Sosok

Dari Pengusaha Rambah Praktisi Hukum, Peter Sosilo Raih Gelar Doktor

Jumat, 09 Mei 2025 - 17:24 | 4.15k
Peter Sosilo bersama istri usai menjalani sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung di Gedung R Ing Soekonjono, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Jumat (9/5/2025). (Foto: Dok.Pribadi)
Peter Sosilo bersama istri usai menjalani sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung di Gedung R Ing Soekonjono, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Jumat (9/5/2025). (Foto: Dok.Pribadi)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pengusaha yang juga berprofesi sebagai pengacara di Surabaya, Peter Sosilo resmi menyandang gelar doktor (S3) setelah berhasil mempertahankan disertasinya di bidang ilmu hukum dari Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Gelar tersebut diperolehnya usai menjalani sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung di Gedung R Ing Soekonjono, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Jumat (9/5/2025).

Advertisement

Tim Penguji dalam sidang terbuka tersebut diketuai oleh Prof. Dr. Mulyanto Nugroho M.M, CMA, CPA. Sementara selaku promotor dalam sidang terbuka itu adalah Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya SH, MH.

Dalam sidang terbuka tersebut, praktisi hukum yang juga Direktur Garuda Law Firm ini berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Perlindungan Hukum Yang Berkeadilan bagi Debitur Pailit Dalam Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang".

Soroti Kasus Kepailitan 

Dalam disertasinya, pria 60 tahun ini menyoroti berbagai kasus kepailitan perusahaan yang terjadi akibat pandemi Covid-19.

Pada saat itu, banyak pelaku usaha tidak mampu memenuhi kewajiban karena keadaan memaksa (force majeure). Bahkan kondisi tersebut masih terjadi hingga saat ini karena situasi ekonomi yang belum stabil.

Dia mengupas bagaimana sistem hukum kepailitan di Indonesia belum sepenuhnya mengakomodasi situasi luar biasa seperti kondisi ekonomi global yang mengguncang sendi-sendi perekonomian.

"Mulai tahun 2020 hingga 2022 saat kuliah S3 saya melihat fenomena banyaknya perusahaan yang pailit akibat pandemi. Bahkan, hingga saat ini pun dampak itu masih dirasakan apalagi kondisi geopolitik global," ungkapnya.

Lebih lanjut ia menuturkan, salah satu yang terdampak adalah perusahaan ekspor dalam negeri karena banyak buyer di luar negeri yang tak mampu membayar sehingga perusahaan ini tidak bisa mempertahankan usahanya.

Sementara perusahaan harus tetap menggaji karyawan, membayar biaya-biaya operasional dan sebagainya.

"Kondisi ini yang dikatakan force majeure," papar Peter yang menyebut inisiasi itu mendapat bimbingan dari Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, SH., MH.

Dalam penelusurannya, terdapat rata-rata ada 30 kasus kepailitan per bulan di setiap Pengadilan Niaga (PN) di Indonesia.

Dengan jumlah 5 PN yang ada, artinya ada 180 kasus kepailitan per bulan. Jika dikalikan setahun, terjadi lebih dari 2.000 kasus kepailitan dalam 1 tahun.

Melihat kondisi tersebut, lanjut Peter, perlu ada revisi atau rekonstruksi terhadap regulasi perundang-undangan agar ada aturan hukum ketika terjadi kepailitan perusahaan akibat force majeure.

Apalagi, saat pandemi, negara juga dihadapkan pada kondisi anggaran yang terbatas karena semua dialokasikan untuk penanganan Covid-19.

"Tapi yang diatur di sini adalah debitur yang prospektif yang memang selama ini recordnya bagus. Hanya terhambat karena pandemi. Ini yang perlu ada regulasi. Jangan yang meski tertatih-tatih tapi tetap ada itikad baik disapu habis. Karena yang terjadi selama ini ada diskresi oleh kreditur separatis yang langsung melakukan eksekusi atau tuntutan hukum yang mendahului proses kepailitan," ungkapnya.

Memang, dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 (UU Hak Tanggungan) mengatur mengenai hak pemegang hak tanggungan pertama untuk mengeksekusi objek hak tanggungan melalui pelelangan umum apabila debitur cidera janji. Ini yang menurutnya tidak berkeadilan, karena seolah-olah tidak mempertimbangkan kondisi pailit perusahaan.

Yang menderita, lanjut Peter, adalah buruh karena harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tidak ada pesangon, belum lagi jika ada aksi demonstrasi.

Juga negara, karena tidak ada pemasukan dari pajak, dan dari pembayaran-pembayaran listrik, air, dan sebagainya. Yang juga harus diperhatikan adalah dampaknya, ketika rakyat kecil dihadapkan pada urusan perut, bisa terjadi kejahatan.

Oleh karena itu, dia bilang, harus ada regulasi agar tidak ada konflik internal atau kontradiktif. UU kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) itu tujuan hukum yang sifatnya berkeadilan dan ber keseimbangan.

"Ini yang harus diperjuangkan untuk kepentingan sosial, untuk masyarakat dan negara. Karena kalau sudah demikian, kondisinya di luar kemampuan manusia. Pemerintah kan juga manusia. Jadi butuh niat baik dan pertolongan Tuhan," tuturnya.

Sebelum aktif sebagai praktisi hukum, Peter Sosilo dikenal sebagai pengusaha di bidang produksi bahan konstruksi bangunan.

Selain itu, dia juga investasi di sektor properti. Nah, ketertarikannya di sektor hukum karena pernah mengalami sendiri kasus sengketa lahan miliknya.

"Bisnis utama saya tidak saya tinggalkan, tapi memang sudah mulai dilanjutkan anak saya. Sehingga sebagai praktisi hukum saya bisa fokus untuk mendukung internal manajemen maupun membantu pihak yang tidak memiliki kemampuan keuangan dalam permasalahan hukum, yang berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa serta berkeadilan," pungkasnya.

Sementara itu, disertasi Peter Sosilo mendapat apresiasi tinggi dari dewan penguji yang terdiri dari para guru besar hukum dan praktisi hukum. 

Mereka menilai kajian yang dibawakan tidak hanya akademis, tetapi juga praktis dan solutif di tengah tantangan hukum dan ekonomi yang dihadapi dunia usaha saat ini.

"Selamat kepada Bapak Peter Sosilo. Saya merasa bangga atas prestasi yang dicapai yakni dengan predikat cumlaude. Ini juga karena kerja keras dari Peter yang sangat tekun di tengah kesibukan sebagai praktisi hukum, juga pelaku usaha. Semoga apa yang disampaikannya menjadi kontribusi penting bagi reformasi hukum kepailitan di Indonesia," ujar Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, SH., MH.

Ucapan juga disampaikan Kepala Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Brigjen TNI Dr. Esron Sinambela SS., SH., MH., yang hadir dalam sidang terbuka itu juga mengucapkan selamat atas diraihnya gelar doktor oleh Peter Sosilo. 

"Semoga sukses ke depannya, dan ilmu yang didapat bisa bermanfaat bagi pihak yang mencari keadilan khususnya bagi masyarakat. Selama ini Peter pun sering terlibat dan membantu dalam permasalahan hukum khususnya perdata," ungkapnya.

Danmenkav 2 Marinir, Kolonel Marinir Laode Jimmy Herizal R juga mengaku ikut bangga Peter Sosilo bisa meraih gelar doktor. 

"Harapan kami semoga akan bisa bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Pelajaran yang bisa kita petik adalah bahwa untuk belajar tak mengenal usia. Pak Peter, di usianya yang sekarang masih semangat untuk mencapai gelar akademik," ucapnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES