Ekonomi

Soal Larangan Pakaian Bekas Impor, Pelaku Usaha Thrifting Sebut Pemerintah Kurang Bijak

Jumat, 17 Maret 2023 - 14:51 | 86.53k
Ilustrasi thrifting atau pakaian bekas impor. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Ilustrasi thrifting atau pakaian bekas impor. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Pelaku thrifting atau penjual pakaian bekas impor di Kota Malang mempertanyakan kebijakan pemerintah soal larangan jual beli pakaian bekas impor di Indonesia.

Salah satu pelaku thrifting Kota Malang, Rizky Adam menyebut perintah tak bijak dalam memberikan larangan yang melukai para pelaku-pelaku bisnis Thrifting di Indonesia.

"Menurut saya jauh dari kata bijak, karena banyak sisi yang harus di bedah dan ini larangannya tidak jelas," ujar Rizky, Jumat (17/3/2023).

Sebab, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam melihat usaha pakaian bekas impor ini. Rizky mengungkapkan, bahwa meski soal pakaian Thrifting yang dinilai ilegal, namun ada pula yang legal dan mereka turut merasakan dampaknya.

"Ini terlalu dini, karena dari keluhan mungkin produk lokal atau brand lain yang merasa dirugikan, akhirnya pemerintah mengeluarkan larangan itu," ungkapnya.

Dua sisi yang perlu dipahami, soal pakaian bekas impor yang ilegal memang berasal dari bal-bal atau karung dengan tumpukan pakaian dari luar negeri masuk secara ilegal di Indonesia.

Hal itu, menurut Rizky sah-sah saja jika dilarang. Namun, jika melihat bisnisnya, para pelaku tak melulu membawa produk pakaian bekas impor dari bal-bal ilegal tersebut.

Ada pula, pakaian bekas dari tangan pribadi orang ke orang atau biasa disebut pre-loved dan hal itu tak bisa dianggap ilegal.

"Misal pakaian kita, kita punya stok beli baju koleksi barang, terus kita jual ke orang lain. Apakah itu termasuk dalam konteks yang dilarang. Menurut saya Thrifting bukan melulu barang yang keluar dari bal impor. Kalau yang bal mau dilarang ya ikut pemerintah saja, karena ilegal, tapi kalau barang pribadi di jual bagaimana," ungkapnya.

Apalagi, banyak barang-barang kolektor pakaian luar negeri yang secara pribadi juga diperjual belikan dan mereka tak mendapatkan barang tersebut melalui bal impor.

"Dampaknya ya sekarang bagaimana teman-teman (pelaku bisnis Thrifting) mulai kesulitan mencari barang. Jadi aturan itu harus rinci, jangan dipermukaan saja," tegasnya.

Rizky pun membeberkan, bagaimana pakaian bekas impor di Indonesia sendiri memang memiliki segmen tertentu yang cukup kuat. Terlebih, barang-barang tersebut terlihat ekslusif dengan kualitas bagus dan tak ada duanya.

"Pemerintah harus spesifikasi, jangan pukul rata. Saat ini barang Thrifting juga dianggap ekslusif oleh sebagian orang, karena gak ada pembandingnya dengan brand lainnya serta memiliki story tersendiri," imbuhnya.

Sementara, soal sindiran Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki terkait penjualan pakaian bekas impor yang merugikan produk fashion lokal, dia juga mempertanyakan terkait kualitas yang ada. Perbaikan kualitas produk dalam negeri dan pemasaran perlu diperhatikan dulu.

Selain itu, Rizky mengungkapkan, konsumen juga tidak bisa dipaksakan untuk membeli barang dalam negeri yang menurutnya, kebanyakan kualitasnya masih kurang.

"Kalau mereka memang istilahnya harus membeli produk lokal dan sebagainya, tapi dari segi kualitas dan harga belum cocok di kantong oleh konsumen. Kita juga tidak bisa memaksakan karena punya segmen masing-masing," tuturnya.

Di Kota Malang sendiri diperkirakan ada ratusan penjual pakaian bekas impor baik yang berjualan secara offline dan online. Menurutnya, keberadaan para penjual pakaian thrift juga untuk mengurangi limbah fashion. 

"Pemerintah harus lebih spesifik terkait larangan thrifting itu seperti apa. Pengurangan limbah fashion lokal sendiri sebenarnya dari pengolahan baju bekas juga," tandasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES