MK Putuskan Sistem Proporsional Terbuka, Begini Komentar AHY dan Airlangga

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tetap menerapkan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024 menuai reaksi dari banyak pihak. Termasuk dari para ketua umum partai politik.
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, apa yang dilakukan oleh MK tersebut adalah representasi kedewasaan demokrasi Indonesia. "Alhamdulillah," demikian syukur AHY dikutip dari Twitter resminya, Kamis (15/6/2023).
Advertisement
"Hari ini Mahkamah Konstitusi menetapkan sistem pemilu proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Keadilan berpihak pada kedewasaan demokrasi. Hak rakyat dalam amanat reformasi," ujarnya lagi.
Sementara itu, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartanto juga mengapresiasi MK yang menolak gugatan sistem pemilu sehingga tetap pada sistem coblos caleg.
Penolakan ini, kata dia, sudah sesuai dengan UU Pemilu 2017, maka sistem pemilu proporsional terbuka tersebut tatap akan berlaku pada Pemilu 2024 nanti.
"Ini sebuah keputusan yang tepat dan juga keputusan yang memperhatikan apresiasi masyarakat," kata Airlangga Hartanto dalam keterangan resminya.
Diberitakan, MK menolak gugatan sistem pemilu. Sehingga Pemilu 2024 nanti akan tetap dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Sebelumnya, gugatan dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 tersebut didaftarkan oleh 6 orang pada November 2022 lalu. Mereka meminta MK mengenalkan ke sistem proporsional tertutup.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (15/6/2023).
Pada putusan ini, Hakim MK Arief Hidayat mengajukan dissenting opinion. Dalam putusan itu, MK menegaskan politik uang bisa saja terjadi dalam semua sistem pemilu. Baik itu proporsional tertutup atau pun terbuka. "Sama-sama berpotensi terjadi praktik politik uang," jelas Hakim Saldi Isra.
MK pun memerintahkan tiga langkah dalam memerangi politik yang. Pertama, partai politik dan anggota DPRD memperbaiki dan komitmen tidak menggunakan politik yang. Kedua, penegakan hukum harus dilakukan.
Ketiga, kata dia, masyarakat perlu diberikan kesadaran soal politik itu tidak menerima uang. "Politik uang lebih karena sifatnya yang struktur, bukan karena sistem pemilu yang digunakan," ujarnya.
Mengenai untuk mencegah pragmatisme caleg atau partai politik, MK mengatakan bahwa partai politik harus memiliki mekanisme serta menggunakan pemilihan pendahuluan atau mekanisme lain, bisa digunakan untuk menentukan nomor urut calon.
"Berlakunya syarat dimaksud tidak hanya didasarkan kepada kesadaran politik. Namun apabila suatu waktu ke depan pembentuk UU mengagendakan revisi atas UU 7/2017, persyaratan tersebut dimasukan dalam salah satu materi perubahan," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |