Lewat Urban Farming, Dedy Setiawan Sulap Lahan Sempit Menjadi Bernilai Tinggi

TIMESINDONESIA, PONOROGO – Konsep urban farming ala Dedy Setiawan ini bisa jadi jawaban menyalurkan hobi bercocok tanam di lingkungan yang lahannya sempit dan di kawasan padat penduduk.
Di era modern dan teknologi canggih saat ini, Dedy memanfaatkan keterbatasan, lahan sempit menjadi sesuatu yang lebih berguna dan bernilai ekonomi tinggi. Lelaki 36 tahun ini pun hingga kini sudah menikmati hasilnya. ‘’Konsepnya itu urban farming, Jadi bertani itu tidak harus di sawah. Orang kota pun juga bisa melakukannya, di lingkungannya yang terbatas,’’ katanya.
Advertisement
Dengan model green house dan bertanam dengan teknik hidroponik, Dedy mengklaim ini merupakan teknik bertani satu-satunya di Ponorogo. Dia menyebut kelebihan dari sistem ini adalah tidak kotor, penggunaan air minim, penggunaan pestisida juga lebih sedikit yang berimbas pada kualitas hasil panen yang lebih menyehatkan.
‘’Kelebihannya lagi sistem ini satu tahun bisa empat sampai lima kali tanam, sedangkan yang konvensional mungkin cuma bisa dua kali,’’ katanya.
Saat ini dirinya sedang menanam buah melon. Dia menyebut bukan hanya melon yang bisa ditanam dengan sistem ini, bisa tomat, cabai, semangka dan masih banyak lagi. Mengapa dirinya sekarang berfokus ke melon saja. Karena ini merupakan investasi, jadi melon dipilih karena nilai ekonominya yang tinggi.
Itu pun bukan jenis melon biasa, ini merupakan jenis melon golden yang harganya dipasaran bisa mencapai lebih dari Rp 20 ribu per kilonya. ‘’Selain itu buahnya rasanya waktu dimakan lebih kres dibanding buah yang dibudidaya secara konvensional,’’ katanya.
Dedy menjelaskan dari mulai semai hingga panen memerlukan waktu 60-65 hari. Perawatannya pun hampir sama dengan yang konvensional di sawah. Perbedaanya media tanamnya di polybag berukuran 6 liter berisi batuan ziolit yang mirip kristal. Jadi tidak ada tanahnya sama sekali.
Selain itu perbedaan lainnya, pengairan mengunakan sistem fertigasi drip. Yaitu pipa-pipa air yang dihubungkan dengan selang kecil langsung ke tanamannya satu per satu. Keunggulannya bisa menghemat air dan pemberian nutrisi pada tanaman juga bisa lewat disitu dengan dilarutkan dan akan secara otomatis bisa menyebar ke tanaman.
‘’Hasilnya sangat memuaskan, berhitung secara investasi ini sangat menguntungkan. Cuma kendalanya masalah investasi di awal karena mungkin belum bisa menikmati. Kalau di sawah panen langsung menikmati keuntungannya. Kalau sistem hidroponik ini kembali modal sekitar satu tahun,’’ katanya.
Ihwal Dedy sampai terjun di bidang pertanian ini karena keprihatinannya dengan makanan sekarang yang banyak mengandung residu dari penyemprotan pestisida. Pria sarjana ekonomi tersebut, bertekat untuk memproduksi buah yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Dalam bertani dia juga dibantu oleh teman-temannya yang mempunyai basic pendidikan sarjana pertanian.
‘’Untuk pemasarannya kami sudah ada market, bahkan ada permintaan dari Bali untuk kebutuhan satu bulan itu 20 ton untuk menyuplai supermarket modern di sana,’’ ungkap Dedy Setiawan yang mengembangkan urban farming di Ponorogo ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : TIMES Ponorogo |