Magic, Mistic, dan Unique Jadi Simbol Budaya Aliyan Banyuwangi

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Keindahan alam (Natural Beauty), keaslian (Originality), kelangkaan (Scarcity) dan keutuhan (Wholeness) semua terangkum dalam Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi. Jelang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023, Aliyan memilih simbol magic, mistic dan unique untuk memadatkan secara keseluruhan kekayaan yang dimilikinya.
Dengan terpilihnya Desa Aliyan mewakili Banyuwangi dalam ajang bergengsi Nasional ADWI 2023 bukan tanpa alasan. Untuk itu yuk kita telaah lebih dalam apa yang menjadi keunggulan Desa Aliyan yang layak masuk jajaran kategori Desa Wisata Budaya.
Advertisement
Tradisi
Tradisi yang menjadi ciri khas Desa Aliyan adalah Ritual Keboan. Ritus permohonan kelimpahan hasil bumi kepada Tuhan tersebut memiliki kisah panjang jika dijabarkan secara mendalam. Simak baik-baik kisahnya.
Wisata Gumuk Aliyan yang menyajikan pemandangan alam hamparan sawah tanaman padi dengan perbukitan yang masih asri. (FOTO: Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
Menurut cerita yang dipercaya masyarakat setempat, sebelum dinamai Desa Aliyan wilayah tersebut dikenal dengan nama Pendukuhan Karang Mukti. Karang yang berati Tanah dan Mukti yang berati subur di diami pertama kali oleh Ki Buyut dan Ni Buyut Wongso Kenongo beserta dua orang putranya yaitu Raden Pringgo dan Raden Pekik.
Sesuai dengan namanya, Dukuh Karang Mukti punya wilayah yang dipenuhi keberkahan yaitu tanah yang subur dengan hasil tani yang meruah. Pada suatu masa diperkirakan pada abad 18, Desa Aliyan diserang hama Wereng, Tikus dan wabah pageblug yang membuat hasil pertanian dukuh tersebut gagal panen
Karena merasa prihatin dengan keadaan tersebut, Ki Buyut Wongso Kenongo memohon petunjuk kepada Tuhan. Melalui sebuah mimpi atau wahyu, Ki Buyut Wongso Kenongo mendapat petunjuk untuk mengirim kedua putranya untuk bertirakat di hutan sekitar dukuh tersebut guna mengatasi masa sulit tersebut. Raden Pringgo melakukan tirakat di hutan barat dukuh yang saat ini dikenal sebagai Sukodono, sementara Raden Pekik melakukan tirakat di bagian selatan dukuh yang sekarang dikenal sebagai Gumuk Suko Pekik.
Setelah berminggu-minggu, kedua putra tersebut kembali dengan membawa pencerahan. Namun, mereka kembali dengan keadaan seperti orang gila atau kesurupan, kemudian menceburkan diri ke sawah layaknya kerbau atau kebo dengan berguling di atas lumpur. Setelah itu, kedua putra tersebut menyebut bila ingin meminta empat ikat padi jawa, anak pisang raja, janur kuning, dan bibit kelapa.
Dari cerita tersebut, ritual keboan pun tercipta. Pra-ritual Keboan sendiri didahului dengan upacara bersih desa, Manjer Kiling atau baling-balingan sawah, Sonjobareng, dan membangun sebuah gapura dari bambu di setiap pintu masuk dan keluar gang. Masyarakat Aliyan menyebutnya Lawang Kori. Lawang Kori nantinya akan dihiasi oleh hasil bumi seperti padi, pisang, tebu, kelapa, dan umbi-umbian yang menyimbolkan rasa syukur dan menjauhkan dari mara bahaya.
Dengan nilai gotong royong dan kebersamaan yang tinggi, Keboan Desa Aliyan yang dilaksanakan setiap bulan Suro penganggalan Jawa tersebut diakhiri atau pasca Ritual Keboan dengan pesta rakyat seminggu penuh dengan tampilan kesenian-kesenian Banyuwangi.
"Jadi ada tujuh dusun di Desa Aliyan, secara pergantian perharinya setiap dusun menyelenggarakan kesenian, seperti gandrung, kuntulan, angklung caruk, jaranan, janger dan lainya," ucap Kepala Desa (Kades) Aliyan, Anton Sujarwo, SE, Selasa (14/03/2023).
Selain tradisi Keboan, Desa Aliyan juga punya tradisi lain seperti Adat Punjari Kumoro, Gitikan, Tajen, Wayang Takul dan Gedogan yang saat ini pelaku adatnya sudah banyak yang meninggal dunia, meski begitu, terdapat Adat Tulupan warisan dari Mbah Buyut Ki Kidang Garinsing, yang saat ini lestari di Desa Aliyan.
Wisata Alam
Meskipun terkenal akan kemistisan, Desa Aliyan juga memiliki destinasi wisata alam yaitu Wisata Gumuk Aliyan (WGA). WGA menyuguhkan alam perbukitan dengan hamparan padi hijau bak permata zamrud sejauh mata memandang.
Air jernih mengalir seakan menyuguhkan penampilan ikan-ikan berenang kesana kemari, melalui jalan-jalan bambu yang dibuat masyarakat, kalian akan dibawa menikmati sejuknya angin sepoi dengan suasana pedesaan. Juga terdapat pondok guna tempat istirahat kala lelah menikmati suasana alam Aliyan.
Selain itu Desa Aliyan juga memiliki destinasi wisata yang bersejarah yaitu Dam Gembleng. Terletak di wilayah Dusun Damrejo, Dam atau bendungan tersebut dibangun pada masa kolonial Belanda pada tahun 1926, yang menjadi salah satu Dam tertua di Banyuwangi.
Dengan datang ke Dam Gembleng kalian bisa selfie-selfie sepuas hati dengan aneka warna Dam yang telah diwarnain menjadi spot yang Aestetic.
Kuliner
Karena hampir semua masyarakat Desa Aliyan adalah masyarakat asli Suku Osing, menjadikanya memiliki makanan khasnya sendiri, salah satu yang paling populer adalah Gule Menthok atau Gulai Entok. Gule Menthok punya cita rasa yang gurih dan nikmat, karena menggunakan bumbu rempah-rempah nusantara yang diracik tangan terampil ala generasi kegenarasi dari para leluhur Desa Aliyan. Gule menthok di sajikan dengan Ketupat atau lontong, saat Hari Raya Idul Fitri dan Ritual Keboan.
Kotok Burung Deluk, Jangan Sangar Welut (Belut), Pecel Sumpil atau kerang kecil yang biasa menempel dibatu, Sate Kul (keong sawah), Sate Menyambit (Biawak), Kare Kodok, Sambel Sere dengan kukusan daun Semanggi dan Jangan Leroban, yang lezat dan kuliner wajib dicoba saat mengunjungi Desa Aliyan.
Ritus Keboan yang mistic dan magic menjadi ciri khas sendiri dalam wisata adat budaya Desa Aliyan, selain itu unique dalam kulineran yang bisa memanjakan lidah kalian, yang suka makanan aroma dan rasa kuat penuh rempah nusantara.
"Semoga ADWI 2023 Desa Aliyan bisa meraih juara dalam kategori desa wisata budaya, segala langkah dan upaya akan terus kami lakukan untuk bisa memajukan kesejahteraan masyarakat," tegas Anton. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |