Kopi TIMES

Ada Apa dengan PCINU Mesir?

Selasa, 28 Februari 2023 - 15:01 | 88.45k
Muhammad Al-Fayyadh Maulana, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Muhammad Al-Fayyadh Maulana, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bicara tentang PCINU Mesir, tentu sudah tidak asing lagi nama dan peranannya, khususnya dalam lingkup mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir).

Berbagai kegiatan mulai dari bidang keilmuan, dakwah, kaderasasi, budaya, sampai ekonomi terus digulirkan kader NU di sana guna memberi manfaat serta mewarnai dinamika kehidupan Masisir. Secara kuantitas dan kualitas, warga nahdliyin di Mesir adalah kekuatan besar yang tidak bisa tak diperhitungkan. Meskipun begitu, pernahkah kita menggunakan kacamata lain untuk menilai PCINU Mesir?

Advertisement

Bila melihat cabang istimewa di negara-negara lain, tentu memiliki kondisi dan orientasi yang berbeda-beda. PCINU Mesir sendiri memiliki corak orientasi keilmuan dan kemahasiswaan karena mayoritas anggotanya merupakan mahasiswa.

Hal ini tentu berbeda dengan PCINU Hong Kong atau Jepang misalnya, yang notabene anggotanya berstatus pekerja. Namun pada hakikatnya, terlepas dari perbedaan orientasi, tujuan didirikannya PCINU adalah selain ‘rumah kembali’ para nahdliyin di luar negeri juga sebagai duta Nadlatul Ulama di kancah internasional.

Sebagai organisasi yang bertempat di Mesir, tentu PCINU di sana memiliki banyak potensi strategis untuk mengembangkan kadernya. Kita tahu Mesir adalah salah satu peradaban dunia yang tertua dan al-Azhar secara khusus adalah kiblat keilmuan Islam dunia. Tentunya PCINU Mesir mempunyai potensi untuk mengadakan berbagai kerja sama strategis di Mesir.

Di antara sektor yang dapat digarap misalnya: Menjalin MoU kelembagaan dengan al-Azhar guna mempromosikan moderasi beragama khas NU, bekerjasama dengan Dar al-Ifta’ al-Mashriyyah guna mencetak kader mufti nahdliyin, pengembangan sektor ekonomi profit multinasional, sampai penguatan jejaring kerja sama dengan PCINU seluruh dunia. Berbagai potensi besar ini sepertinya kurang mendapat perhatian serius dari jajaran pengurus karena terlalu sibuk mengurusi kegiatan kemahasiswaan saja.

Hal ini berawal dari peningkatan Masisir yang signifikan, bahkan saat ini telah menembus angka 10 ribu, dimana 2.880 di antaranya tercatat sebagai warga PCINU Mesir. Naiknya jumlah nahdliyin di Mesir juga berbanding lurus dengan kesibukan dan program yang dijalankan PCINU Mesir. Mulai dari perayaan hari besar Islam, mengakomodir berbagai majelis kajian, mengadakan perlombaan olahraga, sampai macam-macam kegiatan lainnya sebagaimana dilakukan mahasiswa lain pada umumnya. 

Berbeda dengan PCINU Belanda atau Korea Selatan yang programnya terbilang sedikit, tapi luar biasa strategis dan mendapat sorotan dunia. Meski secara garis besar, ada banyak prestasi dan kemajuan yang diraih, agaknya PCINU Mesir melupakan posisi strategisnya sebagai cabang istimewa di luar negeri.

Kurang optimalnya penggarapan potensi tersebut bisa terjadi karena banyak faktor. Salah problem fundamentalnya adalah personalitas pengurus di tubuh PCINU Mesir, khususnya tanfiziah selaku pelaksana. Kebanyakan dari mereka masih berstatus mahasiswa S-1.

Tentu mereka masih memliki tanggungan besar selaku pelajar dan penguasaan relasi yang mungkin sangat terbatas. Tersebab masih berstatus mahasiswa pula, orang-orang luar tidak begitu menganggapnya serius dan setara untuk diajak kerja sama. Padahal, PCINU Mesir jelas berbeda dengan PPMI Mesir atau persatuan pelajar lainnya.

Dari hampir tiga ribu kader yang dimiliki, banyak di antaranya yang merupakan ‘senior’, baik dalam segi usia, psikologis, kapasitas intelektual, maupun relasi. Mereka adalah mahasiswa yang tengah menempuh studi magister atau doktoral di sana.

Pengalaman dan kecakapan mereka tentu sangat potensial untuk mewujudkan cita-cita besar PCINU Mesir ke depannya. Melalui perombakan personalitas dalam struktural, seharusnya para ‘senior’ itu lebih mendapat posisi di kepengurusan tanfiziyah. Sehingga secara pandangan umum, PCINU Mesir dapat ‘naik level’ menjadi lebih elitis dan terpandang.

Apabila kepengurusan tanfiziah kelak dipegang oleh ‘bapak-bapak’, maka kemana-kah peran ‘mas-mas’?

Tentu mereka akan mengemban tugas kaderasisi di GP Ansor dan Fatayat. Di sana mereka dapat menjalankan segala bentuk aktivitas kemahasiswaan dengan lebih leluasa. Sedangkan pengurus tanfiziah lebih berfokus pada hal-hal yang lebih besar.

Memandang PCINU Mesir bakda Konfercab XII, tentu mestinya akan ada banyak perubahan substansial. Bila sebelumnya tiap bulan himpunan dari seluruh lembaga dan banom mengadakan hampir seratus kegiatan, mungkin kelak program PCINU Mesir akan lebih ramping, elegan dan strategis. Sehingga, selain unggul dalam kuantitas, program-program itu juga dapat memperoleh pengakuan dunia serta membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan nahdliyin ke depannya.

***

*) Oleh: Muhammad Al-Fayyadh Maulana, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES