Hukum dan Kriminal

Merosot, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Posisi 110

Rabu, 08 Februari 2023 - 19:58 | 54.78k
Ilustrasi tahanan KPK. (FOTO: Humas KPK)
Ilustrasi tahanan KPK. (FOTO: Humas KPK)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi para pelaku tindak pidana korupsi, membuat kemunduran pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan anjloknya peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang saat ini berada di posisi 110 dari 180 negara. Padahal tahun sebelumnya dari laporan Transparency International, Indonesia berada di peringkat 96.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM (Universitas Gadjah Mada), Yuris Rezha Kurniawan mengatakan anjloknya IPK Indonesia merupakan kemunduran dalam sejarah pemberantasan korupsi pasca reformasi.

Kemunduran pemberantasan korupsi ini juga disebabkan kekeliruan pemerintah dan DPR dalam merancang strategi pemberantasan korupsi.

“Terlihat dari pelemahan KPK lewat revisi UU KPK dan pengisian pimpinan yang bermasalah memiliki andil yang cukup besar terhadap penurunan IPK," ungkapnya, Rabu (8/2/2023).

Terkait soal penegak hukum, menurut Yuris bangsa Indonesia masih memiliki problem serius. Dibuktikan dengan indikator world justice project masih jauh di bawah rata-rata. Namun beberapa penanganan kasus korupsi besar oleh kejaksaan perlu diapresiasi, tetapi ternyata juga belum optimal untuk mengembalikan aset besar dari hasil korupsi.

Ditambah lembaga Kepolisian dan MA juga sedang digoyang oleh kasus di internal masing-masing.

“Sementara kerja-kerja KPK hari ini juga tidak begitu banyak bisa diharapkan. Artinya, perlu ada perbaikan yang fundamental di sisi penegak hukum," jelasnya.

Lembaga Kepolisian dan Mahkamah Agung menurutnya perlu diperkuat lagi pengawasannya sehingga tidak terjadi lagi berbagai penyalahgunaan kewenangan. Adapun posisi KPK semestinya harus dikembalikan seperti dulu lagi. Sebab, dengan adanya KPK yang kuat, mekanisme pengawasan di level jabatan tinggi termasuk pengawasan praktik koruptif pada institusi penegak hukum lainnya akan berjalan lebih efektif.

Menurut Yuris, jika melihat ke belakang, berdirinya KPK di awal tahun 2000an memiliki dampak yang cukup positif dengan mengatrol IPK dari tahun ke tahun. "Sebaliknya, pasca KPK dibredel, mulai ada penurunan IPK. Karena tidak ada lagi lembaga pengawas yang ditakuti oleh pejabat di level elit," tegasnya.

Selain itu yang perlu dicermati, tren penurunan IPK indonesia itu berasal dari masifnya korupsi politik dan dunia bisnis. Korupsi yang melibatkan pejabat di level elit dalam penyusunan kebijakan. Sungguh sangat disayangkan, pengawasan di sisi ini tidak disentuh sama sekali.

“Memang, pemerintah sudah mengupayakan pencegahan korupsi melalui digitalisasi atau kemudahan perizinan. Namun, saya merasa itu formulasi yang keliru karena hanya dapat menyasar pada level korupsi kecil-kecilan," imbuhnya.

Yuris berpandangan, korupsi politik dan korupsi kebijakan di level pejabat tinggi selama ini tidak tersentuh. Oleh karena itu, beberapa kasus korupsi akhir-akhir ini menunjukan bagaimana pembuatan kebijakan di level nasional dengan sangat mudah diatur berdasarkan relasi bisnis para pejabatnya.

“Anehnya, fenomena ini justru terjadi saat pemerintah sedang menggenjot investasi besar-besaran. Tentu ini juga patut dipertanyakan, apakah mungkin ada investor melakukan investasi di negara dengan tingkat korupsi politik yang semakin memburuk," tuturnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES