Peristiwa Daerah

Pakar Hukum UIN KHAS Jember Soroti RUU KUHAP yang Segera Disahkan DPR RI

Minggu, 16 Februari 2025 - 20:06 | 45.61k
M. Noor Harisudin Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dan Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (Foto: Istimewa)
M. Noor Harisudin Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dan Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (Foto: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JEMBER – Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan disahkan pada 21 Marat mendatang oleh DPR RI, mendapat sorotan dari praktisi dan pakar hukum tata negara UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember (UIN KHAS Jember).

M Noor Harisudin selaku Guru Besar UIN KHAS Jember mengatakan bahwa pembaharuan aturan KUHAP ini memang mendesak dilakukan, apalagi setelah ditetapkannya hukum pidana yang baru dalam UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Advertisement

"Kita patut mengapresiasi RUU KUHAP ini sebagai bagian dari reformasi hukum di negeri ini, karena ada pasal-pasal inovatif misalnya Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) dalam Pasal 29 yang sebelumnya tidak mendapat peran dengan lebih baik," ujarnya pada Minggu (16/2/2025).

"Demikian juga, pasal-pasal update yang menghubungkan KUHAP Edisi Revisi agar masyarakat dapat beracara di pengadilan dengan alat bukti elektronik (Pasal 175)," imbuh Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara ini.

Ia pun menerangkan bahwa beberapa penyempurnaan KUHAP memang dibutuhkan agar undang-undang ini relevan dengan zaman sekarang dan masa yang akan datang.

Namun ia pun mengaku, pada sisi lain, kita harus curiga dengan RUU KUHAP yang diduga mengandung ketimpangan serius.

"Karena alih-alih menjadi penyempurnaan, kitab undang-undang yang memuat peran Aparat Penegak Hukum (APH), secara nyata-nyata mengandung potensi ketidaksetaraan peran dan kewenangan APH. Bahkan, ada kecenderungan menumpuknya dominasi power di salah satu APH," tambahnya.

Menurut Harisudin, asas diferensiansi fungsional yang setara antara APH (Jaksa, Hakim, Polisi dan Advokat) dan selama ini berjalan dengan baik, selayaknya dipertahankan. Justru, diferensiasi fungsional yang setara antara aparat penegak hukum harus lebih dikuatkan dalam RUU ini. 

"Kita menjadi kaget dengan hilangnya pasal penyelidikan dalam RUU KUHAP. Padahal, penyelidikan adalah hal yang krusial dalam rangka pelayanan dan menjaga hak asasi masyarakat (HAM) publik," tuturnya.

Meski demikian, Harisudin mengatakan jika dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP dijelaskan bahwa penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

"Sebagai bagian dari perlindungan dan jaminan HAM, tujuan penyelidikan adalah untuk mengumpulkan bukti permulaan agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Dengan kata lain, penyelidikan merupakan tindak pengusutan sebagai usaha dan menemukan keteranan dan bukti-bukti yang diduga merupakan tindak pidana.

Oleh karenanya, Harisudin mengatakan hal ini merupakan bagian dari ketatnya proses acara di pengadilan. Namun demikian, tempo penyelidikan yang tanpa ada batasan waktu dalam KUHAP (1981) juga perlu dikritik.

"Usulan limitasi waktu penyelidikan yang proporsional dalam RUU KUHAP menjadi penting untuk menjamin kepastian hukum para orang yang berperkara. Sehingga pasal lain adalah peran dominus litis jaksa dalam hirarki yang menempatkan jaksa sebagai aparat penegak hukum dengan berbagai kewenangan ganda (penuntut dan juga penyidik)," pungkasnya.

Sebelumnya, DPR RI sudah bersiap untuk mengesahkan RUU KUHAP. Hal ini memberikan kesan terburu-buru. Meski menjadi prioritas Prolegnas tahun 2025, RUU KUHAP itu sudah selayaknya mempertimbangkan masukan publik agar KUHAP Edisi Revisi benar-benar sesuai harapan masyarakat Indonesia.

Dalam pandangan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrokhman, RUU tentang Perubahan atas UU. No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini harusnya dapat diselesaikan dalam masa sidang DPR RI pada 1 Januari-20 Maret 2025 ini. Draft RUU KUHAP ini hingga kini juga masih disusun Badan Keahlian DPR RI. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES