Wisata

Lantis Surfing School Menggeliat: Oase Baru di Pantai Selong Belanak

Senin, 15 Juli 2024 - 14:04 | 40.32k
Peserta didik Lantis Surfing School di Pantai Selong Belanak, Loteng, NTB. (Foto: Jafar/TIMES Indonesia)
Peserta didik Lantis Surfing School di Pantai Selong Belanak, Loteng, NTB. (Foto: Jafar/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, LOMBOK TENGAH – Dengan semangat yang menggelombang seperti lautan di mana mereka beraktifitas, Lantis Surfing School di Selong Belanak, Lombok Tengah, kini semakin menggeliat. Sejak berdiri pada Januari 2024, sekolah ini telah menarik minat para pecinta surfing, baik dari dalam maupun luar negeri.

Lantis Surfing School didukung oleh empat instruktur professional. Mereka adalah Jaya Saputra (32), Hamzet (32), Lalu Basri Suratman (34), dan Ali Asgar (29). 

Advertisement

Mereka menawarkan pengalaman belajar surfing atau berselancar yang komprehensif dengan harga yang sangat terjangkau. Untuk dua jam pertama, para wisatawan hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp350 ribu. 

Kelas dimulai dengan teori dasar sebelum melanjutkan ke praktik di ombak kecil dan besar, memastikan setiap murid mendapatkan pengalaman belajar yang aman dan menyenangkan.

Meskipun masih tergolong baru, Lantis Surfing School tidak gentar bersaing dengan sekolah surfing lain yang sudah lebih dulu berdiri. Sebaliknya, mereka justru semakin terpacu untuk memberikan yang terbaik.

Lantis-Surfing-School-di-Pantai-Selong-Belanak.jpg

Keempat instruktur yang berpengalaman ini telah berhasil mendidik lebih dari 100 murid, mulai dari anak-anak usia 8 tahun hingga orang dewasa berusia 35 tahun.

Sekolah ini menawarkan fleksibilitas bagi para pesertanya. Mereka yang belajar surfing bisa datang secara individu atau dalam kelompok keluarga. Tak heran, Lantis Surfing School telah menjadi pilihan utama bagi banyak wisatawan yang ingin menghabiskan liburan mereka dengan belajar surfing.

Dengan komitmen untuk terus berkembang dan memberikan pengalaman belajar yang tak terlupakan, Lantis Surfing School siap menjadikan Selong Belanak sebagai destinasi surfing unggulan di Lombok Tengah. 

"Kami berharap dapat terus berkembang dan menjadikan Lantis Surfing School sebagai rumah kedua bagi para pecinta surfing," ujar Jaya Saputra, salah satu instruktur utama.

Semangat dan dedikasi para instruktur Lantis Surfing School menjadi bukti nyata bahwa dengan kerja keras dan komitmen, mimpi untuk menjadi pusat belajar surfing terbaik di Lombok Tengah bukanlah hal yang mustahil. Dengan layanan berkualitas dan harga yang terjangkau, Lantis Surfing School siap menyambut lebih banyak murid di masa depan.

Lantis-Surfing-School-di-Pantai-Selong-Belanak-1.jpg


Sejarah Surfing Indonesia

Surfing atau berselancar di Indonesia telah berkembang pesat sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930-an. Bob Koke, seorang peselancar asal Amerika, menjadi orang pertama yang berselancar di Pantai Kuta, Bali, pada pertengahan hingga akhir 1930-an. Keberanian dan petualangan Bob Koke membuka jalan bagi para peselancar internasional untuk datang ke Indonesia.

Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, pantai-pantai selancar di Indonesia mulai menarik perhatian dunia berkat film selancar Morning of the Earth. Sejak itu, peselancar asing mulai berdatangan ke Bali, menjadikan pulau ini sebagai pusat surfing dunia. Olahraga ini kemudian menyebar ke lokasi-lokasi lain seperti Pulau Nias, G-Land di Jawa, dan Kepulauan Mentawai.

Tahun 2003 menjadi tonggak penting dengan diluncurkannya Indonesian Surfing Championships (ISC) oleh Tipi Jabrik. Edisi pertama kejuaraan ini digelar pada tahun 2004 bekerja sama dengan Quiksilver. Pada tahun 2007, surfing diakui sebagai olahraga oleh Komite Olimpiade Internasional dalam Asian Beach Games di Bali, menegaskan posisi Indonesia di peta surfing dunia.

Kemitraan penting terbentuk pada tahun 2008 antara ISC dan Coca-Cola Amatil Indonesia. Kolaborasi ini berlangsung hampir lima tahun, menghasilkan pembentukan Asian Surfing Championships (ASC) yang berawal dari kesuksesan ISC.

Lantis-Surfing-School-di-Pantai-Selong-Belanak-2.jpg

Pada tahun 2013, Rip Curl Cup diadakan di Padang Padang, Bali, dengan Mega Semadhi dari Pecatu keluar sebagai juara. Pada tahun yang sama, Bali menjadi tuan rumah Oakley Pro Bali, bagian dari tur dunia, memperkuat status Bali sebagai destinasi surfing kelas dunia.

Surfing telah menjadi industri bernilai jutaan dolar di Indonesia. Pendapatan dari surfing mencakup transportasi, akomodasi, makanan, hiburan, serta layanan dan produk surfing. Banyak komunitas pantai seperti Lakey Peak di Sumbawa, Pantai Sorake di Pulau Nias, dan Pantai Uluwatu di Bali bergantung pada surfing sebagai sumber mata pencaharian utama.

Merek-merek surfing internasional seperti Billabong, Quiksilver, dan Oakley menjalankan operasi mereka dari kantor pusat di Bali, dan pemerintah daerah rutin mengadakan kontes surfing ASC untuk mempromosikan ombak dan pantai mereka. Diperkirakan, bisnis surfing menghasilkan lebih dari setengah miliar dolar di Bali saja, mewakili lebih dari 10% pendapatan dari pariwisata.

Rizal Tanjung menjadi orang Indonesia pertama yang berkompetisi di World Qualifying Series (WQS). Ia memenangkan Kejuaraan Selancar Indonesia pada tahun 2002 dan 2006, serta disebut sebagai "Peselancar Asia yang Paling Dikenal" oleh majalah Transworld Surf. Rizal juga memiliki dua merek, Kurawa dan Rizt, dan tampil dalam banyak video selancar seperti "Loose Change" dan "Stranger Than Fiction".

Lantis-Surfing-School-di-Pantai-Selong-Belanak-3.jpg

Oney Anwar, peselancar asal Sumbawa, menjadi yang pertama dari pulau tersebut yang berkompetisi di WQS. Belajar berselancar di Lakey Peak dan bergabung dengan tim Rip Curl pada usia 10 tahun, Oney kemudian pindah ke Australia dalam program Rip Curl untuk peselancar muda. Kini, Oney dikenal secara internasional dan bercita-cita untuk memenuhi syarat masuk World Championship Tour (WCT).

Raditya Rondi telah mendominasi Kejuaraan Selancar Asia sejak didirikan pada tahun 2011, meraih gelar juara tiga tahun berturut-turut. Prestasi Raditya mengukuhkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan besar dalam dunia surfing.

Surfing di Indonesia bukan hanya sekadar olahraga, tetapi juga budaya yang mengakar dan memberikan dampak ekonomi signifikan. Dengan ombak yang menantang dan keindahan alam yang memukau, Indonesia terus menjadi surga bagi para peselancar dari seluruh dunia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES