Listrik Sempurna Masuk Pantai Ngliyep, Aku Melihat Indonesia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sejak zaman Presiden Soekarno, baru sekarang kawasan pantai wisata Ngliyep, di desa Kedungsalam, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu mendapat aliran listrik yang sempurna.
Ironis memang, pantai yang sudah mendapat hati masyarakat Indonesia itu ternyata belum pernah menikmati aliran listrik yang sempurna, layaknnya listrik yang dinikmati ralyat selama ini.
Advertisement
Entah mengapa keadaan itu hingga berlarut-larut sampai puluhan tahun. Padahal, komplek wisata ini sudah terkenal dan selalu dipromosikan hingga ke mancanegara.
Terletak di 62 kilometer dari Kota Malang, pantai wisata ini memiliki banyak obyek budaya yang selalu disuguhkan setiap tahun dalam penanggalan Jawa, yaitu tanggal 14, Maulud Nabi yang mereka sebut upacara Larung.
Kemudian, di sana juga ada Sendang Kamulyan, Gunung Kombang tempat yang diyakini masyarakat setempat sebagai tempat yang disukai Nyi Roro Kidul bersemedi.
Upacara ini sangat terbuka, dan kemudian menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Ribuan orang biasanya memenuhi kawasan pantai Ngliyep saat upacara Larung ini berlangsung.
Larung ini adalah bentuk upacara rasa syukur penduduk setempat atas berkah yang mereka dapatkan dalam satu tahun. Itulah sebabnya mereka kemudian menyembelih hewan ternak seperti kerbau, sapi, kambing, ayam dan sebagainya.
Kepala hewan ternak itulah yang kemudian dilarung, dibuang ke laut Selatan sebagai sesaji.
Tradisi ini menarik. Biasanya para wisatawan sudah mulai berdatangan beberapa hari sebelumnya. Mereka menginap. Tetapi tentu sebagian pasti kurang puas, karena kelistrikan disana tidak ada, kalaupun ada tidak sempurna, karena setelah jam sembilan malam biasanya mati.
"Tapi sekarang tidak lagi, setidaknya mulai sebulan ini. Kelistrikan sudah sempurna. Ada 58 tiang listrik sudah tertanam mulai dari desa Kedungsalam sampai pantai Ngliyep," kata Direktur Perusahaan Daerah Jasa Yasa, Faiz Wildan, kepada TIMES Indonesia, Selasa, (6/11/2017).
Sempurna yang dimaksud Wildan adalah sudah bisa digunakan untuk apa saja bagi masyarakat di sana. Bukan hanya untuk penerangan saja, melainkan juga untuk keperluan rumah tangga penduduk Pantai Ngliyep.
Ini sesuatu yang baru dan tinggal pengembangan pantai Wisata itu.
Pemangku adat Jamas Agung Sendang Kamulyan, Mbah Bedjo Padmodirjo menyambut baik masuknya listrik itu.
Bahkan di Sendang Kamulyan sudah tampak kabel-kabel listrik menghiasi padepokan tempat bersemedi masyarakat yang ingin mencari inspirasi di sana.
Sendang Kamulyan adalah bagian dari kelebihan obyek wisata Ngliyep karena dari sinilah melewati upacara Mendhak Tirto, upacara Larung itu dimulai.
Juru kunci gunung Kombangpun, Santoso juga menyambut baik masuknya listrik di pantai Ngliyep. Dengan adanya aliran listrik yang sempurna, maka masyarakat yang berkunjung dan bersemedi di gunung Kombang tak perlu lagi khawatir gelap bila berjalan di malam hari.
Sebenarnya pantai Ngliyep ini memiliki keistimewaan lain. Jaman Bung Karno masih menjadi Presiden RI, dalam salah satu puisinya, AKU MELIHAT INDONESIA nama pantai ini disebut dua kali ketimbang tempat lain.
Inilah yang kemudian menginspirasi PD Jasa Yasa untuk memasang puisi itu di lokasi nantinya.
"Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep, aku mendengar Lautan Hindia bergelora.
Membanting di pantai Ngliyep itu
Aku mendengar lagu, sajak Indonesia.
Jikalau aku melihat
Sawah-sawah yang menguning-menghijau.
Aku tidak melihat lagi batang-batang lagi yang menguning menghijau.
Aku melihat Indonesia.
Jikalau akau melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu, Gunung Tangkubanperahu, Gunung Kelebet, ... dan gunung-gunung yang lain.
Aku melihat Indonesia.
Jikalau aku mendengarkan.
Lagu-lagu yang merdu dari Batak
bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia
Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar
“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!”
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia
(Baca: “Bung Karno dan Pemuda”, hlm. 68-107)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Ahmad Sukmana |
Sumber | : TIMES Malang |