Gaya Hidup

PSG UB: Kesetaraan Gender di Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Rabu, 03 Januari 2024 - 13:53 | 48.52k
Acara talkshow bertajuk Kenali Femisida Lebih Lanjut: Akhir Kekerasan Terhadap Perempuan?' Rabu (3/1/2024). (FOTO: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
Acara talkshow bertajuk Kenali Femisida Lebih Lanjut: Akhir Kekerasan Terhadap Perempuan?' Rabu (3/1/2024). (FOTO: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Brawijaya (UB) menilai kesetaraan gender di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Hal ini tercermin dari masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia.  Baik di lingkup pendidikan maupun lingkungan yang lainya. Bahkan tak jarang kekerasan tersebut berujung ke pembunuhan, baik secara fisik maupun karakter.

Untuk memperdalam pengetahuan dan mencari solusi atas kasus kekerasan terhadap perempuan yang masih marak terjadi, PSG UB bersama dengan Program Magister Kajian Wanita (PMKW) Fakultas Hukum UB dan Asosiasi Pusat Studi Wanita Wanita/Gender dan Anak Indonesia (ASWGI) menggelar acara talkshow bertajuk 'Kenali Femisida Lebih Lanjut: Akhir Kekerasan Terhadap Perempuan?' Rabu (3/1/2024).

Advertisement

Dalam acara ini hadir dia narasumber, yakni Komisioner KOMNAS Perempuan, Dr. dr. retty Ratnawati, M.Sc dan Kanit PPA Polresta Malang, AKP Tri Nawangsari.

Ketua PSG UB, Dr. Lilik Wahyuni, M.Pd mengatakan, kekerasan terhadap perempuan merupakan permasalahan besar yang harus terus mendapatkan perhatian dan diselesaikan.

"Di sini kita memperjuangan kesetaraan gender. Kesetaraan gender bukan memperjuangkan perempuan. Tapi kesetaraan. Dimana tidak ada pihak yang dimarginalkan. Semua mempunyai kesamaan dan kesetaraan," ucapnya.

Dia mengungkapkan, dalam beberapa riset yang dilakukan, rata-rata lelaki lebih cuek atau bahkan menganggap tidak ada permasalahan tentang kesetaraan gender. Sehingga tidak mencari jalan keluar atas permasalah  yang banyak dialami perempuan tersebut.

"Masalah gender di Indonesia tidak sedang baik-baik saja karena semua menganggap baik-baik saja. Ini yang harus kita selesaikan. Ketidaksetraaan gender itu berdampak pada masyarakat dan lingkungan," kata dia.

Pihaknya pun mengajak seluruh komponen untuk lebih peduli terhadap masalah kesetaraan gender. Dengan begitu, tidak ada lagi wanita yang termarginalkan, atau dianggap menjadi sebuah objek untuk melampiaskan kemarahan atau hal buruk lainya.

Komisioner Komnas Perempuan, Dr. dr. retty Ratnawati, M.Sc  menerangkan, femisida didefinisikan sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.

Femisida memiliki muatan yang berbeda dari pembunuhan biasa karena mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, agresi atau opresi. Femisida bukanlah kematian sebagaimana umumnya melainkan produk budaya patriarkis dan misoginis dan terjadi baik di ranah privat, komunitas maupun negara.

"Femisida sebagai bentuk kekerasan sadistik yang senyap di Indonesia, masih diperlakukan sebagai tindak pidana umum," ujarnya.

Fakta itu diperkuat dengan kesenjangan yang lebar antara tingginya angka kasus pembunuhan terhadap perempuan dan kerangka hukum dan kebijakan nasional yang mengatur Femisida.

"Sehingga untuk memperjuangkan hal ini, perlu dukungan banyak pihak. Baik pemerintah melalui kebijakan,  dan pihak lain yang berkesinambungan," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES