Ekonomi

Rupiah Diprediksi Menguat Usai Tarif Resiprokal AS Diumumkan

Jumat, 04 April 2025 - 10:17 | 33.07k
Petugas menyusun uang dolar AS dan rupiah di Bank Syariah Indonesia (BSI), Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/2/2025). (FOTO: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.)
Petugas menyusun uang dolar AS dan rupiah di Bank Syariah Indonesia (BSI), Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/2/2025). (FOTO: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai rupiah akan kembali menguat setelah mengalami pelemahan dalam waktu singkat akibat pengumuman tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump.

“Dalam kondisi seperti sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan melemahnya rupiah adalah hal yang lumrah. Rupiah akan berada dalam kondisi overshoot, yaitu pelemahan yang cepat dalam waktu pendek, sebelum akhirnya kembali menguat pada keseimbangan baru,” ujar Fakhrul di Jakarta, Jumat (4/4/2025).

Advertisement

Pelemahan rupiah terjadi setelah kebijakan tarif resiprokal AS diumumkan. Mulai 2 April 2025, AS menerapkan tarif dasar 10 persen ditambah tambahan 32 persen untuk sejumlah produk asal Indonesia. Namun, Fakhrul menilai kebijakan ini bukan akhir dari segalanya.

Fakhrul memandang, pemerintah RI sebaiknya tidak reaktif dan melakukan tindakan balasan yang terlalu cepat.

Dia melihat pola kebijakan Trump yang lebih mengandalkan strategi Carrot and Stick, di mana tarif baru ini bisa menjadi awal dari negosiasi bilateral antara AS dan Indonesia.

“Negosiasi bilateral antarnegara terkait perdagangan adalah hal yang selanjutnya akan dilakukan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kondisi dunia sekarang ini mulai mengalami perubahan dengan terjadinya pelemahan multilateralisme. Ke depannya, perjanjian kerja sama ekonomi akan lebih banyak dilakukan langsung antar negara atau bilateral.

“Dalam kondisi seperti sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar rupiah adalah hal yang lumrah terjadi dan rupiah akan berada dalam kondisi overshoot (pelemahan yang cepat dalam waktu pendek), untuk kemudian kembali menguat pada keseimbangan baru,” katanya.

Untuk mencapai keseimbangan baru yang lebih kuat, Fakhrul merekomendasikan beberapa langkah kepada pemerintah Indonesia, seperti: realokasi anggaran untuk meningkatkan perputaran ekonomi dalam negeri, komunikasi efektif kepada masyarakat dan pasar keuangan terkait kebijakan ekonomi, serta mengurangi ketergantungan ekonomi pada pasar global dengan memperkuat ketahanan pangan, energi, dan kesehatan.

“Isu ketahanan pangan, energi dan kesehatan menjadi hal penting terkait dengan meningkatnya tensi perang dagang," ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa tantangan perang dagang dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperoleh pasar baru di sektor tekstil, alas kaki, furnitur, komponen otomotif, dan nikel di AS.

Fakhrul menyarankan Indonesia tetap netral dalam menghadapi dinamika global dengan memperkuat hubungan dengan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Ke depannya, Indonesia harus tetap menjaga posisi netral dengan terus membangun relasi kepada berbagai negara, baik itu BRICS ataupun OECD untuk bisa memaksimalkan dampak positif untuk perekonomian Indonesia,” katanya.

Fakhrul juga menyoroti pasar keuangan setelah adanya penurunan nilai indeks saham beberapa waktu lalu. Ia mengimbau kepada para investor untuk tidak takut atas sentimen baru soal perang dagang.

“Karena 80 persen dari situasi ini sudah priced in (terprediksi)di pasar. Kalau tak ada aral melintang, seharusnya kita bisa mulai melirik kesempatan yang muncul dari pasar saham yang telah murah,” ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES