Indonesia Positif

Mulia, Tiga Doktor dari UWG Malang Mengajar di Sekolah Dasar Terpencil

Kamis, 13 Mei 2021 - 18:40 | 29.71k
Doktor UWG mengajar SD. adalah Dr. Lukman Hakim, SH. MH., dan Dr. Zahir Rusyad, SH. MH. jg dekan FH UWG (Dr. Purnawan Dwikora Negara., SH. MH. (FOTO: AJP TIMES Indonesia)
Doktor UWG mengajar SD. adalah Dr. Lukman Hakim, SH. MH., dan Dr. Zahir Rusyad, SH. MH. jg dekan FH UWG (Dr. Purnawan Dwikora Negara., SH. MH. (FOTO: AJP TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Tiga Doktor dari UWG Malang turun gunung, mereka mengajar siswa SD di Desa Taji, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. 

Ketiga Doktor tersebut adalah Dr. Purnawan Dwikora Negara, SH, MH; al ustadz Dr. Lukman Hakim, SH, MHum dan sang pengacara Dr. Zahir Rusyad, SH, MHum.

Advertisement

Mengajar siswa SD merupakan program yang pertama kali dilaksanakan pada Bulan Ramadhan Tahun 2021, bersamaan dengan Dies Natalis ke-50 tahun Kampus Inovasi Universitas Widyagama Malang ini. 

Kegiatan ini dirancang akan menjadi program unggulan tahunan fakultas yang punya jargon Legal Spirit ini. “Kami ingin memberikan dan memiliki makna lebih dimata masyarakat,” demikian kata Purnawan.

“Sebagai lembaga pendidikan tinggi, Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang memandang perlu bahwa memberikan sentuhan spirit cita-cita pada anak-anak sekolah, terutama di desa terpencil. Bukan hanya gurunya, namun banyak orang di luar sana yang mampu meraih cita-cita tingginya, setidaknya dapat menjadi kenangan alam bahwa sadar siswa untuk selalu mengingatnya,” imbuh dekan yang kerap disapa Pupung ini. 

Tanggal 28 dan 29 April 2021 adalah moment pertama tiga doktor FH UWG ini tampil di hadapan sisa-siswi Sekolah Dasar Taji I Kecamatan Jabung Kabupaten Malang, sebuah sekolah di Kawasan terpencil perbatasan antara Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan Kabupaten Pasuruan.

“Dua hari pertama memberikan kesan yang luar biasa. Bukan hanya bagi kami, tetapi juga bagi para siswa dan sekolah. Ada harapan dari sekolah kami akan kembali lagi dan ini sudah menjadi komitmen kami. Setelah lebaran kami akan kembali, tentunya menyesuaikan program sekolah,” jelas Yoes, panggilan akrab untuk Dr. Zahir Rusyad, SH, MHum. Kegiatan yang melibatkan siswa  kelas V (16 siswa) dan VI (7 siswa) ini memperoleh sambutan yang antusias  dan mendapat dukungan sepenuhnya dari Kepala Sekolah, Khoirul Huda serta Kepala Desa Taji, Didin Siswanto.


Ide mengajar anak-anak sekolah dasar dan di desa terpencil ini muncul atas dasar pandangan bahwa memberi dasar pemahaman hukum kepada siswa sekolah dasar sangatlah penting, namun  tidak mengajar tentang teks undang-undang, tetapi melalui pendidikan budi pekerti. “Janganlah memandang remeh pendidikan budi pekerti bagi anak-anak pada usia (amat) dini sebagai bagian dari pendidikan hukum,” tekan Purnawan.

“Perilaku disiplin, antri, jujur, menghormati teman, kesantunan, adalah contoh-contoh pendidikan hukum yang par exellence. Maka, pendidikan hukum yang ideal adalah yang langsung menohok substansi perilaku, tanpa perlu menyebut kata “hukum” sama sekali. Menyuruh anak- anak membaca teks undang-undang adalah pendidikan hukum yang buruk,” beber Lukman Hakim.

“Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dapat diajarkan kepada anak-anak, tetapi bukan dengan membaca teks. Memberikan alasan substansial kepada anak-anak mengapa harus antri, jujur, dan sebagainya, sangatlah esensi. Kita jangan mengajarkan perintah dan larangan dengan mengutip teks undang-undang. Ajarkanlah budi pekerti hukum, bukan teks hukum. Tampilkan perilaku manusia, bukan undang-undang,” tambah Lukman.
 

FH-UWG menengarai belakangan ini perilaku-perilaku yang mengarah pada keterpurukan, keambrukan (collapse) hukum semakin menguat di depan mata. Kita membutuhkan cara-cara progresif untuk membangkitkan bangsa ini dari keterpurukan itu. Cara itu adalah dengan mereparasi perilaku buruk manusia Indonesia. Memberi dasar perilaku budi pekerti pada siswa SD menjadi penting. Manusia Indonesia perlu diobati lebih dulu dari aneka penyakit mentalitas menerabas, tidak menghargai mutu, ingin cepat berhasil tanpa usaha, enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, dan lain-lain.

“Langkah teraputik inilah yang ditransformasikan menjadi pendidikan hukum substansial (budi pekerti), sebelum masuk ke pernak-pernik perundang-undangan, prosedur, sistem dan sebagainya.
Materi pengajaran yang disampaikan secara sederhana seperti misalnya mengajarkan cara menghormat orang tua dengan cara mencium tangan yang benar, tidak menaruh di kening atau pipi. Begitu pula permainan dengan metode puzle yang menggambarkan rangkaian ceritera seperti menyayangi teman, gotong royong, menghormati yang lebih tua, menyayangi lingkungan,” kata Yoes ikut menambahkan.

Kegiatan yang digelar UWG Malang ini disambut baik oleh siswa dan warga sekitar. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES