Melihat Benda Peninggalan Pangeran Diponegoro di Magelang
TIMESINDONESIA, MAGELANG – Nama Pangeran Diponegoro bagi masyarakat Magelang bukanlah nama asing. Salah satu Pahlawan Nasional yang dikenal kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan ini mempunyai nama asli, Pangeran Harya Dipanegara. Pangeran Diponegoro lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat, 17 November 1785 dan meninggal di Makassar, 8 Januari 1855 pada usia 69 tahun.
Ayah Pangeran Diponegoro adalah, Sultan Hamengkubuwono III, raja ke tiga Kesultanan Yogyakarta, sedangkan ibunya adalah istri selir, yang bernama R.A, Mangkarawati. Menyadari bahwa ibunya bukanlah seorang permaisuri, Diponegoro menolak keinginan ayahnya yang ingin mengangkatnya menjadi seorang raja.
Advertisement
Pangeran Diponegoro menjadi pemimpin perang melawan penjajah Belanda selama lima tahun di Jawa, kemudian perang tersebut lebih dikenal dengan sebutan Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang terjadi sejak 1825 sampai 1830. Meski hanya Lima tahun, namun Perang Diponegoro ini tercatat memakan korban terbanyak dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Pemerintah Belanda merasa kesulitan dalam menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro, hingga mengerahkan 23 ribu pasukan untuk menghadapi peperangan tersebut, namun demikian Diponegoro masih belum bisa dikalahkan. Hingga akhirnya Belanda menggunkana cara licik untuk menangkap Diponegoro.
Salah satu peninggalan Pangeran Diponegoro, kursi kayu jati yang dilengan kanan bawah, terdapat bekas guratan kuku Pangeran Diponegoro. (FOTO: Hermanto/TIMES Indonesia)
Pada 16 Februari 1830, Kolonel Cleerens menemui Pangeran Diponegoro di Remo, Bagelen, Purworejo, untuk melakukan sebuah perundingan. Kemudian pada 28 Maret 1830, Diponegoro bersedia bertemu dengan Letnan Gubernur Jendral Markus de Kock di sebuah tempat di Magelang (sekarang wisma keresidenan).
Namun di tempat itulah Diponegoro justru ditangkap dan kemudian dimasukkan ke dalam kereta untuk dibawa ke Batavia (sekarang Jakarta). Dari Batavia, Pangeran Diponegoro dikirim ke Manado dan akhirnya dibuang ke Makasar, hingga akhir hayatnya.
Mengenang Perjuangan Diponegoro
Untuk mengenang dan menghargai jasa pengorbanan Pangeran Diponegoro, tempat dimana Pangeran Diponegoro ditangkap dijadikan sebuah Museum. Bahkan di Alun-alun Kota Magelang, terdapat patung Pangeran Diponegoro tengah menaiki kudanya. Selain itu namanya juga diabadikan untuk sebuah nama jalan.
Museum itu, berada di, Jl. Pangeran Diponegoro, Magelang. Para pengunjung bisa melihatnya dengan gratis pada jam kerja, pukul 07.00 - 15.00 Wib, namun untuk Jumat, hanya sampai pukul, 14.00 Wib.
Dalam ruangan berukuran 10x10 Meter itu bisa dijumpai peninggalan Pangeran Diponegoro, antara lain,
1. Jubah dengan ukuran 1,57x1,35 Meter. Konon jubah tersebut kerap dikenakan oleh Pangeran Diponegoro. Setelah Diponegoro ditangkap, jubah yang terbuat dari kain santung dari Tiongkok itu kemudian diserahkan ke putra menantunya bernama Basah Mertonegoro.
2. Seperangkat meja dan kursi kayu jati. Salah satu kursinya terdapat bekas cakaran atau garukan kuku Diponegoro, di lengan kursi bagian kanan bawah. Hal itu terjadi karena kemarahan Diponegoro saat menyadari bahwa dirinya ditipu oleh Belanda.
3. Cangkir – cangkir yang dulu digunakan untuk minum. Ada dua buah teko yang berukuran kecil dan besar serta 7 buah cangkir putih milik Diponegoro.
4. Bale – bale yang digunakan oleh Diponegoro untuk shalat ketika di Brangkal, Gombong. Bale – bale itu beralas bambu yang dibelah. Sebelumnya benda tersebut disimpan oleh, Kyai Haji Syafei dari Brangkal.
5. Kitab Taqrib peninggalan Pangeran Diponegoro yang disimpan di dalam alamari kaca untuk menhindari kerusakan. Konon, kitab yang berisi tulisan arab gundul itu merupakan hasil karya Kiai Nur Iman dan diterjemahkan oleh Kiai Melangi dari Sleman.
6. Beberapa lukisan juga terdapat di dinding museum. Termasuk karya Raden Saleh yang menceritakan tentang penangkapan Pangeran Diponegoro.
Seiring berjalannya waktu, kini lokasi di mana museum Pangeran Diponegoro itu berada, sering digunakan sebagai tempat untuk melangsungkan pesta pernikahan. Karena pemandangan disekitar lokasi yang indah, didukung oleh suasana yang asri dan alami. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |