TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Dunia peternakan kembali dihebohkan oleh virus Lumpy Skin Disease (LSD) mulai beberapa bulan lalu. Penyakit LSD sapi ini ditandai dengan munculnya sebuah benjolan pada kulit sapi dan kerbau, terutama pada bagian perut, leher serta punggung.
Berdasarkan Balai Besar Veteriner Wates, Virus LSD pada umumnya menyerang hewan ternak sapi dan kerbau. Sampai saat ini, belum ada laporan terkait penyakit tersebut menyerang kambing atau domba.
Selain ditandai adanya benjolan pada hewan ternak yang terinfeksi LSD, Sapi atau Kerbau akan mengalami demam, kehilangan nafsu makan, lesu dan mengalami penurunan produksi susu. Penyakit ini juga dapat menyebar melalui gigitan serangga seperti nyamuk dan lalat.
Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan-Kesmavet) Dispertan Kabupaten Banyuwangi, drh. Nanang Sugiharto mengatakan, hewan ternak yang terjangkit LSD bisa dilihat nyata dari bentuk fisiknya. Salah satu cirinya adalah terdapat benjolan keras pada kulit di hampir seluruh bagian tubuh ternak tersebut.
“Berdasarkan pengecekan lapangan, di wilayah Banyuwangi masih belum terdampak dan gejala-gejalanya belum juga ditemukan,” katanya, Senin, (15/5/2023).
Namun, masih Nanang, pihaknya menerima kabar bahwa di Kabupaten Jember sudah ada hewan ternak yang terkena LSD.
“Sekitar 4 ekor sapi di Jember yang terjangkit virus tersebut,” cetusnya.
Sebagai langkah pencegahan dan antisipasi LSD, Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Banyuwangi, Jawa Timur, menyiapkan vaksin sebagai salah satu langkah antisipasi penyebaran virus tersebut.
Nanang menyampaikan, bahwa pihaknya sudah menerima vaksin virus LSD sebanyak 700 dosis yang nantinya akan dibagikan sebagian kepada hewan ternak di kabupaten paling ujung timur Pulau Jawa. Terutama pada tiga wilayah yaitu, Kecamatan Licin, Kecamatan Purwoharjo, dan Kecamatan Tegaldlimo.
”Vaksin pertama untuk virus LSD ini kami utamakan bagi hewan ternak sapi perah,” ujarnya.
Menurutnya, sapi perah merupakan hewan ternak yang lebih rentan terkena virus dan tidak tahan penyakit. Karena itu, sasaran awal kepada sapi perah.
“Selain sapi perah juga menghasilkan susu, sapi perah juga memiliki harga ekonomi yang tinggi. Itu yang menjadi bahan pertimbangan,” ungkapnya.
Nanang juga meminta kepada masyarakat untuk memperhatikan kondisi kebersihan dan keamanan kandang. Pasalnya, hal itu sebagai langkah dasar dalam upaya pencegahan virus LSD yang bisa dilakukan. Kemudian, ia juga mengimbau kepada peternak di Bumi Blambangan. Apabila mengetahui tanda-tanda virus LSD, dapat segera melapor kepada petugas hewan setempat, supaya penyakit tersebut dapat dicegah penyebarannya.
“Jika ada tanda-tanda yang mengarah ke gejala klinis mirip seperti LSD, maka peternak diharap segera menghubungi petugas kesehatan hewan setempat,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Balai Besar Veteriner Wates menyebut, virus LSD dilaporkan pertama kali di Zambia, Afrika pada tahun 1929. Kemudian, penyakit tersebut menyebar di benua Afrika, Eropa dan Asia. Di tahun 2019, LSD dilaporkan di China dan India, lalu setahun setelahnya dilaporkan di Nepal, Myanmar dan Vietnam. Pada tahun 2021, LSD telah dilaporkan keberadaannya di Thailand, Kamboja dan Malaysia. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Lepas Keberangkatan 600 Jemaah Haji, Ini Pesan Bupati Bondowoso
Jelang Puncak Perayaan Waisak, Para Biksu Ambil Air Berkah di Umbul Jumprit Temanggung
Jamu Real Madrid di El Clasico, Hansi Flick Ingin Barcelona Tampil Dominan
Aksi Suporter di Laga Versus Bahrain Bikin PSSI Kena Sanksi FIFA
Resmi Dilantik, DMI Gresik Siap Optimalkan Pemberdayaan Masjid dan Perkuat Layanan Mualaf
Pesan Gus Nasrul di Masjid Agung Jepara: Indonesia Sedang Darurat Introspeksi Diri
Kemenag: Layanan Bus Shalawat Gratis, Jemaah Haji Diimbau Tak Beri Tip
Jemaah Haji Kota Banjar, Tertua 99 Tahun dan Termuda 18 Tahun
Polres Magetan Ungkap 3 Kasus Premanisme, Warga Diminta Tidak Takut Melapor
DPMPTSP Bontang Dukung UMKM Melalui Diseminasi dan Pendampingan Penerbitan NIB