Perjalanan Terjal Widyapratama Lanjutkan Bisnis Kopi Aroma di Bandung

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Menjalani bisnis kopi selama berpuluh-puluh tahun bukanlah hal yang mudah bagi Widyapratama. Pemilik Kopi Aroma yang berada di jalan Banceuy 51, Bandung ini mengakui membutuhkan ketekunan dan kesabaran hingga bisa bertahan sampai sekarang.
Sebagai anak tunggal, Widyapratama merupakan satu-satunya penerus generasi kedua bisnis mendiang ayahnya Tan Houw Sian yang sudah beroperasi sejak 1930.
Advertisement
"Awalnya kopi Aroma didirikan oleh ayah saya Tan Houw Sian pada tahun 1930. Karena saya anak tunggal, mau ngga mau jadi tukang kopi," ucap pria berusia 73 tahun ini.
Mokka Arabica salah satu produk andalan Kopi Aroma di jalan Banceuy 51, Bandung. (Foto: Instagram/kopiaromaofficial)
Kini Kopi Aroma yang dikelolanya sudah menginjak 92 tahun. Tepatnya, kata dia, pada 11 September pekan lalu.
Ia lalu mengais ingatannya tentang pengalamannya saat duduk di bangku kuliah. Kala itu dirinya mengaku sedih ketika melihat teman-temannya bisa menikmati masa kuliahnya, sementara dirinya harus bekerja sebagai tukang kopi.
"Dulu waktu jadi mahasiswa tahun 1971 saya sedih karena saat teman-teman mengisi waktunya untuk bermain, sedangkan saya harus kerja. Saya harus nyangrai kopi, kenek tukang kopi, nganter kopi," ungkapnya saat diwawancarai TIMES Indonesia di pabrik kopinya.
Semasa kuliahnya, Widyapratama ketika itu hanya bisa mengikuti perkuliahan satu kali saja dalam sehari. Meski begitu, pada akhirnya ia mampu menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung.
Sosok pria yang penuh semangat ini mengatakan pentingnya perencanaan dalam berbisnis. Bahkan sejak didirikan oleh mendiang ayahnya, Kopi Aroma tak pernah bertambah atau berkurang karyawannya.
Konsumen sedang membeli Kopi Aroma di jalan Banceuy 51, Bandung. (Foto: Instagram/kopiaromaofficial)
Sampai saat ini jumlah karyawan Kopi Aroma masih berjumlah 13 orang dari dulu sampai sekarang. Tak bisa lebih atau kurang. Karena seven M-nya harus balance yaitu Men, Money, Material, Machine, Matters, Market, dan Management.
"Tak bisa market diperbesar manajemennya, bahan bakunya jelek. Karena di sini Arabika masih ditunggu 8 tahun dan Robusta 5 tahun masih FIFO - first in first out," jelas pria yang memiliki tiga anak ini.
Ia lalu menjelaskan proses pembuatan kopinya yang dilakukan secara tradisional. Meski pengerjaanya memakan waktu lama, tapi hasilnya bagi dia memuaskan. Hal itu dilakukannya agar kualitas kopi terjaga dan ramah lingkungan.
"Pengarangannya atau roastingannya di sini masih kayu karet dua jam memakai limbah kayu karet. Kalau kuliah semesternya lama. Beda dengan semester pendek sekarang hanya 9-10 menit selesai. Kalau sekarang orang maunya cepat yang gampang seperti kopi sachet. Kalau ini masih yang kuno pelanggannya penikmat kopi semua," jelas Widyapratama.
Dalam menjalani bisnis kopi ini, jelas dia, harus benar-benar menguasai semua aspek baik dari bahan baku sampai barang jadi. Pengolahannya pun anpa bahan kimia.
"Karena hidup itu harus jujur karena kalau kita meninggal yang ditanya bukan jumlah kekayaan kita. Tapi dari mana untuk apa. Harus yakin kalau hidup," ucap pria yang pernah menjadi dosen UNPAD pada tahun 1978.
Dalam menjalani bisnisnya, Widyapratama tak pernah melupakan pesan yang disampaikan ayahnya agar selalu bekerja keras dan menjadi orang yang jujur. Ia juga berharap ada generasi ketiga yang mau melanjutkan bisnis kopinya.
"Anak saya ada tiga, yang akan menjadi generasi ketiga dari usaha saya ini. Tujuannya supaya orang-orang bisa menikmati kopi yang benar-benar sehat. Karena ini (Kopi Aroma) kalau diminum tanpa sarapan aman tidak kembung perutnya," imbuhnya di toko Kopi Aroma, Bandung. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |