Legenda Gunung Batok, Berawal dari Kisah Cinta Dua Sejoli

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Gunung Batok, salah satu gunung yang terdapat di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Gunung ini letaknya berdekatan dengan gunung Bromo.
Gunung yang memiliki tinggi 2.440 meter di atas permukaan laut ini biasanya menjadi spot foto para pengunjung kawasan TNBTS.
Advertisement
Warga setempat menamai 'Batok' yang berarti tempurung kelapa. Warga meyakini legenda cinta Rara Anteng dan Jaka Seger menjadi awal penamaan Batok.
Konon kisah cinta Rara Anteng dan Joko Seger terhalang oleh raksasa sakti bernama Resi Bima. Warga yang tinggal di kawasan gunung ini meyakini, gunung batok terbentuk dari tempurung kelapa yang ditendang oleh Resi Bima.
Dilansir dari berbagai sumber, kisah bermula dari sebuah wilayah Gunung Bromo yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Seorang penduduk di wilayah itu melahirkan bayi perempuan dengan paras yang elok. Konon, sang bayi yang dipercayai sebagai titisan dewi ini, tidak menangis dan tetap tenang saat dilahirkan. Lantaran itu, sang bayi jelita kemudian dinamai Rara Anteng.
Uniknya, pada saat yang bersamaan lahir pula seorang bayi laki-laki tampan di wilayah itu. Lahir dengan tangisan yang begitu kencang, sang bayi tampan akhirnya diberi nama Jaka Seger.
Masa berlalu, Rara Anteng tumbuh menjadi gadis jelita, demikian juga dengan Jaka Seger yang tumbuh menjadi pria gagah dan rupawan. Keduanya pun saling menaruh hati, dan menjalin hubungan asmara.
Sepasang kekasih ini pun berjanji untuk bersama dan tak ingin dipisahkan oleh siapapun.
Sayangnya, pada suatu ketika kisah cinta mereka diterpa badai. Desa tempat tinggal mereka kedatangan perampok sakti nan bengis. Ternyata, perampok itu ingin meminang Rara Anteng.
Karena tak berdaya untuk menolak, Rara Anteng akhirnya menerima pinangan tersebut dengan satu syarat. Yakni, sang perampok harus bisa membuat sebuah lautan yang berada tepat di puncak Gunung Bromo hanya dalam satu malam.
Perampok menyanggupi permintaan Rara Anteng. Ia segera ke puncak Gunung Bromo dan mencari lahan datar untuk dijadikan lautan. Perampok juga meminta bantuan pada penghuni Gunung Bromo, sang perampok sakti pun berubah menjadi sosok raksasa menakutkan bernana Resi Bimia.
Resi Bima segera mengeruk lahan datar tersebut dengan menggunakan sebuah tempurung kelapa. Saat hampir selesai, tanpa diduga fajar mulai menyingsing yang disambut dengan sahutan kokok ayam dan riuhnya bunyi lesung.
Ternyata, fajar tersebut merupakan taktik Rara Anteng untuk menggagalkan usaha sang perampok sakti. Ia meminta bantuan para Biyung Emban (pengasuh) untuk menyalakan api dari ilalang kering di sebelah timur Gunung Bromo agar nampak seperti fajar.
Melihat fajar menyingsing, sontak raksasa berhenti bekerja. Ia kesal dan kecewa karena gagal meminang Rara Anteng yang jelita. Karena kesal, ia pun spontan melempar tempurung kelapa yang digunakannya mengeruk tanah tersebut. Tempurung itu pun terhempas dan jatuh tengkurap di atas tanah.
Tanpa disangka, tempurung itu membesar dan menjelma menjadi sebuah gunung yang kini dikenal dengan nama Gunung Batok. Sedangkan, lautan yang belum selesai dan tak berair itu disebut Segoro Wedi.
Sementara, Rara Anteng sangat bahagia karena berhasil menggagalkan niat perampok sakti untuk meminang dirinya. Akhirnya, ia dan Jaka Seger pun menikah dan membangun tempat tinggal di sebuah desa yang kini dikenal dengan nama desa Tengger.
Waga sekitar percaya kata "Teng" diambil dari nama Rara Anteng yang merupakan keturunan seorang Dewi. Sedangkan kata "Ger" diambil dari nama Jaka Seger yang merupakan keturunan seorang pendeta. Akhirnya, sepasang suami istri ini mempunyai banyak keturunan yang diyakini menghuni desa Tengger dan hingga kini dikenal dengan masyarakat Suku Tengger.
Jika Anda berkunjung ke kawasan TNBTS, jangan lupa mengabadikan Gunung Batok dalam bingkai foto.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |