TIMESINDONESIA, JAKARTA – Muncul kerusuhan dan penjarahan di Turki hingga menyebabkan upaya para pencari dan penyelamat korban gempa Turki terganggu.
Gempa berkekuatan 7,8 pada Senin lalu adalah yang paling dahsyat di Turki sejak 1939 dan jumlah korban tewas terus meningkat.
Sampai pukul 20.00 GMT waktu setempat, jumlah korban tewas melebihi 21.000 di Turki dan lebih dari 3.500 lainnya dipastikan tewas di Suriah, sehingga jumlah korban gempa Turki keseluruhan melebihi 25.000 orang.
Namun situasi keamanan di Turki Selatan bahkan dikabarkan makin memburuk, sampai-sampai para kelompok internasional ketakutan dan memilih menghentikan pencarian korban.
Terjadi bentrokan antara dua kelompok di Turki selatan dimana kelompok internasional ini tidak tahu identitas mereka. Petugas penyelamat Jerman dan tentara Austria memilih menghentikan operasi pencarian mereka. Selain itu juga dikabarkan adanya aksi penjarahan oleh sejumlah kelompok orang.
Sabtu pagi terjadi bentrok antarkelompok tak dikenal di provinsi Hatay telah menyebabkan puluhan personel dari Unit Penanggulangan Bencana Pasukan Austria mencari perlindungan di base camp dengan organisasi internasional lainnya.
"Ada peningkatan agresi antarfaksi di Turki," kata Letnan Kolonel Pierre Kugelweis dari Angkatan Bersenjata Austria dalam sebuah pernyataan.
"Peluang menyelamatkan nyawa tidak memiliki hubungan yang masuk akal dengan risiko keselamatan," kata dia.
Penilaian ini digaungkan oleh kelompok pencarian dan penyelamatan ISAR cabang Jerman, yang bersama dengan Badan Federal untuk Bantuan Teknis (TSW) Jerman, juga menangguhkan operasinya.
"Semakin banyak laporan bentrokan antara faksi yang berbeda, tembakan juga telah dilepaskan," kata juru bicara ISAR Stefan Heine.
Kementerian pertahanan Austria kemudian mengatakan bahwa tentara Turki telah turun tangan untuk menawarkan perlindungannya, membiarkan operasi penyelamatan mereka berlanjut. Tidak jelas apakah upaya penyelamatan Jerman kemudian dilanjutkan.
Presiden Turki, Recepk Toyyib Erdogan mengeluarkan ancaman akan menindak tegas berdasarkan Undang-undang Darurat kepada siapa saja berbuat melanggar hukum.
Presiden Turki itu, Kamis (9/2/2024) lalu, selama kunjungannya ke provinsi tenggara Gaziantep telah membuat pengumuman pemberlakuan keadaan darurat baru di 10 provinsi yang dilanda gempa Turki. Karenanya, negara akan ikut campur tangan terhadap segala bentuk gangguan keamanan, termasuk penjarahan di wilayah tersebut.
Erdogan juga mengatakan bahwa ada pula orang yang mencoba mengubah proses penyelamatan korban gempa ini menjadi penyalahgunaan politik, dan ia berjanji akan menggunakan pasal keadaan darurat untuk menghentikan menindak mereka.
Kerusuhan, bentrok antar kelompok dan penjarahan di Turki selatan itu telah mengganggu tim pencari dan penyelamat internasional yang kini sedang melakukan upaya memberi bantuan menemukan para korban gempa Turki. (*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Widodo Irianto |
Dihibur Gambyong Jreng, Komunitas Madiun Raya Gathering di Pasar Jadoel Ngegong
Berbobot 900 Kg, Sapi PO Anom Milik Peternak Pleret Bantul Juga Dibeli Presiden Prabowo
Pabrik Rokok Ilegal Diduga Milik Manajer Arema FC Akhirnya Digerebek Bea Cukai
Son Heung-min: Saatnya Tottenham Angkat Trofi, Seperti Harry Kane
752 Jemaah Haji Banyuwangi Berangkat, Bupati Ipuk Berikan Pesan Haru
Rupiah Tak Laku: Cermin Retak Ekonomi Kita
Dua Tahun Buron di Bali, Pelaku Kekerasan di Kawasan Wisata Banyuwangi Berhasil Ditangkap
Kecewa Insiden Pelemparan Bus Persik, Arema FC Pertimbangkan Tak Bermain di Kanjuruhan
Penerapan Kloter Berbasis Syarikah, PPIH Embarkasi Surabaya Minta Jemaah Haji Bersabar
Tottenham ke Final Liga Europa, Son Heung-min Termotivasi Harry Kane