang listrik yang tertancap di tanah membutuhkan area/bidang tanah tertentu.

“Area/bidang tanah tertentu yang digunakan untuk menancapkan tiang listrik, telah diatur sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan di bidang kelistrikan. Pihak yang memiliki kewenangan terkait penyediaan tenaga listrik di Indonesia, adalah PT. PLN,” ungkap Setiawan dalam keterangan tertulis, Selasa (16/1/2024).

Setiawan juga menjelasan bahwa secara historis, undang-undang kelistrikan, telah diubah beberapa kali dan dicabut. Undang-undang yang pertama diundangkan adalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan. Perubahan selanjutnya secara berurutan adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Pada Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan diatur bahwa penggunaan tanah oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan dengan memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, dan tanaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tetap mempertahankan konsep penyediaan tenaga listrik yang mengizinkan penggunaan tanah seseorang selama mendapatkan persetujuan dari yang berhak dan mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi (Pasal 42 Angka 18 dan 21),” ungkap Setiawan.

Setiawan menambahkan, pemasangan tiang listrik di area perumahan sangat mungkin ditemui dan diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Jaringan listrik merupakan utilitas umum yang sejak awal sudah dirancang dan diatur sedemikan rupa penempatan dan instalasi sehingga tidak mengganggu aktivitas atau kegiatan di kawasan perumahan dan kawasan permukiman. Pengaturan ini terdapat di dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Namun demikian, penempatan tiang listrik dapat dipindahkan apabila memang terdapat beberapa alasan. Alasan tersebut misalnya, terdapat pembangunan ruas jalan baru atau pelebaran, seperti yang terjadi di Kota Malang.

“Salah satu tiang listrik di Jalan Ki Ageng Gribig dipindahkan karena ada pelebaran jalan. Pemindahan tiang listrik seperti ini merupakan kegiatan yang dilakukan PT. PLN (pemindaan tiang terjadwal). Warga dapat juga mengajukan pemindahan tiang listrik, jika tiang tersebut menyebabkan aktivitas sehari-hari tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau menutupi akses bangunan (permohonan),” jelas Setiawan.

Pemindahan tiang listrik membutuhkan biaya material dan jasa. Pemindahan tersebut juga dapat mengakibatkan terganggunya pasokan listrik ke pengguna lain sehingga tidak dapat menggunakan listrik secara maksimal.

Hal semacam ini perlu dipertimbangkan secara seksama sebelum melakukan pemindahan tiang listrik. Sayangnya, hingga saat ini dalam Undang-undang belum mengatur secara tegas mengenai nominal biaya yang dapat timbul dari pemindahan tiang listrik baik yang terjadwal maupun berdasarkan permohonan.

“Perhitungan biaya pemindahan tiang listrik masih didasarkan atas penghitungan PT. PLN di masing-masing daerah yang disesuaikan dengan biaya yang perlu dikeluarkan untuk memindahkan tiang listrik dan merupakan biaya resmi,” ungkapnya.

Permohonan pemindahan tiang listrik, hendaknya memperhatikan beberapa hal terlebih dahulu. Bangunan, perumahan atau permukiman yang dibangun setelah adanya tiang listrik, tidak otomatis menjadikan pemilik bangunan dan/atau rumah berhak mendapatkan kompensasi.

Setiawan berasumsi bahwa tiang listrik tersebut mungkin berada di area yang sebelumnya tidak ada hak atas tanah namun seseorang mengajukan hak atas tanah untuk luasan tertentu, dan tiang listrik termasuk di dalamnya.

“PT. PLN berhak memotong tanaman apabila terlalu dekat atau bahkan mengenai tiang listrik, sekalipun tanaman berada di pekarangan seseorang. Apabila seseorang mengajuan permohonan pemindahan tiang listrik karena kondisi-kondisi tersebut, maka termasuk pemindahan tiang listrik karena permohonan, dan biaya menjadi tanggungan pemohon,” jelasnya.

Keberatan yang timbul akibat permohonan pemindahan tiang listrik oleh seseorang dapat diajukan kepada PT. PLN masing-masing daerah sesuai yang mengeluarkan rincian biaya pemindahan dan menanyakan rincian biaya.

Hal ini sesuai dengan hak konsumen pada Pasal 4 huruf (c) dan (d) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimana konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur serta didengar pendapat dan keluhannya.

PT. PLN juga memiliki kewajiban untuk memberikan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai biaya pemindahan tiang listrik (Pasal 7 ayat (a) dan (b) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES