Peristiwa Daerah

100 Hari Wahyu-Ramzi: PMII Cianjur Pertanyakan Dana Hibah Masjid Agung hingga Gorol

Rabu, 04 Juni 2025 - 19:03 | 19.60k
Demo PC PMII Cianjur dalam momentum 100 hari Wahyu-Ramzi. (FOTO: PMII Cianjur for TIMES Indonesia)
Demo PC PMII Cianjur dalam momentum 100 hari Wahyu-Ramzi. (FOTO: PMII Cianjur for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, CIANJUR – Genap 100 hari pasca pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur, janji-janji kampanye yang diharapkan mampu membawa perubahan signifikan bagi masyarakat luas menuai sorotan tajam. Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Kabupaten Cianjur (PMII Cianjur), yang sebelumnya telah melancarkan aksi unjuk rasa pertama, kembali menyuarakan keresahan masyarakat terkait sejumlah program kerja yang dinilai minim transparansi dan efektivitas.

Aksi kedua PC PMII berangkat dari kegagalan upaya pertemuan langsung dengan Bupati Cianjur pada aksi sebelumnya. Mereka mendesak agar pemerintah daerah segera memberikan penjelasan konkret atas berbagai program unggulan yang kini menjadi tanda tanya besar di mata publik, akademisi, dan tokoh masyarakat.

Advertisement

Salah satu program yang menjadi sorotan utama adalah Gotong Royong Lobaan (GOROL). Meski digulirkan dengan narasi kebersamaan membangun desa, PC PMII Cianjur mempertanyakan sumber pendanaan program ini yang tidak pernah dijelaskan secara terbuka.

"Bagaimana proses penunjukan pelaksana teknis, dan sejauh mana kualitas pekerjaan yang dihasilkan? Minimnya pengawasan dan tidak adanya laporan publik membuat program ini sangat rentan terhadap penyelewengan," ujar korlap aksi Alief Irfan kepada TIMES Indonesia, Rabu (5/6/2025).

Tak kalah penting adalah Program Pendidikan Karakter yang dicanangkan sebagai solusi jangka panjang pembangunan moral generasi muda. Hingga kini, belum ada kurikulum resmi yang dirilis, proses pembinaan pasca-pendidikan juga tidak jelas, dan kembali, sumber anggarannya belum diungkap kepada publik.

"PMII menilai program ini berisiko hanya menjadi proyek pencitraan tanpa arah yang terukur," bebernya.

Dugaan ketidakterbukaan juga meliputi alokasi anggaran hibah miliaran rupiah kepada Masjid Agung Cianjur. Publik tidak memperoleh penjelasan rinci mengenai penggunaan dana tersebut, kegiatan yang dibiayai, pihak pengelola, maupun mekanisme pengawasannya.

"Ketiadaan transparansi ini menimbulkan kecurigaan akan potensi penyalahgunaan dana hibah," ujar Alief yang juga sekretaris PC PMII Cianjur.

Lebih jauh, pengelolaan tanah wakaf Masjid Agung yang diketahui telah disewakan juga menjadi pertanyaan. Tidak ada informasi resmi mengenai nilai sewa, siapa penyewa, dan kemana hasil pendapatan sewa tersebut disalurkan. Sikap tertutup dalam pengelolaan aset umat ini dianggap mencederai prinsip akuntabilitas.

Program yang sempat menuai harapan tinggi, seperti bantuan Rp25 juta per RT, justru menimbulkan kebingungan di lapangan. Tanpa sosialisasi yang jelas, masyarakat tidak mengetahui peruntukan dan alokasi dana.

Proses distribusinya yang kemudian dikembalikan ke masing-masing OPD dinilai sangat berisiko terjadi tumpang tindih dan penyelewengan, serta mencerminkan perencanaan yang tergesa-gesa.

Di sisi lain, angka pengangguran di Kabupaten Cianjur masih sangat tinggi. Janji kampanye Bupati dan Wakil Bupati untuk membuka lapangan kerja secara masif belum menunjukkan hasil signifikan.

Tidak ada strategi terpadu atau kebijakan konkret yang dapat menjawab tantangan ketenagakerjaan ini secara sistemik. Begitu pula dengan program bantuan Rp300 juta per pesantren dan insentif untuk guru ngaji, yang hingga kini belum menunjukkan kejelasan.

Atas dasar berbagai ketidakjelasan dan dugaan ketidakterbukaan ini, PC PMII Kabupaten Cianjur menuntut agar:

1. Pemerintah Kabupaten Cianjur segera membuka data penggunaan anggaran seluruh program 100 hari.

2. Dilakukan audit independen terhadap program GOROL dan bantuan-bantuan keagamaan.

3. Diselenggarakan forum publik terbuka untuk menjelaskan arah kebijakan ke depan.

4. Transparansi dan partisipasi masyarakat dijadikan prinsip utama dalam pengambilan kebijakan.

"Sebagai pemimpin daerah harusnya memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjawab segala keraguan publik dan membuktikan bahwa setiap program berjalan untuk kepentingan rakyat, bukan sekadar pencitraan," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES