Gaya Hidup

11 Seniman Bandung Pamerkan Karyanya Lewat ‘Free Kick’

Minggu, 13 November 2022 - 04:22 | 57.17k
Seorang pengunjung sedang mengamati karya lukis milik seniman Mufti Priyanka berjudul 'Hamil Duluan Karena Kumpul Kebo' di Gedung Pusat Kebudayaan Bandung. (FOTO: Megha/TIMES Indonesia)
Seorang pengunjung sedang mengamati karya lukis milik seniman Mufti Priyanka berjudul 'Hamil Duluan Karena Kumpul Kebo' di Gedung Pusat Kebudayaan Bandung. (FOTO: Megha/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Sebanyak 11 seniman Bandung menggelar pameran bertajuk 'Free Kick' di Gedung Pusat Kebudayaan, Jalan Naripan, Kota Bandung.

Kesebelas perupa Bandung yang terlibat dalam pameran tersebut yaitu, Eko Bambang Wisnu, Eris Lungguh, Iwan Ismael, John Martono, Mariam Sofrina, Mufti Priyanka, Nesar Eesar, Prabu Perdana, Tommy Aditama Putra, Toni Antonius, dan Yogie A Ginanjar.

Kurator pameran, AA Nurjaman menyebut pameran ini layaknya sebuah pertandingan sepak bola, dan kesebelas seniman diibaratkan sedang melakukan tendangan bebas ke gawang lawan yang melakukan pelanggaran.

Lebih lanjut ia menambahkan, pameran ini dimaksudkan untuk mengembalikan idealisasi seniman secara personal.

Sudut-Pasar-Suniaraja.jpg

Karya lukis milik seniman Mariam Sofrina berjudul 'Sudut Pasar Suniaraja' di Gedung Pusat Kebudayaan Bandung. (FOTO: Megha/TIMES Indonesia)

“Pameran ini tidak bermaksud menekankan kepada satu titik hasil perjuangan, tetapi paling tidak secara politis ini suatu peringatan ‘Free Kick’ terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap ekspresi idealisasi kaum seniman,” ucapnya Sabtu (12/11/2022).

Tema ‘Free Kick’ sendiri menurut AA, berarti tendangan bebas ke gawang lawan yang melakukan pelanggaran. Lawan yang dimaksud adalah wacana seni rupa yang dewasa ini tengah menapaki jalur yang tidak seharusnya, yaitu jalur yang selalu didoktrin oleh pihak pasar.

“Wujud karya bukan lagi ungkapan logika perasaan seniman, tetapi logika pasar. Pasar menjadi pihak penguasa terhadap hidup matinya seniman,” paparnya.

Game-Trail-Series.jpg

Karya lukis milik seniman Iwan Ismael berjudul 'Game Trail Series' di Gedung Pusat Kebudayaan Bandung. (FOTO: Megha/TIMES Indonesia)

Melalui pameran ini, jelas AA para seniman diibaratkan sedang menendang idealisnya ke gawang pasar untuk membangunkan kesadaran, bahwa hanya karya-karya yang berasal dari gagasan murnilah yang layak untuk digolkan di ranah wacana seni.

Senada dengan hal itu, Asisten Isa Perkasa menambahkan pameran ini diselenggarakan salah satunya untuk membangun kembali para seniman Bandung yang terseok oleh pandemi Covid-19. Sehingga diharapkan pameran ini bisa membangkitkan kembali semangat para seniman Bandung untuk berkarya seperti sebelumnya.

“Dan sekarang seniman-seniman Bandung sedang kembali bangkit untuk menghidupkan suasana Bandung kembali ke masa-masa lalu,” ujar Isa kepada TIMES Indonesia di Gedung Pusat Kebudayaan, di Jalan Naripan, Bandung.

Dalam pameran ini juga ungkap Isa melibatkan sejumlah perupa dari berbagai latar belakang yang berbeda, baik secara akademis maupun non akademis.

“Yang ikut dalam pameran ini di antaranya ada yang dari alumni ITB, alumni UPI, alumni ISBI, dan ada yang dari non akademik,” jelasnya.

Dalam karya Lukisan Mariam Sofrina, “Sudut Pasar Suniaraja”, (2017), terlihat bangunan tua kosong dan seram dengan warna yang cenderung gelap, yang menandakan sudah lama ditinggalkan para pedagang. Di belakangnya nampak bangunan gedung yang lebih tinggi dan nampak bersih dengan cat berwarna ‘krem’ sehingga nampak lebih menonjol.

Karya ini merupakan suatu bahasa yang mengusik jiwa manusia akan keberadaan pasar-pasar tradisional yang kini tergantikan oleh bangunan-bangunan mewah dan sistem perbelanjaan yang menawarkan kemudahan-kemudahan.

Namun bagi Mariam, seni murni ‘fine art’ ibarat still foto yang hendak menangkap dan membekukan aneka peristiwa yang senantiasa berlari. Dalam arti, the prosaic adalah bermacam ‘presentasi’ realitas, sedangkan the poetic’ adalah aneka upaya ‘re-presentasi’ realitas (Mandoki, 2007).

Sementara itu, Iwan Ismael melalui karyanya “Game Trail Series” (2021) yang mengkritisi permainan anak-anak di masa kontemporer, antara lain, bermain balon-balonan bergambar tokoh Mickey Mouse, bermain dadu, seorang anak yang bosan menatap gadget dan lain sebagainya.

Mereka telah kehilangan beragam jenis permainan tradisional seperti ‘sapintrong’ (bermain tali), ‘ucing-ucingan’ (petak umpet), ‘panggal’ (gasing), ‘maen bal’ (sepak bola)  dan lain sebagainya yang justru mengasah keterampilan dalam kebersamaan.

Permainan modern justru mengarah ke permainan individual. Dewasa ini anak-anak sudah masuk ke ranah permainan industri modern yang setiap saat dikejar-kejar peralatan canggih yang menawarkan fitur-fitur baru.

Pameran 11 seniman Bandung yang mengusung tema ‘Free Kick’ ini berlangsung dari 11-19 November 2022 di Gedung Pusat Kebudayaan, di Jalan Naripan, Kota Bandung. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES