Kisah Sukses Petani Milenial di Malang Budidaya Melon dari Kebun Greenhouse

TIMESINDONESIA, MALANG – Beberapa kalangan milenial yang sukses menggeluti pertanian bermunculan di Kabupaten Malang. Para petani milenial ini tak hanya bermodalkan minat, melainkan pula banyak mengandalkan kemauan dan pengetahuan.
Sejumlah petani milenial yang terbilang sukses di usia muda ini, lebih banyak menekuni budidaya tanaman hortikultura dan perkebunan. Paling banyak budidaya melon, ada juga yang memilih menekuni komoditi kopi.
Advertisement
Maulana Elang Putra (24), pemuda asal Desa Kalirejo, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang, salah satu contohnya. Keputusan dari kata hati untuk memilih dan beralih ke dunia pertanian, bidang yang sejak kecil menarik minatnya, kini berbuah hasil nyata.
Elang kini mengelola green house miliknya, yang berukuran 16 x 40 meter, di desanya sendiri. Di tempat ini ia menanam melon varietas Intanon. Dengan media tanam tanah (soil), kebun melon miliknya bisa menampung hingga 1.250 bibit tanaman.
Yunus Tinus Hartanto (24), petani milenial dari Desa Kebobang Wonosari Kabupaten Malang, dengan mimpi nyata sukses budidaya melon organik yang ditekuninya. (Foto: Amin/TIMES Indonesia)
Dari hasil panen, ia berhasil memproduksi sekitar 1.875 kilogram melon dan meraup pendapatan sekitar Rp 35,6 juta, dengan harga jual rata-rata Rp19.000 per kilogram.
“Sejak kecil Saya memang sudah ingin jadi petani. Hidup di daerah pertanian, Saya merasa bidang ini masih punya banyak peluang,” ungkap Elang.
Keputusan menekuni budidaya melon tersebut, dapat membawanya melanjutkan studi di Universitas Islam Malang, Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis, sejak 2020 sampai 2024. Kini, tidak hanya kuliah, ia juga terjun langsung mengelola pertanian secara mandiri.
Menariknya, usaha green house ini tercetus dari hasil diskusi bersama saudaranya. Elang bertekad, jika kelak usahanya sukses dikelola secara swadaya dan mandiri murni.
“Ini usaha murni kami sendiri. Sekarang menjadi aktivitas produktif saya sehari-hari,” tuturnya.
Selain berwirausaha, Elang aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan. Ia tercatat sebagai pengurus Gerakan Pemuda Ansor di desanya, juga menjabat Wakil Bendahara KNPI Kecamatan Kalipare. Tak ketinggalan, menjadi Wakil Ketua Pemuda Tani setempat.
Semua aktivitas ini menunjukkan komitmennya terhadap pemberdayaan pemuda desa.
Ke depan, Elang punya harapan besar, berencana menambah jumlah green house 3 sampai 5 unit.
"Dengan begitu, sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga sekitar. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan meneruskan pertanian Indonesia?” pesannya.
Kisah lainnya, ada pada Yunus Tinus Hartanto (24), petani muda dari Desa Kebobang Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Tinggal di daerah yang berada di ketinggian kurang lebih 800 Mdpl, tak menyurutkan tekad dan usaha petani milenial ini.
Yunus menyampaikan, usaha budidaya melon dirintis sejak tahun 2021 hingga hari ini bersama ayahnya, dan sudah mendapatkan banyak keuntungan mencapai jutaan rupiah.
Hasil melon ini dari greenhouse, dengan luas lahan total sekitar 600 m2, yang bisa ditanami total 1800 tanaman. Berbagai varietas melon, mulai dari melon madu (honey globe), Rangipo, Golden aroma, sesuai masa tanam masing-masing.
Apa yang sudah didapatkan ini dianggapnya sebagai berkah rezeki. Namun begitu, Yunus tetap berkeinginan menggerakkan petani muda di lingkungannya yang ingin menangani serius tanaman produktif ini.
"Dalam setahun bisa menghasilkan 8 kali panen dengan metode 8 periode tanam, dengan berat rerata 250 kilogram sekali panen," kata Yunus.
Kali ini Yunus terus bergerilya untuk mengembangkan budidaya melon metode greenhouse yang ia mulai sejak 2 tahun silam. Ia pun mengajak para pemuda untuk belajar menanam melon.
"Ada beberapa pemuda yang mau ikut untuk belajar menanam melon di sini," imbuhnya.
Tamatan SMK ini mengaku tak menyerah untuk menekuni bidang pertanian jenis buah tersebut, meski diakuinya masih ada beberapa kendala dalam penanaman dan pendistribusian. Juga, kurangnya lahan yang berakibat kurangnya produktifitas hasil panen dan lahan edukasi.
Kisah Elang Putra dan Yunus Tinus tersebut menjadi bukti, bahwa bertani bukan sekadar pilihan terakhir atau terpaksa, melainkan pilihan berani untuk meraih masa depan yang mandiri dan berkelanjutan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |