Hukum dan Kriminal

JCW Pertanyakan Kejari Sidoarjo SP3 Dugaan Kredit Macet 200 Miliar Bos Empire Palace dan BTN

Selasa, 02 April 2024 - 16:05 | 62.36k
Sigit Imam Basuki, Ketua Umum Java Corruption Watch (JCW) saat mendatangi Kejaksaan Negeri Sidoarjo (Foto: dok JCW)
Sigit Imam Basuki, Ketua Umum Java Corruption Watch (JCW) saat mendatangi Kejaksaan Negeri Sidoarjo (Foto: dok JCW)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SIDOARJOJava Corruption Watch (JCW) mempertanyakan Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo atas dugaan penyalahgunaan keuangan negara oleh PT Blauran Cahaya Mulia (BCM). 

PT BCM mendapat fasilitas kredit investasi refinancing dari PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Tbk sebesar Rp. 200 miliar tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga kredit investasi refinancing itu macet.

Advertisement

Kepada TIMES Indonesia, Sigit Imam Basuki, Ketua Umum Java Corruption Watch (JCW) awalnya mengapresiasi atas langkah tim Kejari Sidoarjo yang mengungkap kasus ini dan dirilis kepada media di kota Delta.

"Tahun 2022 lalu, Kejari Sidoarjo merilis kasus ini melalui Kepala Seksi atau Kasi Intelijen saat itu, Pak Aditya Rakatama. Kejari Sidoarjo menegaskan akan jika ada dugaan penyalahgunaan keuangan negara senilai Rp. 200 miliar yang dilakukan PT BCM. Tapi saat ini malah sudah di SP3 kan, itu yang kami pertanyakan, apa alasannya," kata Sigit, Selasa (2/4/2024). 

Kasus yang menyeret Direktur PT BCM Trisulowati alias Chin-Chin dan Komisaris Utama, Gunawan Angka Widjadja ini dugaanya ada penyalahgunaan keuangan negara senilai 200 Miliar sangat besar. Publik perlu tahu kenapa Kejari Sidoarjo menghentikan penyidikannya.

"Publik Sidoarjo tau siapa Chin-Chin, Bos atau pemilik gedung mewah Empire Palace Surabaya dan suaminya Gunawan Angka Widjadja. Kita awalnya dibuat surprise, Kejari Sidoarjo berhasil mengungkap kasus kredit macet yang nilainya ratusan miliar. Namun endingnya SP3, ada apa ini?, kami menduga ada aroma suap dalam terbitnya SP3 tersebut," ungkapnya.

Lebih lanjut Sigit menganggap aneh terbitnya SP3 oleh tim penyidik Kejari Sidoarjo ini. Sebab bagaimana kasus dari penyelidikan naik kepenyidikan sudah melalui beberapa proses. Artinya apa kalo masih dalam penyelidikan, pengumpulan alat bukti. Jika sudah naik ke penyidikan artinya sudah tinggal menetapkan tersangka. 

"Nah ini ketika dinaikkan ke penyidikan malah dihentikan alias di SP3 kan kasusnya oleh Kejari Sidoarjo. Ini menjadi aneh gimana kerja profesionalisme Kejari Sidoarjo dalam penegakan hukum, kami pertanyakan itu," tegasnya. 

Dijabarkan oleh Sigit, dalam ketentuan pasal 14 RUU hukum acara pidana secara tegas disebutkan bahwa penyidik berwenang menghentikan penyidikan karena Nebis in idem; Sudah lewat waktu; tidak ada pengaduan pada tindak pidana aduan; Undang-undang atau pasal yang menjadi dasar tuntutan sudah dicabut atau tidak mempunyai daya berdasarkan putusan pengadilan.

"Ada faktor apa hingga tim penyidik Kejari Sidoarjo menghentikan alias SP3 kan kasus 200 miliar ini.  Ingat Bank BTN itu plat merah, jangan sampai negara dirugikan kembali oleh ulah, oknum-oknum yang mengeruk keuntungan pribadi," paparnya.

"JCW berjanji akan mengawal kasus ini hingga membawa ke pusat dalam hal ini Jaksa Agung, ST Burhanuddin harus mengetahui apa yang terjadi di daerah terkait dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang ditangani anak buahnya. Apalagi menyangkut mega korupsi dengan nilai hingga ratusan miliar," sambung Sigit.

Sementara di berita yang beredar, penyidik Kejari Sidoarjo menghentikan Penyidikan Kasus dugaan korupsi kredit PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Tbk terkait refinancing kredit kepada PT Blauran Cahaya Mulia (BCM) senilai Rp 200 miliar. 

Kajari Sidoarjo Roy Rovalino Herudiansyah, SH., MH ketika dikonfirmasi melalui juru bicara Kasi Intelijen Kejari Sidoarjo Andrie D Subianto, SH., MH membenarkan adanya pengehentian kasus yang ditangani tersebut.

"Iya benar, penyidikan kami hentikan karena tak cukup bukti, kami keluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," ucap Andrie Dwi Subianto, yang ditujuk sebagai juru bicara Kejari Sidoarjo Jumat (27/10/2023) lalu.

Andrie menjelaskan, penghentian penyidikan itu dilakukan setelah tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sidoarjo yang dipimpin oleh Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo John Franky Yanafia Ariandi, SH., MH melakukan pemeriksaan pendalaman atas kasus tersebut. Setelah dilakukan ekspose atau gelar perkara internal bersama pimpinan perkara tersebut tidak cukup bukti untuk dilanjutkan. Sehingga, perkara tersebut dihentikan penyidikannya.

"Berdasarkan fakta hasil penyidikan yang ditemukan bahwa pencairan kredit BTN kepada PT Blauran Cahaya Mulia (BCM) senilai Rp 200 miliar sudah sesuai aturan dan dipergunakan sesuai dengan peruntukan. Bahwa kredit investasi yang diberikan BTN kepada PT BCM tersebut memang dipergunakan untuk membiayai kembali (refinancing) objek yang sudah ada, bukan untuk membiayai proses pembangunannya. Jadi kredit tersebut digunakan memang sesuai peruntukan," jelasnya.

Andrie menambahkan, terkait jaminan atas kredit tersebut terdiri dari 29 bidang sertifikat senilai lebih dari Rp 783,4 miliar berdasarkan appraisal tahun 2014. Artinya, jaminan kredit terkait fasilitas kredit investasi-refinancing BTN Sidoarjo sebesar Rp200 miliar rasionya lebih 400 persen dari nilai kreditnya.

"Jaminan itu lebih besar dari kredit yang diajukan," ungkap Andrie yang menjabat Kasi Intelijen itu.

Sementara terkait pembayaran kredit, Andrie menjelaskan, awalnya saat dilakukan penyelidikan oleh seksi Intelijen terkait kredit tersebut berada kolektiibilitas 3 (kurang lancar). Sebab, pihak PT BCM sempat mengalami permasalahan pembayaran.

Dalam proses penyelidikan itu sempat terdapat indikasi kredit tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Namun, setelah naik ke penyidikan di Pidsus dan penyidik telah melakukan serangkaian tindakan ternyata kredit tersebut digunakan sesuai peruntukannya.

Terkait status kolektibikitas kredit, hal itu dikarenakan adanya pandemi Covid-19. "Ternyata dengan adanya pandemi Covid-19 itu diperbolehkan secara aturan ada dispensasi keterlambatan pembayaran Angsuran Kredit," paparnya.

Saat berada di penyidikan itulah, semua fakta didapatkan dan pihak BTN juga memberikan semua dokumen yang dibutuhkan penyidik. Termasuk pihak BTN telah melakukan tindakan restrukturisasi terhadap kredit tersebut.

"Saat penyidikan itu status kredit sudah kollektiibitas 1 atau kredit berstatus lancar. Sehingga berdasarkan pertimbangan dan fakta semua itu, maka penyidik tidak menemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan kasus tersebut. Sehingga, berdasarkan pasal 109 ayat 2 KUHAP, perkara tersebut dihentikan," pungkasnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES