Formasi Desak Pemerintah Hentikan Kegaduhan Soal Harga Rokok

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Formasi (Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia) minta pemerintah tidak membuat kegaduhan bagi industri hasil tembakau (IHT) soal harga rokok di tengah beratnya dampak wabah Covid-19.
"Yang membuat kegaduhan itu justru Menteri Sosial Juliari Batubara melontarkan wacana harga rokok Rp 100.000 per bungkus," tegas Ketua Harian Formasi Heri Susianto di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (24/7/2020).
Advertisement
Pernyataan Mensos RI itu dinilai meresahkan IHT, pekerja, petani tembakau dan konsumen di tengah lesunya perekonomian selama pandemi Corona.
Selama pandemi, para IHT di Kota Malang berusaha bertahan di tengah kondisi yang sulit. Distribusi barang menjadi tersendat, daya beli masyarakat turun. Akan tetapi, mereka berusaha bertahan, tidak melakukan putus hubungan kerja. Dalam kondisi sekarang, pelaku usaha tetap membayar pekerjanya secara penuh.
Apalagi Presiden RI Jokowi sendiri sudah berpesan pada para menterinya jangan membuat pernyataan yang membuat gaduh selama pandemi Corona.
"Komentar dari Mensos jelas tidak kondusif bagi IHT. Terutama dalam upaya menjaga ketenangan dalam berusaha," katanya.
Menurut Heri, ketenangan berusaha sangat dituntut oleh pelaku usaha, termasuk IHT. Tujuannya agar tetap bisa eksis berusaha selama kondisi yang tidak mudah ini.
Wacana harga rokok Rp 100.000 per bungkus muncul menyusul wacana sebelumnya soal pemerintah memberi diskon rokok pelaku IHT lewat Perdirjen 37/2017 sehingga negara berpotensi kehilangan pendapatan yang besar.
Padahal dari sisi pelaku IHT, adanya Perdirjen tersebut tidak mengurangi kewajibannya ke negara dalam bentuk perpajakan, cukai, dan pajak daerah. Pelaku IHT tetap membayar cukai, PPN, dan pajak daerah dengan mengacu 100% dari HJE rokok.
Bagi pelaku IHT, wacana harga rokok Rp 100.000 per bungkus bisa memicu gelombang PHK. Yang harus dipahami, jika rokok dijual dengan harga Rp 100.000 per bungkus, maka hampir dipastikan IHT akan hancur karena produk IHT sangat sulit diserap pasar.
Akibatnya target peningkatan penerimaan negara akan terganggu. Intinya, peredaran rokok di lapangan di tengah harga rokok mahal, tidak akan berkurang. Rokok ilegal tetap marak karena sesuai dengan prinsip permintaan dan pasokan.
Dengan demikian, upaya mengurangi peredaran rokok di lapangan tidak tercapai. Di sisi lain upaya meningkatkan penerimaan negara juga gagal karena rokok ilegal tidak dikenakan pajak, cukai, dan pajak daerah.
Terkait bahwa anak-anak harus diawasi agar tidak mengonsumsi rokok, semua pihak tentu setuju, termasuk pelaku IHT.
Semua pihak, orang tua, sekolah, dan masyarakat juga pemerintah wajib untuk mengawasi agar rokok tidak dikonsumsi anak-anak.
Penyelesaian masalah prevalensi pengonsumsi rokok terhadap anak-anak merupakan pekerjaan rumah bersama, tidak hanya dari sisi fiskal.
Heri mengungkapkan kegaduhan akhir-akhir ini lantaran banyak orang dan institusi sembarangan berkomentar, padahal mereka kurang berkompeten terkait hal itu.
"Komentar-komentar itu sayangnya sering tidak kondusif yang berdampak pada upaya perbaikan yang bisa diterima bersama, baik IHT maupun pemerintah," tuturnya.
Karena itulah, ke depan, idealnya masalah IHT diurusi kementerian yang langsung berkaitan dengan industri itu, yakni Kementerian Keuangan terkait regulasi tarif cukai dan perpajakannya, juga Kementerian Perindustrian terkait dengan produksi.
Dengan cara itu, kegaduhan yang mestinya harus dihindari tidak lagi ada. Kebijakan pemerintah menjadi kondusif karena betul-betul ditangani institusi yang berwenang dan langsung berhubungan dengan IHT.
Industri, termasuk IHT, perlu kepastian berusaha. Sehingga kebijakan terkait cukai rokok biarlah ditangani oleh ahlinya. "Tentu saja semua pihak boleh memberikan masukan dengan cara-cara yang elegan dan kondusif, bukan dengan memaksakan pendapat yang seolah-olah pendapat itu paling benar dan harus diimplementasikan pemerintah," ujar Ketua Harian Formasi Heri Susianto. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |