Banyak Makam Kuno di Kota Cirebon, Warga Inginkan Jadi Wisata Religi

TIMESINDONESIA, CIREBON – Keberadaan sejumlah makam kuno yang tak diketahui milik siapa di RW 02 Pamujudan, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, masih menyisakan misteri bagi masyarakat di wilayah itu sendiri. Meski begitu, mereka ingin agar pemerintah bisa menetapkan makam-makam kuno yang jumlahnya mencapai puluhan ditetapkan sebagai wisata religi dan cagar budaya.
Dari pantauan TIMES Indonesia, terdapat beberapa makam di area yang dibatasi oleh pagar tembok. Area tersebut ditumbuhi pepohonan mangga. Di salah satu bagian, sudah dibangun sebuah rumah permanen. Hampir semua makam sudah ditutupi oleh semen, dari yang sebelumnya hanya bata-bata merah. Di area ini, dimanfaatkan oleh warga untuk menjemur pakaian.
Advertisement
Terdapat 19 makam yang tak diketahui namanya. Namun, salah satu makam yang terbesar, oleh masyarakat menyebutnya sebagai Nyi Gede Lara Panas. Selain itu, ada juga makam yang dikenal oleh masyarakat sekitar bernama Nyi Gede Lara Kuning, dan Nyi Gede Lara Abang. Di salah satu sisi tembok, tepatnya dekat makam Nyi Gede Lara Panas, ada sebuah sumur tua.
Di samping area 19 makam tersebut, juga ada 4 makam kuno lagi. Namun miris, 4 makam ini sudah tertimbun oleh tanah dan dijadikan kamar mandi. Keberadaan 4 makam tersebut diketahui karena nisan makamnya masih menonjol dan terlihat. Ada yang hampir semuanya tertimbun, namun ada yang masih menonjol semuanya.
Namun, bentuk nisan dari 4 makam tersebut, berbeda dengan bentuk nisan yang ada di area pemakaman berjumlah 19 makam tersebut. Motif maupun corak nisan 4 makam tersebut mirip dengan nisan makam Pangeran Pekarungan. Sedangkan nisan 19 makam tersebut, sama sekali tidak mempunyai motif atau corak, dan bentuknya lebih sederhana.
Menurut Ibu Juju selaku menantu dari kuncen terakhir yang sudah wafat, makam-makam ini memang belum diketahui milik siapa saja, dan siapa saja tokoh-tokoh tersebut. Adapun mereka bisa mengetahui nama-nama tersebut, karena kerap disebut dalam setiap tawasul atau tahlilan, sebagai tokoh yang sudah lama di situ.
"Nama-nama itu selalu disebut saat tawasulan, tapi kami tidak tahu siapa saja tokoh-tokoh tersebut," jelasnya kepada TIMES Indonesia, Senin (27/7/2020).
Ibu Juju melanjutkan, dirinya sejak tahun 60an datang ke wilayah tersebut, area pemakaman sudah ada. Namun, masih berupa batu-batu bata nerah. Hingga akhirnya pada tahun 1995, area pemakaman diberi semen, supaya tidak rusak. Hanya saja, hal tersebut baru dilakukan di area 19 makam saja. Adapun yang 4 makam di tempat terpisah, tidak ada perlakuan sama sekali. Bahkan sudah menjadi kamar mandi dan tertimbun.
Dulunya, kerap ada yang datang untuk nyekar atau berziarah ke makam-makam ini. Namun, hal tersebut sudah lama. Dan sekarang, sudah tak ada lagi yang datang untuk nyekar. Untuk sekarang, hanya dilakukan sedekah bumi saja yang kerap dilaksanakan setiap tanggal 17 Agustus.
Sebenarnya, lanjut Ibu Juju, area pemakaman kuno tersebut bejumlah 32 makam. Hanya saja, karena banyak bangunan rumah yang berdiri, kini tersisa 19 makam saja. Sedangkan lainnya kemungkinan sudah tertimbun oleh bangunan rumah.
Karena itulah, dia dan warga sekitar lainnya ingin agar area pemakaman tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya, supaya bisa mendapatkan perawatan, dan juga mengetahui tentang siapa tokoh-tokoh di balik makam tersebut.
"Biar bisa terawat, karena ini makam bersejarah," jelasnya.
Sementara menurut ketua Jamaah Ratin dan Maulid (JRM) Kita Cirebon, Isnen, dari pihak keraton seperti Keraton Kacirebonan, sudah melakukan survei terhadap situs pemakaman ini. Mereka akan mencari dari naskah-naskah maupun arsip dari keraton, terkait siapa saja tokoh-tokoh yang ada di pemakaman tersebut.
Sehingga nantinya, hal tersebut bisa dijadikan bukti kuat agar area pemakaman itu bisa diterapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah, dan akan ada perawatan yang layak.
"Tim survei dari keraton sudah datang, mereka akan mencari naskah-naskah untuk mengungkap sejarahnya," tuturnya.
Jika area makam kuno tersebut bisa ditetapkan sebagai cagar budaya, lanjutnya, maka akan bisa dijadikan sebagai wisata religi dan sejarah. Dengan begini, maka perekonomian masyarakat Kota Cirebon akan terbantu, dan situs-situs bersejarah akan tetap terpelihara. "Kita tetap mendukung dalam upaya mewujudkan wisata religi di sini, dan melestarikan makam-makam keramat," ungkapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |