Tantangan Globalisasi dan Dekadensi Moral: Peran Penting Pendidikan Karakter Mandiri

TIMESINDONESIA, MALANG – Dunia pendidikan saat ini tengah menghadapi tantangan besar yang dipicu oleh gempuran globalisasi di berbagai bidang. Dekadensi moral dan gaya hidup instan menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan, terutama di kalangan remaja. Berbagai kasus kekerasan antar kelompok pelajar, penyerangan antar geng, perundungan, pergaulan bebas, penyalahgunaan alkohol, hingga narkoba, adalah sebagian kecil dari problematika yang mengancam generasi muda. Fenomena ini tidak hanya meresahkan orang tua, tetapi juga menambah beban pendidikan dalam upaya membentuk karakter anak bangsa.
Generasi muda yang saat ini berada di usia sekolah menengah pertama hingga perguruan tinggi merupakan harapan masa depan bangsa. Pada usia ini, mereka seharusnya sedang membangun cita-cita besar yang akan mengarahkan masa depan mereka. Namun, di tengah derasnya pengaruh negatif globalisasi, mereka sering kali terjebak dalam pilihan yang merugikan, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Advertisement
Pemerintah juga telah menyadari bahwa tantangan dalam membentuk karakter generasi penerus sangatlah besar. Mereka merumuskan tiga agenda utama dalam membangun bangsa yang bermartabat. Pertama, bagaimana mendirikan negara yang disegani di kancah internasional. Kedua, mengangkat peradaban bangsa di berbagai bidang kehidupan. Ketiga, membentuk karakter bangsa yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan ini, peran pendidikan menjadi sangat krusial. Pelaku pendidikan harus lebih giat dalam mempersiapkan generasi muda agar mampu bersaing di era globalisasi, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai positif. Salah satu solusi yang diharapkan adalah melalui pendidikan karakter, terutama karakter mandiri. Karakter mandiri adalah fondasi yang membentuk individu yang bertanggung jawab atas keputusan dan pilihannya, tanpa bergantung pada orang lain.
Pendidikan karakter mandiri tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga melalui kegiatan di luar jam pembelajaran formal. Salah satu bentuk pendidikan non-formal yang berperan penting dalam pembentukan karakter ini adalah kegiatan kepanduan, seperti Pramuka dan Hizbul Wathan. Kedua kegiatan ini menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah-sekolah formal, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun Muhammadiyah. Kegiatan kepanduan ini dilakukan secara rutin, sistematis, terjadwal, dan berkesinambungan, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Melihat pentingnya peran pendidikan karakter mandiri, Samsul Hidayat yang merupakan salah satu mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang melakukan kajian dan penelitian terkait studi lintas kasus di SMP Muhammadiyah 1 Magetan dan SMP Negeri 1 Barat Magetan. Ia menjelaskan bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk memahami bagaimana karakter mandiri berbasis kepanduan diterapkan di sekolah-sekolah tersebut. SMP Muhammadiyah 1 Magetan dipilih karena telah berdiri sejak tahun 1950 dan mengalami peningkatan jumlah siswa yang signifikan dalam satu dekade terakhir. Sementara itu, SMP Negeri 1 Barat dipilih karena prestasinya di bidang akademik dan non-akademik, serta perannya dalam mengembangkan kegiatan Pramuka di sekolah formal.
Menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data dari sumber primer dan sekunder. Wawancara langsung, observasi, dan dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat. Samsul mendapati bahwa karakter mandiri yang dibentuk melalui kepanduan mencakup kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan kemampuan berkomunikasi. Kegiatan kepanduan seperti latihan sandi morse, tali-menali, dan semaphore bertujuan untuk melatih kemandirian dan keterampilan komunikasi siswa.
Salah satu bentuk nyata penerapan karakter mandiri dalam kepanduan adalah melalui kegiatan perkemahan. Kegiatan ini tidak hanya melatih keterampilan fisik dan mental, tetapi juga menjadi momen refleksi spiritual melalui tafakkur dan tadabbur alam. Latihan-latihan ini dilakukan secara teratur dengan berpedoman pada buku panduan yang telah disusun secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan melihat manfaat besar yang dihasilkan dari kegiatan kepanduan, diharapkan sekolah-sekolah lebih memperhatikan kegiatan ekstrakurikuler ini. Kegiatan seperti Pramuka dan Hizbul Wathan terbukti mampu memberikan dampak positif bagi pembentukan karakter siswa, baik secara personal maupun kelembagaan. Oleh karena itu, kegiatan ini perlu mendapatkan dukungan penuh, baik dari pihak sekolah, orang tua, maupun masyarakat.
Selain itu Samsul juga memberikan pesan bagi pengurus daerah dan cabang Hizbul Wathan serta Pramuka untuk lebih proaktif dalam meningkatkan kualitas pelatih dan pembina kepanduan. Dengan pembinaan yang lebih baik, diharapkan kualitas siswa juga akan meningkat, sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tangguh, mandiri, dan berdaya saing tinggi.
Dukungan masyarakat juga menjadi kunci penting dalam suksesnya penerapan kegiatan kepanduan di sekolah. Orang tua perlu memberikan ruang dan kesempatan kepada anak-anak mereka untuk mengaplikasikan nilai-nilai kepanduan dalam kehidupan sehari-hari. Kolaborasi antara sekolah dan masyarakat akan memastikan bahwa nilai-nilai yang diajarkan dalam kegiatan kepanduan dapat terus terjaga dan diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan siswa.
***
*) Oleh: Samsul Hidayat, mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
*) Tulisan ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |