
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah dunia yang makin bising oleh hiruk-pikuk informasi dan tuntutan hidup yang serba cepat, kita kerap merasa bahwa relasi dengan Yang Ilahi adalah sesuatu yang jauh. Sesuatu yang terpisah dari rutinitas sehari-hari.
Namun bacaan hari Minggu ini justru membalikkan asumsi itu. Dalam Ulangan 30:14, tertulis: “Firman itu sangat dekat kepadamu, di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.”
Advertisement
Dengan kata lain, spiritualitas bukanlah ruang eksklusif yang hanya bisa dicapai oleh segelintir orang yang ‘khusus’. Ia adalah undangan terbuka — untuk siapa pun yang mau membuka hati.
Firman yang Dekat: Tak Lagi di Langit, Tak Juga di Laut
Musa, dalam kitab Ulangan, menegaskan bahwa perintah Tuhan bukanlah sesuatu yang jauh, asing, atau sukar dicapai. Ia tidak berada di langit untuk diambil oleh orang bijak, atau di seberang laut untuk dikejar oleh penjelajah.
Firman itu dekat. Ia bersemayam dalam hati dan tersedia di bibir kita.
Hidup beriman, karenanya, bukanlah perkara seberapa banyak kita tahu, tapi seberapa sungguh kita menghidupi. Ia bukan semata soal teori, melainkan praktik: dalam keputusan yang kita ambil, dalam cara kita memperlakukan sesama, dalam bagaimana kita mengampuni dan melayani.
Kristus: Wajah Firman yang Hidup
Dalam bacaan Kolose 1:15–20, kita diingatkan bahwa Firman itu bukan hanya konsep, tapi menjadi pribadi: Yesus Kristus.
Ia adalah gambar Allah yang tak kelihatan—yang menjadi daging, tinggal di antara manusia, dan menampakkan kasih Allah dalam wujud paling konkret: pengampunan, penyembuhan, dan pengorbanan.
Yesus bukan hanya guru ajaran, tapi cerminan kasih yang hidup. Di dalam Dia, firman menjadi nyata, berjalan bersama kita, dan merangkul dunia yang terluka.
Kasih Tak Diam: Ia Bergerak dan Merawat
Dalam Injil Lukas 10:25–37, Yesus menceritakan kisah yang melampaui batas agama dan etnis: seorang Samaria yang dengan belas kasih menolong orang yang dirampok dan ditinggalkan setengah mati.
Di mata masyarakat waktu itu, Samaria dianggap ‘orang luar’. Namun justru dialah yang menjadi teladan kasih yang sejati.
Kisah ini menjadi cermin bagi kita hari ini. Kita bisa saja tahu isi kitab suci, bisa bicara soal moralitas dan kebenaran — tetapi apakah kita peduli? Apakah kita turun dari kendaraan kenyamanan dan menyentuh luka orang lain?
Hati yang Menjadi Rumah Firman
Renungan hari ini bukan sekadar ajakan untuk merenung, tapi panggilan untuk bergerak. Jadikan hatimu rumah bagi firman, bukan hanya tempat singgah yang sesaat. Biarkan firman itu mengalir dalam tindakan: dalam keramahan kepada yang asing, dalam kepedulian terhadap yang menderita, dalam kebaikan yang melampaui hitung-hitungan untung-rugi.
Dunia tidak kekurangan pengkhotbah, tapi sangat membutuhkan orang-orang yang seperti Samaria: yang diam-diam bekerja, merawat luka, dan membangun harapan.
“Firman itu sangat dekat kepadamu, di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.”
(Ulangan 30:14)
Mari kita jadikan firman bukan sekadar suara di telinga, tapi denyut di dalam dada. Bukan hanya bahan wacana, tapi energi yang menggerakkan kasih dalam dunia yang letih. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |