KOPIPA Desak Pemprov Jatim Lakukan Penyelamatan Ekosistem Sungai Brantas

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pencemaran Sungai Brantas semakin tidak terkendali. Ikan lokal alias ikan endemik berada di ambang kepunahan. Hal ini disebabkan pencemaran limbah industri sungai yang langsung dibuang tanpa diolah terlebih dahulu.
Menurut penelitian terbaru dari IUCN, lebih dari 23.000 spesies air air tawar ternyata 24% dikategorikan terancam punah, termasuk ikan, amfibi, reptil dan invertebrata yang menjadi penopang ekosistem global.
Advertisement
Kondisi saat ini, Sungai Brantas mengalami ancaman terbesar akibat pencemaran limbah industri dan domestik.
Menyikapi hal tersebut, puluhan aktivis dari Komunitas Penyayang Ikan Perairan Nusantara (KOPIPA) kembali menggelar aksi di depan kantor Gubernur Jawa Timur Jalan Pahlawan menuju Rolak Jagir, Senin (17/2/2025).
Aksi Komunitas Penyayang Ikan Perairan Nusantara (KOPIPA) mendesak Pemprov Jatim melakukan penyelamatan Sungai Brantas dari limbah industri, Senin (17/2/2025). (Foto: Hamida Soetadji/TIMES Indonesia)
Di Kali Rolak Jagir, massa melarung ikan properti aksi sebagai bentuk kekecewaan dan upaya perlindungan spesies endemik Sungai Brantas.
Aksi ini bertujuan mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melakukan restorasi sungai sekaligus menyoroti kurangnya regulasi yang berpihak pada perlindungan ekosistem perairan.
Jofan Ahmad selaku koordinator aksi mengatakan, bahwa Sungai Brantas termasuk sungai strategis nasional dan terpenting di Jawa Timur yang kini berada dalam kondisi kritis.
“Minimnya pengawasan pemerintah terhadap pencemaran akibat limbah Industri, sampah plastik, pemukiman bantaran sungai yang berkontribusi pada perubahan tata guna lahan telah mengancam keberadaan ikan-ikan domestik Sungai Brantas,” tuturnya.
Dilansir dari laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024, menyebutkan bahwa 60% sungai di Indonesia tercemar berat.
Ancaman ini meliputi 54% berasal dari limbah industri dan domestik yang dapat meracuni ikan dan ekosistem sungai, 39% pembangunan bendungan sehingga menghambat migrasi ikan dan mengganggu ekosistem di hilir, 37% dari perubahan tata guna lahan yang berubah menjadi kawasan industri dan pemukiman, dan 28% yang mengancam spesies asli melalui persaingan dan predasi.
“Kami menemukan ketidak seimbangan rasio jenis kelamin ikan di Sungai Brantas, dengan 32% jantan dan 68% betina," ujar Prigi Arisandi, peneliti ikan Sungai Brantas.
Ketimpangan ini, lanjutnya, mengindikasikan gangguan hormon yang berpotensi disebabkan oleh paparan limbah industri dan domestik yang mengandung bahan kimia tergolong EDC pemicu intersex pada ikan.
"Jika terus berlanjut, populasi ikan dapat terganggu dan mengancam ekosistem sungai secara keseluruhan," tandasnya.
Menurut Kurnia Rahmawati, peneliti ikan dan kebudayaan mempertegas bahwa sungai juga mencerminkan identitas ekologi daerah melalui keberagaman ikan lokalnya.
Seperti ikan endemik asal Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, yang mana saat ini ikan papar atau belida hampir tidak pernah ditemukan kembali di Sungai Brantas.
“Ini sangat disayangkan karena secara tidak langsung maka daerah juga kehilangan jati diri atau identitias lokalnya," ujarnya.
Sementara di Indonesia, telah tercatat sebanyak 4.782 spesies ikan asli. Dari jumlah tersebut, 1.248 spesies merupakan ikan air tawar, sementara 3.534 spesies hidup di perairan laut.
Selain itu, terdapat 130 spesies ikan endemik, 120 spesies ikan introduksi, serta 150 spesies yang berstatus terancam punah. Sementara itu, ikan invasif yang berpotensi mengganggu ekosistem perairan tercatat sebanyak 13 spesies.
Pemerintah Lemah mengambil Tindakan
Tingkat pencemaran yang ada di Sungai Brantas tidak hanya berdampak pada ikan, tetapi juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sungai ini. Sebanyak 17 juta warga yang bergantung pada Sungai Brantas.
Sementara itu, temuan Ecoton di Sungai Brantas hilir hanya terdapat 7 jenis ikan lokal yang jika dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya, jumlah itu mengalami penurunan sebanyak 13 jenis ikan lokal.
“Polusi di Sungai Brantas berpengaruh langsung pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat. Jika ini dibiarkan bukan hanya ikan yang punah, tetapi sumber mata pencaharian ribuan nelayan dan petani juga terancam hilang," ujar Zulfikar, salah satu Anggota KOPIPA.
Aksi ini disebut bagian dari gerakan jangka panjang untuk menyelamatkan ekosistem Sungai Brantas.
Berikut poin tuntutan massa aksi:
1. Pemerintah segera memperketat regulasi pengelolaan limbah industri dan menerapkan sanksi tegas bagi pelaku pencemaran. Jika pencemaran dibiarkan saja maka generasi mendatang tidak bisa menikmati keanekaragaman hayati Sungai Brantas seperti sebelum-sebelumnya.
2. Pemerintah harus memasang kamera CCTV dan alat pemantau kualitas air yang bisa diakses secara “real time” dan terbuka pada setiap outlet pembuangan limbah industri sepanjang Sungai Brantas.
3. Pemerintah harus membentuk tim satuan tugas (satgas) yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jawa Timur
4. Gubernur Jawa Timur harus punya program pemulihan sungai sebagai bagian dari upaya restorasi habitat ikan lokal di sungai. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |