Hukum dan Kriminal

Kasus Hukum Jawa Pos Muncul karena Konsekuensi Penertiban Aset

Minggu, 13 Juli 2025 - 13:08 | 12.63k
Graha Pena Jawa Pos. (FOTO: www.grahapenajawapos.com)
Graha Pena Jawa Pos. (FOTO: www.grahapenajawapos.com)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Sengketa hukum Jawa Pos dengan Dahlan Iskan dan Nany Wijaya adalah murni kasus hukum terkait penertiban aset. Proses di pengadilan sama sekali tidak terkait dengan pengingkaran jika Dahlan Iskan adalah orang yang berperan besar dalam pengembangan Jawa Pos di masa-masa awal pengelolaannya. 

Penegasan itu disampaikan oleh Hidayat Jati, Direktur Jawa Pos holding, saat dihubungi kemarin. Menurut Jati,  hampir semua persoalan legal Jawa Pos terkait pihak lain adalah bagian dari upaya pemulihan dan penertiban aset.

Advertisement

"Seperti semua aksi korporasi, direksi harus merapikan pembukuan dan menjaga tata kelola perusahaan, dalam memastikan kejelasan status kepemilikan asetnya," tambah Jati, Minggu (13/7/2025).

Apalagi ada momen penting dan strategis yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, yakni pemerintah merilis kebijakan tax amnesty pada  tahun 2016. 

Hasil dari Tax Amnesty itu sudah masuk Laporan Keuangan (LK) yang diaudit resmi yang disahkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Jawa Pos. Pada RUPS tersebut, keputusan pemegang saham bulat.

Dalam proses penertiban aset tersebut, diakui Jati, ada beberapa aset yang bersinggungan dengan kepemilikan dan transaksi atas nama /pihak lain, termasuk Dahlan Iskan.

"Namun, berkat pendekatan yang baik, upaya penertiban di aset-aset Pak Dahlan itu yang prosesnya tadinya rumit, sebagian besar bisa diselesaikan dengan damai dan baik-baik kok," tegasnya. 

Salah satu proses pengalihan aset yang bisa diselesaikan secara damai adalah mengenai kewajiban Dahlan Iskan yang timbul pada perusahaan seputar investasi pribadi Dahlan Iskan pada proyek PLTU di Kaltim.

"Jalan keluarnya dengan menjumpakan kewajiban tersebut dengan saham beliau," jelasnya. Begitu juga dengan penertiban aset proyek pribadi Dahlan Iskan di bidang pengolahan nanas.

"Jadi tidak hanya soal PT Dharma Nyata, tapi menyangkut sejumlah aset dan transaksi di masa lalu, dan sebagian besar berlangsung sesuai prosedur dan kedua belah pihak bisa menemukan kesepemahaman, sehingga tercapai kompromi dengan damai," tambahnya.

Jati menyatakan, pilihan melakukan upaya hukum adalah keputusan yang berat dan dipertimbangkan masak-masak oleh direksi. "Sebab, aset Jawa Pos harus diselamatkan dan hukum harus dipatuhi," tegasnya. 

Kenapa banyak sekali aset JP yang status kepemilikannya harus ditertibkan? Jati mengungkapkan, banyaknya persoalan aset di Jawa Pos terjadi karena di masa lalu, saat Jawa Pos di era kepemimpinan Dahlan Iskan, banyak menggunakan praktek nominee, menitipkan aset/saham pada nama direksi. 

"Ini dilakukan karena pada era Soeharto, industri media harus punya SIUPP dan izin itu harus atas nama pribadi," jelasnya.

Sangat disayangkan, praktik itu masih diteruskan di era pasca Soeharto (di mana media sudah tidak wajib punya SIUPP).

Nah, sejak wafatnya pendiri perusahaan Bapak Eric Samola akhir tahun 2000, dilakukan upaya-upaya penertiban aset Jawa Pos. 

"Pada awal 2001, pemegang saham mayoritas Jawa Pos sudah mendorong adanya upaya balik nama," sebutnya. Karena jumlah aset sangat banyak dan berlokasi menyebar, upaya itu ternyata tidak mudah.

"Memakan waktu lama. Ada yang bisa diselesaikan dengan kesepakatan , tapi ada yang tersisa dan bahkan jadi sengketa hukum," tambahnya.

Begitu juga dengan aset yang di dalamnya ada nama Bapak Dahlan Iskan. "Kewajiban Pak
Dahlan Iskan pada Jawa Pos itu sangat materil jumlahnya. Tapi setelah ada pendekatan, semua sepakat dikompensasikan dengan saham beliau. Inilah mengapa saham Pak Dahlan Iskan sejumlah 3.8 persen di Jawa Pos," terang Jati.

Terkait sengketa aset yang melibatkan PT Dharma Nyata, Jati menjelaskan, semua mantan direksi Jawa Pos tahu betul bahwa aset itu bukan punya mereka dan ada upaya Jawa Pos untuk dilakukan balik nama sejak 2001.

"Banyak sekali bukti-bukti yg valid tentang ini," tegasnya. Bahkan PT Dharma Nyata bertahun-tahun rutin bayar dividen ke JP. 

"Tapi, sejak 2017 tiba-tiba stop, itu sejak NW (Nany Wijaya,red) dicopot dari holding. Makanya, aset PT Dharma Nyata harus Jawa Pos selamatkan," tegasnya.

Meskipun tegas dalam menempuh proses hukum, Jati menyatakan, Jawa Pos selalu siap bernegosiasi dengan Dahlan Iskan asal dengan niat baik dan berdasar fakta hukum. 

"Kami selalu terbuka untuk itu, karena kami sadar, jika tidak paham betul atas duduk perkara hukum yang ada, akan mudah muncul salah persepsi," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES