Potret Kerukunan Hidup di Kampung Pancasila

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Bagi warga yang tinggal di Kelurahan Mangunharjo di Kota Semarang, menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah solusi. Di tingkat Rukun Warga (RW) 4 misalnya, sikap saling menghargai antar pemeluk agama, gelaran pemilihan ketua RT dan RW secara langsung, serta tolong-menolong kala pandemi, adalah sedikit contoh di Kampung Pancasila.
Hari-hari Agustinus Edi Sutopo, warga RW 4, kini disibukkan dengan mendata dan mengkoordinasikan pertolongan bagi warga yang terdampak Covid-19. Ia tergabung dalam sebuah komunitas warga bernama NURANI yang di hari-hari biasa kerap melakukan kegiatan-kegiatan sosial.
Advertisement
"Untuk saat ini, karena pandemi, maka kegiatan-kegiatan kami alihkan dengan menjadi relawan untuk mengatasi dampak pandemi," kata Agustinus.
Warga menggalang dana untuk menyiapkan makan dan kebutuhan lainnya bagi korban Covid-19 di lingkungan RW tersebut.
"Kami menyalurkannya tanpa membeda-bedakan latar belakang agama, ras, suku, atau lainnya," kata Agustinus. Di RW 4 Mangunharjo sendiri, ada 300 KK dengan lebih dari 800 penduduk. Mayoritas beragama islam, dan hanya sedikit yang beragama kristen.
Agustinus menduga bahwa kerjasama antar warga menjadi faktor penting rendahnya tingkat kematian akibat Covid-19 di daerah tersebut. Kota Semarang sendiri disebut sebagai salah satu daerah dengan tingkat kematian Covid-19 tertinggi. Per 8 Agustus, total kasus mencapai 83.494 dengan kematian 6.093 orang.
RW 4 sendiri kini dikenal dengan sebutan Kampung Pancasila karena dinilai dapat menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari warganya. Gelar tersebut mereka dapatkan terutama setelah meraih juara I dalam lomba antar kelurahan di Kota Semarang untuk menilai praktek berdemokrasi dan keberagaman di wilayah masing-masing.
Agus Setiawan, warga yang kerap bertugas menjaga keamanan di RW 4, mengatakan betapa kerukunan yang selalu dijaga oleh warga dapat menciptakan stabilitas di daerah itu.
"Misalnya, ketika ada warga kristiani yang merayakan natal, kami menjaga keamanannya. Begitupun ketika lebaran, mereka melakukan hal yang sama, jadi sama-sama nyengkuyung (mendukung)," kata Agus.
Selama belasan tahun tinggal di daerah itu, Agus mengaku tidak ada konflik sosial yang menjurus pada perpecahan. "Mungkin karena warga selalu menjunjung tinggi toleransi, saling silaturahmi, saling menghormati hak masing-masing,"
Contohnya, Pondok Pesantren di RW 4 bernama Pring Wuluh sekali waktu menerima kunjungan pemuda gereja, dengan tujuan saling mengenal antar pemeluk agama sehingga tercipta saling pengertian. Dalam cuplikan video yang dibagikan di channel Youtube RW 4, terlihat santri dan para pengasuh pondok bercengkrama dan berdiskusi dengan pemuda-pemudi dari gereja.
Ketua RW Suhendro Agus Kelana mengatakan nilai-nilai pancasila itu sudah tertanam dan diaplikasikan dalam kehidupan warganya sejak lama. Di RW 4 sendiri berdiri 3 masjid, satu gereja dan Pondok Pesantren Pring Wuluh. "Semua hidup rukun," katanya.
Dia menduga bahwa proses edukasi sejak dini berpengaruh besar terhadap pembentukan pola pikir masyarakat. "Penduduk sini dulu itu banyak berprofesi sebagai polisi, jadi dia mendidik dan membiasakan anaknya untuk menjauhi konflik bernuansa SARA," katanya.
Hendro, yang sudah tinggal di Mangunharjo sejak 1989, mengatakan kekompakan antar warga selalu dipupuk melalui berbagai kegiatan, seperti arisan rutin yang diadakan pengurus RT setempat, even-even bersama seperti aksi donor darah dan pemilihan ketua RT, serta gotong-royong menangani dampak pandemi seperti sekarang ini.
"Kami tidak menekankan pada perbedaan, tapi kerja sama untuk kebaikan bersama," kata Hendro mengurai kehidupan masyarakat di Kampung Pancasila. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |