Wisata

Merekam Jejak Gunung Lumpur Warisan Geologi di Gununganyar Surabaya

Sabtu, 09 Januari 2021 - 02:22 | 358.29k
Warga melihat dari dekat lokasi semburan lumpur di Gununganyar Surabaya, Pakar Geologi ITS Dr Amien Widodo menyarankan agar kawasan ini menjadi Geopark, Jumat (8/1/2021). (FOTO: Adit/TIMES Indonesia)
Warga melihat dari dekat lokasi semburan lumpur di Gununganyar Surabaya, Pakar Geologi ITS Dr Amien Widodo menyarankan agar kawasan ini menjadi Geopark, Jumat (8/1/2021). (FOTO: Adit/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYAKota Surabaya ternyata menyimpan potensi yang bisa dikembangkan sebagai warisan geologi. Salah satunya semburan gunung lumpur atau mud volcano di Gununganyar. 

Semburan lumpur Gununganyar terletak 100 meter di pinggir barat Jalan Soekarno, Kelurahan Gununganyar Kota Surabaya pada koordinat 7,34 bujur barat dan 112,78 lintang utara. 

Advertisement

Lokasi ini sudah dikenal masyarakat khususnya masyarakat Gununganyar dan umumnya masyarakat Kota Surabaya. Penuturan para sesepuh desa Gununganyar, semburan ini sudah ada sebelum masyarakat menempati sekitar semburan. 

Bahkan sejak munculnya semburan lumpur Lapindo tahun 2006 di Porong, semakin dikenal di Indonesia bahkan dikenal para ahli kebumian di seluruh dunia. 

okasi-semburan-lumpur-2.jpg

Lokasi semburan ini menjadi heboh dan menjadi perbincangan banyak orang sejak meletusnya semburan Lapindo. Banyak orang penasaran. Mereka kemudian datang mengabadikan keberadaan semburan tersebut. 

Masyarakat yang melihat langsung semburan Gununganyar ada yang bersikap biasa saja, tapi ada yang berlebihan yang menyebarkan lewat media sosial bahwa ada gunung api di kota Surabaya. 

Demikian pula peneliti datang ke kawasan untuk mengetahui lebih lanjut apakah semburan ini memiliki hubungan dengan semburan Lapindo. 

"Kita dari Departemen Teknik Geofisika termasuk salah satu yang melakukan penelitian secara detail kawasan ini," terang Pakar Geologi ITS, Dr Ir Amien Widodo kepada TIMES Indonesia, Jumat (8/1/2021). 

Amien menjelaskan, hasil penelitian dari perguruan tinggi menghasilkan publikasi yang mengatakan bahwa semburan Gununganyar "segaris” dan berkait erat dengan semburan Lapindo. Namun juga ada hasil penelitian menyebutkan tidak berhubungan sama sekali. 

Bahkan, masyarakat sekitar semburan Gununganyar sempat resah saat pengembang akan mendirikan apartemen dan perumahan di sekitar kawasan ini. Masyarakat khawatir akan terjadi semburan seperti di Porong. Dialog cukup ramai dan berlangsung lama, akhirnya disepakati dilakukan survei detail. 

"Walau pihak ITS sudah melakukan kajian tetap tidak diakui. Pihak pengembang apartemen melakukan kajian detail kawasan ini untuk membuktikan bahwa apartemen yang akan mereka bangun tidak akan memicu semburan lumpur," tandasnya. 

Lantas, kapan munculnya semburan lumpur Gununganyar? 

Amien Widodo memaparkan, berdasarkan data dari Indonesian Petroleum Association IPA (2006) yang membuat buku atlas peta minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia sejak zaman Belanda, disebutkan dalam peta tersebut bahwa lokasi Gunungnanyar berada di kawasan lapangan minyak Kutianyar milik Belanda yang mulai ditambang sejak 1888 dan ditinggalkan pada 1937. 

okasi-semburan-lumpur-3.jpg

Lapangan Kuti-Anyar (Kutisari-Gununganyar) meliputi kawasan Kutisari dan Gununganyar. Berdasarkan data kementerian ESDM ada ratusan jumlah sumur bor minyak yang ada di lapangan KutiAnyar ini. 

Kedalaman bor pada zaman Belanda tidak sampai 300 meter. Laporan ini juga menyebutkan adanya semburan lumpur di Lidah dan semburan minyak di Semolowaru. 

"Ini berarti semburan lumpur Gununganyar sudah ada sejak tahun 1888, atau bahkan mungkin sebelumnya. Sebab semburan lumpur termasuk salah satu fenomena atau manivestasi adanya sumber daya minyak dan gas di kawasan tersebut," ujar Amien seraya menunjukkan peta lokasi kawasan. 

Belanda melakukan eksploitasi minyak di kawasan ini atas dasar munculnya semburan lumpur di beberapa tempat di kawasan Gununganyar dan Kutisari. 

Seperti disebutkan sebelumnya, teknologi pengeboran waktu itu hanya kedalaman 300an meter, padahal semburan lumpur Lapindo terjadi pada kedalaman 3000an meter. 

"Oleh karenanya semburan Gununganyar tidak ada hubungan dengan semburan lumpur Lapindo," jelasnya. 

Hingga kemudian para ahli kebumian masih tetap mencari dan meneliti lebih detail terkait semburan lumpur Gununganyar sehingga bisa diketahui kemungkinan fenomena berikutnya yang akan terjadi. 

Apalagi saat kejadian munculnya semburan minyak dan gas di Perumahan Kutisari pada tanggal 23 September 2019. Semburan ini muncul di teras rumah salah satu warga dan tentunya mengkhawatirkan semua warga apalagi ada bau gas metan. 

Perusahaan Gas Negara datang ke lokasi dan memastikan tidak ada pipa gas pertamina di Perumahan Kutisari. 

"Dinas ESDM Jatim bersama IAGI dan ITS datang ke lokasi dan memastikan bahwa semburan gas tersebut keluar dari sumur bor zaman Belanda karena kawasan Kutisari merupakan lapangan minyak Belanda pada tahun 1888," imbuhnya. 

Demikian juga mengingat pada Kamis (27/8/2020) pagi silam. Gunung lumpur Kesongo Jawa Tengah meletus selama satu jam semenjak pukul 05:30 WIB dan getaran yang terasa hingga radius 1 kilometer. 

Dinas ESDM Blora melaporkan sebanyak 330 ribu kubik meter lumpur dilontarkan membentuk satu lempengan pai lumpur baru seluas 3,3 hektar. Pemetaan dengan drone yang mereka lakukan menunjukkan lokasi pai lumpur. 

Padahal selama 22 tahun semburan lumpur ini tidak menunjukkan aktivitas yang besar atau statusnya tidur atau dormansi. Aktivitas erupsi besar pada tahun 1998. 

Untuk menghindari peristiwa yang tidak diinginkan maka, Amien menyarankan pihak Kota Surabaya menetapkan kawasan semburan lumpur yang ada di Gununganyar dan di Lidah sebagai Kawasan Warisan Geologi (Geoheritage). Sebab memiliki aspek penting dalam pemahahaman evolusi geologi, baik dalam skala lokal, nasional, maupun global. 

Kawasan semburan juga memperlihatkan proses geologi yang luar biasa atau unik atau cenderung ekstrim baik dalam sudut pandang proses, lingkungan, umur, maupun  peristiwanya. Dan mempunyai hubung kait dengan proses eksplorasi dan eksploitasi minya zaman Belanda. 

"Kita dari Departemen Teknik Geofisika ITS Surabaya siap membantu dan akan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan penelitian secara berkelanjutan dan diharapkan dapat dipakai sebagai penunjang persyaratan kawasan warisan geologi. Selanjutnya bisa diajukan sebagai salah satu geosite yang penting dari Geopark Jawa Timur," terang Geolog ITS Dr Amien Widodo. 

Apalagi ada peraturan Presiden yang baru dan sangat menantang bagi setiap daerah yaitu Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2019 tentang Pengembangan GEOPARK (Taman Bumi). 

Dalam perpres tersebut disebutkan bahwa Warisan Geologi (Geoheritage) adalah Keragaman Geologi (Geodiversity) yang memiliki nilai lebih sebagai suatu warisan karena menjadi rekaman yang pernah atau sedang terjadi di bumi yang karena nilai ilmiahnya tinggi, langka, unik, dan indah, sehingga dapat digunakan untuk keperluan penelitian dan pendidikan kebumian. 

"Situs Warisan Geologi (Geosite) adalah objek Warisan Geologi (Geoheritage) dalam kawasan Geopark dengan ciri khas tertentu baik individual maupun multiobjek dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah cerita evolusi pembentukan suatu daerah," jelas Dr Amien Widodo terkait semburan gunung lumpur di Gununganyar, Kota Surabaya. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES