Gaya Hidup

Dibebaskan untuk Bersaksi: Menerangi Dunia Lewat Hidup yang Bermakna

Minggu, 29 Juni 2025 - 07:12 | 40.25k
Ilustrasi
Ilustrasi
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Ada momen-momen dalam hidup ketika kita merasa terbelenggu. Mungkin bukan dalam penjara berdinding batu seperti yang dialami Petrus dalam Kisah Para Rasul (Kis 12:6-7), tetapi dalam bentuk lain: kecemasan yang membelenggu pikiran, trauma masa lalu yang menahan langkah, atau sistem sosial yang membuat kita merasa tak berdaya.

Namun, dari balik segala keterbatasan itu, selalu ada harapan. Seperti yang terjadi pada Petrus, ketika dalam gelapnya malam, cahaya malaikat Tuhan datang dan membebaskannya.

Advertisement

Bukan untuk melarikan diri dari tantangan hidup, melainkan untuk kembali menjalani perutusan yang lebih besar: menjadi saksi kasih, kebenaran, dan pengharapan di tengah dunia.

Dua Jalan, Satu Tujuan

Hari ini, dalam tradisi Gereja Katolik, diperingati Hari Raya Santo Petrus dan Paulus—dua sosok yang sangat berbeda latar belakang, tetapi satu dalam misi.

Petrus, sang nelayan dari Galilea. Sosok sederhana, terkadang impulsif dan rapuh, namun memiliki ketulusan hati dan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Di sisi lain, Paulus—seorang intelektual, dulunya seorang penganiaya, yang kemudian mengalami transformasi besar hingga menjadi rasul yang mewartakan kabar baik ke berbagai penjuru dunia.

Dua karakter. Dua perjalanan spiritual. Namun satu panggilan yang sama: menjadi batu karang bagi sesama. Menjadi pembawa damai. Menjadi suara bagi mereka yang tak bersuara.

Saat Kita Ditanya: Siapakah Aku bagi Mu?

Dalam Mat 16:15, Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?”  Dan Petrus menjawab dengan lantang: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”

Jawaban ini bukan hanya pengakuan iman, tetapi juga deklarasi keberanian. Sebuah langkah menuju tanggung jawab baru: menjadi pemimpin, penggembala, dan pelayan kasih bagi sesama.

Pertanyaan itu juga sampai kepada kita hari ini—apapun latar keyakinan kita:
Siapakah kasih itu bagi kita?
Siapakah kebenaran itu dalam hidup kita?
Dan, kepada apa kita diutus hari ini?

Makna Pembebasan di Tengah Dunia Modern

Di dunia yang penuh tekanan sosial, kebisingan media, dan rutinitas yang melenakan, pembebasan bukan selalu soal rantai fisik. 

Lebih sering, kita justru diikat oleh hal-hal yang tak terlihat: rasa takut akan masa depan, kecemasan finansial, luka emosional, hingga sikap apatis terhadap penderitaan orang lain.

Namun, seperti Petrus dan Paulus, setiap kita punya kesempatan untuk dibebaskan. Tuhan mengutus “malaikat-malaikat kecil” dalam hidup kita: bisa lewat sahabat yang peduli, keluarga yang menguatkan, atau momen-momen kontemplasi yang menghadirkan kedamaian baru.

Menjadi Saksi Kasih di Era Kini

Kita memang tidak sedang diadili seperti Paulus. Kita juga tidak terbelenggu rantai seperti Petrus. Tapi kita tetap diundang: untuk menjadi saksi. Untuk menjadi pembawa kabar baik dalam lingkup kehidupan kita masing-masing.

Menjadi pribadi yang mampu mendengarkan.
Menjadi pelipur lara bagi yang berduka.
Menjadi lilin kecil yang menerangi sudut gelap dunia di sekitar kita.

Dan yang paling penting, menjadi versi terbaik dari diri sendiri—yang hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk memberi makna bagi sesama.

Jadi… untuk apa kita dibebaskan hari ini?

Jawabannya: Agar kita bisa berjalan bersama orang lain, memberi harapan, dan menjadi bagian dari cerita besar tentang kasih yang tak pernah usai. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES