Wisata

Menjelajah Geosite Jajaran Gua Wajakensis di Tulungagung

Rabu, 15 Februari 2023 - 02:14 | 242.25k
Abdul Kholik menunjukkan fosil kerang yang ditemukan di Gua Suli, Tulungagung. (Foto: Benny S/TIMES Indonesia)
Abdul Kholik menunjukkan fosil kerang yang ditemukan di Gua Suli, Tulungagung. (Foto: Benny S/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, TULUNGAGUNG – Wilayah Kabupaten Tulungagung menyimpan banyak situs geologi dan arkeologi yang memiliki nilai tinggi dan indah. Salah satunya adalah situs Homo Wajakensis yang berada di Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat.

Situs Homo Wajakensis menjadi sangat penting karena merupakan tempat ditemukannya fosil tengkorak Homo Wajakensis. Fosil pertama ditemukan oleh van Rietschoten pada 28 Oktober 1888, fosil berupa tengkorak yang kemudian diberi nama spesimen Wajak 1. Temuan fosil tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Eugene Dubois dengan melakukan penelitian di dekat lokasi penemuan fosil pertama.

Dalam penelitian yang dilakukan antara September-Oktober 1890 tersebut, Eugene Dubois menemukan fosil rahang atas dan rahang bawah dengan beberapa gigi masih menempel di rahang. Fosil tersebut diberi nama spesimen Wajak 2, dan lokasi penemuan diberi nama Wajak Site. Lokasi ini diusulkan sebagai geoheritage Geosite Homo Wajakensis 1.

Selain di Wajak site, dalam eskavasi yang dilakukan pada Oktober-Desember 1890, Eugene Dubois juga menemukan fosil kerangka manusia yang di beri nama Red Painted Skeleton. Lokasi penemuan yang berada di sebelah timur Wajak Site tersebut disebut Hoekgrot Site. Selanjutnya eskavasi pada 28 Desember 1890 hingga 4 Januari 1891, kembali menemukan fragmen tulang manusia dan beberapa jenis fauna. Lokasi penemuan berada di sebelah barat Wajak Site dan disebut Kecil Site. Lokasi ini diusulkan sebagai geoheritage dengan nama Geosite Homo Wajakensis 2.

Gua-Suli.jpgKenampakan Gua Tatahan. (Foto: Dokumentasi Pokdarwis Wajakensis Jatipurbo)

Berada di perbukitan batugamping, di area situs Homo Wajakensis banyak dijumpai gua. Dikutip dari naskah akademik usulan geopark kabupaten Tulungagung, yang disusun oleh Pusat Studi Mineral Energi UPN Veteran Yogyakarta dan Bappeda Tulungagung, secara geologi lokasi penemuan Homo Wajakensis dan berbagai fosil hewan lainnya ini, merupakan gua-gua batu gamping yang termasuk dalam Formasi Campurdarat.

Gua-gua yang terbentuk pada kala Miosen Tengah tersebut, mengalami pelarutan dan karstifikasi yang dipengaruhi juga oleh struktur geologi berupa kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Dalam proses tersebut terbentuklah rongga-rongga atau ruangan yang dijadikan tempat berlindung bagi Homo Wajakensis.

Untuk menuju ke situs yang diusulkan menjadi geoheritage Homo Wajakensis ini, bisa ditempuh menggunakan kendaraan mobil atau motor. Berjarak sekitar 22 kilometer arah selatan dari pusat kota Tulungagung, waktu tempuh hingga sampai di lokasi sekitar 30 menit.

Memasuki lokasi yang diusulkan sebagai geoheritage Geosite Homo Wajakensis 1, terdapat dua monumen yang letaknya berdekatan, yakni monumen Marmer sebagai penanda awal eksplorasi marmer di daerah Tulungagung oleh pemerintah kolonial Belanda, dan monumen Wajakensis sebagai penanda awal ditemukannya fosil Homo Wajakensis. 

Tidak jauh dari dua monumen tersebut, pengunjung bisa beristirahat di sekretariat kelompok masyarakat yang peduli dengan situs Wajakensis, Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Wajakensis Jatipurbo. Di sekretariat yang dikonsep kedai kuliner ini, pengunjung bisa menikmati aneka minuman sambil tukar wawasan dengan anggota Pokdarwis, tentang situs Wajakensis dan jajaran gua yang banyak terdapat di area situs.

Menurut sekretaris Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Wajakensis Jatipurbo, Abdul Kholik, di area situs Wajakensis ini terdapat sedikitnya 9 gua yang cukup menantang untuk dijelajahi.

"Berjarak sekitar 250 meter dari sini (sekretariat pokdarwis) terdapat dua gua yang lokasinya berdekatan. Yang pertama disebut Gua Suli dan yang kedua diberi nama Gua Wajak," ujar Kholik, Minggu (13/2/2023).

Gua Suli ini adalah yang disebut Kecil Site, lokasi penemuan fragmen tulang manusia dan fosil hewan. Menurut Kholik, tempat tersebut oleh masyarakat dinamakan Gua Suli karena dahulu pernah dijadikan tempat tinggal oleh seorang warga bernama Suli. Untuk menuju ke gua Suli, hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak, mendaki di kawasan hutan Jati.

Gua-Suli-a.jpgKenampakan lokasi situs Homo Wajakensis 1. (Foto: Dok. Tim Geoheritage Bappeda Tulungagung)

"Medannya lumayan menantang, cocok bagi pecinta alam dan orang-orang yang suka berpetualang," tutur Kholik.

Gua Suli ini memiliki kedalaman sekitar 10 meter, lebar mulut gua sekitar 6 meter dan tinggi kurang lebih 4 meter. Pada dinding gua banyak ditemukan fosil kerang yang menempel. Fosil binatang laut tersebut juga sering ditemukan diantara runtuhan batu dinding gua.

Lanjut Kholik, berjarak sekitar 15 meter dari gua Suli terdapat sebuah gua yang dinamakan gua Wajak. Posisi gua ini berada sedikit diatas gua Suli.

"Gua Wajak ini cukup unik, karena di mulut gua tumbuh sebatang pohon yang menurut saya langka, seakan menyangga dinding langit-langit gua," ungkapnya.

Setelah puas menjelajah dua gua tersebut, untuk menjelajah gua-gua selanjutnya pengunjung harus kembali ke pos sekretariat terlebih dulu. Lokasi 7 gua berikutnya berada di area situs Homo Wajakensis 2. Untuk menuju ke titik awal penjelajahan gua bisa ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Setelah itu dilanjutkan mendaki lereng perbukitan di kawasan hutan jati menuju gua-gua.

Menurut Kholik medan menuju gua-gua yang ada di kawasan situs Homo Wajakensis 1 lebih mudah dibandingkan medan dua gua sebelumnya.

"Disana ada Gua Jutul, gua ini memiliki dua mulut gua yang terhubung, panjang gua sekitar 20 meter. Kedua mulut gua berada di tebing menghadap ke barat," tutur Kholik.

Kholik melanjutkan, setelah Gua Jutul yang berarti tembus, ada Gua Karang Runtuh dan Gua Cinta. Penamaan gua Cinta ini merujuk dari bentuk mulut gua yang menyerupai lambang hati. 

"Berikutnya adalah gua Hoekgrot, yakni sebuah cerukan tempat ditemukannya fosil kerangka manusia Red Painted Skeleton," lanjutnya.

Selanjutnya ada Gua Dares yang menjadi sarang burung Dares atau burung hantu. Gua ini merupakan sebuah cerukan sedalam 5 meter dengan lebar sekitar 2 meter. Setelah itu ada gua Tembus, dinamakan gua tembus karena di langit-langit gua terdapat lubang yang menembus keatas.

Gua yang terakhir adalah gua Tatahan. Gua ini berbentuk segi empat dengan ukuran 1,5 x 2 meter, dengan kedalaman sekitar 14 meter. Gua ini merupakan gua buatan yang jika dilihat dari bekasnya, gua ini digali secara manual dengan cara ditatah. Namun sampai dengan saat ini belum ada kepastian  terkait fungsi dan peruntukkan gua tatahan ini di masa lalu.

"Ada yang bilang gua itu untuk bunker pengintaian, ada juga yang bilang itu sisa eksplorasi tambang marmer" ungkap Kholik.

Kholik menambahkan, selain 9 gua tersebut masih ada beberapa gua lain di area tebing Wajakensis tersebut. Namun akses menuju kesana cukup sulit karena berada di ketinggian. Saat ini Pokdarwis Wajakensis Jatipurbo tengah menyusun rencana pengembangan wisata di area tersebut dengan membuka jalur wisata susur gua. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES