Peristiwa Daerah

Kenaikan Tarif Jalan Tol, Legislator Gerindra Dorong Pemerintah Audit Pengelola

Senin, 21 April 2025 - 17:35 | 16.71k
Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono. (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono. (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono memberikan tanggapan terkait rencana kenaikan tarif jalan tol. Tepatnya di 36 ruas jalan tol.

Dia menyatakan bahwa seharusnya pihak pengelola jalan tol melibatkan para pengguna jalan tol atau konsumen, sebelum memutuskan untuk menaikkan tarif tersebut.

Advertisement

Ia dengan tegas mendorong kenaikan tarif dievaluasi dan dilakukan audit secara mendalam pada pengelola jalan tol.

"Seharusnya pengguna jalan, asosiasi seperti perusahaan forwarder, industri, hingga YLKI itu dilibatkan dalam melakukan kajian pada tarif. Pihak pengelola jalan tol harusnya transparan terhadap variabel penghitungan dalam penentuan tarif," kata Bambang Haryo, Senin (21/4/2025).

Ia menyatakan jika tarif tol di Indonesia saat ini adalah termasuk yang termahal di antara negara-negara se-Asia Tenggara. Padahal, kualitasnya tidak sebagus jalan tol di negara lainnya itu.

"Jika kita bandingkan dengan Malaysia, harga tarif tol Indonesia itu tiga kali lipat lebih mahal. Padahal, pembangunan jalan tol itu kan sebagian juga dibiayai oleh APBN. Artinya, tarif jalan tol Indonesia seharusnya bisa lebih murah tarifnya," ujarnya.

Apalagi, menurut Bambang Haryo, kualitas jalan tol di Indonesia yang baru dibangun beberapa tahun ini di bawah standar. 

Ia menjelaskan jalan tol di Indonesia tidak menggunakan aspal, hanya menggunakan rigid pavement atau semen beton kasar, yang sebenarnya adalah lapisan dasar sebelum dilapisi dengan aspal setebal 5 cm. Dan ini sangat di bawah standar, bahkan membahayakan keselamatan transportasi.

"Seharusnya, tarif jalan tol di Indonesia bisa lebih murah dibandingkan Malaysia, Vietnam, Thailand, maupun negara lainnya di Asia Tenggara. Untuk Thailand itu, tarif tol itu setengah dari tarif di Indonesia," ujarnya lagi.

Bambang Haryo pun mengingatkan, bahwa dengan tingginya tarif jalan tol, hanya sedikit sekali masyarakat yang menggunakan jalan tol, jika dibandingkan dengan pengguna jalan biasa atau jalan reguler antar provinsi (state-street) yang sejajar dengan jalan tol.

"Hanya 2,5 persen saja kendaran logistik yang menggunakan jalan tol, jika diperbandingkan dengan pengguna jalan biasa. Dan hanya 5 persen saja angkutan massal penumpang bus yang menggunakan jalan tol, dari total jumlah angkutan penumpang bus di Indonesia," kata Bambang Haryo.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan wacana pemerintah yang akan menaikkan tarif tol di 36 ruas tersebut. 

"Jadi apa manfaatnya membangun jalan tol? Kalau tidak dimanfaatkan untuk percepatan pergerakan angkutan logistik dan angkutan penumpang massal kita. Percuma kalau jalan tol hanya digunakan untuk kendaraan pribadi. Harusnya jalan tol itu bisa membuat logistik kita, agar terdistribusi lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman serta selamat," ungkapnya.

Dan untuk mendorong keterbukaan informasi publik terkait penghitungan tarif, ia mendorong pemerintah untuk melakukan audit independen yang melibatkan konsumen, pemerintah, dan asosiasi transportasi logistik serta transportasi publik massal agar terjadi transparasi komponen biaya jalan tol yang harus ditutup dengan tarif jalan tol. 

"Saya minta, dibuka ke publik, audit independen pengelola jalan tol oleh pemerintah agar semua masyarakat bisa tau dan terjadi keterbukaan apabila akan adanya penyesuaian tarif jalan tol. Dan sekali lagi saya tegaskan infrastruktur itu tarifnya harus murah. Yang dikejar pemerintah adalah bagaimana pembangunan infrastruktur bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Bukan usaha pembangunan infrastruktur jalan tol untuk mencari kekayaan," ungkapnya.

Bambang Haryo pun mendorong pemerintah melakukan evaluasi pada jangka waktu pengelolaan jalan tol. 

“Banyak jalan tol kita yang sudah waktunya dikembalikan ke pemerintah sesuai konsesinya dengan pemerintah dan bahkan seharusnya jalan tol yang sudah lama berdiri tarifnya semakin menurun bukan malah naik, apalagi kondisi jalan tol saat ini banyak sekali yang dibawah standarisasi, karena tidak sesuai standarisasi pelayanan minimum yang sudah diatur dalam Undang-undang Jalan Tol di Indonesia Nomor 30 Tahun 2004," tegasnya.

"Seperti halnya banyaknya jalan tol yang lubang, bergelombang dan bahkan rusak parah seperti yang ada Sumatra, yang seharusnya gelombang jalan tol tidak lebih dari 2,5 cm dan bahkan tidak boleh terjadi keretakan, ini semua bisa menjadi satu catatan pelanggaran standarisasi pelayanan minimum, yang tentunya seharusnya bisa menurunkan tarif tol yang ada di jalan tol tersebut, karena sangat membahayakan keselamatan pengguna jalan tol,” katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES