Indonesia Positif

Risiko Tinggi, Tenaga Kesehatan di Kabupaten Cilacap Ikuti Workshop MFK dan K3

Sabtu, 10 Desember 2022 - 09:13 | 100.86k
Workshop MFK dan K3 untuk puskesmas dan klinik. (FOTO: Estanto Prima Yuniarto/TIMES Indonesia)
Workshop MFK dan K3 untuk puskesmas dan klinik. (FOTO: Estanto Prima Yuniarto/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, CILACAP – Workshop Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) dan Workshop Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yaitu puskesmas dan klinik di Kabupaten Cilacap digelar selama dua hari, Kamis-Jumat (8-9/12/2022).

Kegiatan berlangsung di Kantor Sekretariat DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Cilacap ini menitikberatkan kepada program MFK dan program K3.

Advertisement

"Ini bukan tuntutan dari standar akreditasi, tetapi amanah dari Permenkes No 52 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja," kata Ketua Panitia Workshop, Basith Wahib, Jumat (9/12/2022).

Menurutnya, semua faskes yaitu puskesmas dan klinik harus mengimplementasikan program MFK dan program K3.

Workshop-MFK-b.jpgPeserta Workshop sedang menyimak paparan. (FOTO: Estanto Prima Yuniarto/TIMES Indonesia)

Ia menjelaskan, program MFK ada tujuh, yakni keamanan dan keselamatan, inventarisasi pengelolaan penggunaan dan penyimpanan limbah B3 dan mitigasi bencana.

Juga penanggulangan kebakaran, inventarisasi prasarana dan sarana di puskesmas dan klinik (aspak), utility atau keberlanjutan ketersediaan air, listrik, dan gas medis, dan diklat atau workshop tentang MFK.

Imbuh Basith, MFK sangat penting, karena semua karyawan dan semua pegawai di fasilitas kesehatan (faskes) itu memiliki risiko baik risiko yang bersifat fisik maupun yang bersifat psikologis, baik internal maupun eksternal.

"Contoh, kita bergelut dengan pasien (risiko infeksi) dan tindakan kekerasan. Bagaimana output kegiatan workshop punya peningkatan mutu, kualitas, dan keamanan dalam bekerja. Kalau kita terlindungi dengan baik, baik fisik maupun psikogisnya jadi bisa lebih konsentrasi memberikan pelayanan yang terbaik buat pasien dan keluarga," ucapnya.

Follow up atau tindak lanjut dari workshop adalah dalam standar akreditasi itu baik di puskesmas maupun klinik memiliki standar yang sama yaitu nantinya akan dibikin kebijakan tentang penyusunan program K3 di puskesmas dan di klinik.

"Nanti program itu dibuat, RTL-nya begitu masing-masing puskesmas dan masing-masing klinik. Kemudian dimonitoring, dievaluasi, dan ditingkatkan. Di klinik juga rencana ada banyak standar," ungkapnya.

Puskesmas atau klinik ada 11 elemen penilaian (EP). Diantaranya bagaimana IPAL-nya, bagaimana APAR-nya, bagaimana mengakomodir kepentingan disabilitas, parkir disabilitas, ruang tunggu pemeriksaan disabilitas, dan bagaimana pengelolaan limbah domestik.

"Ada delapan kriteria dan 30 elemen penilaian. Jadi ini sangat bermanfaat bagi puskesmas," lanjutnya.

Kegiatan ini merupakan inisiasi bagaimana agar puskesmas dan klinik itu mendapatkan nilai yang paripurna dengan cara ini. Dan ini memang hal baru di pembinaan puskesmas.

Juga, PPNI lebih awal menginisiasi bagaimana puskesmas dan klinik itu lebih siap lebih awal dalam menyiapkan program-program K3 dan MFK, sehingga nanti harapan kita bersama bahwa puskesmas mampu mengimplementasikan, dan efek dari itu adalah hasilnya paripurna.

Workshop ini diikuti 30 peserta dari puskesmas se-Kabupaten Cilacap, sedangkan dari klinik ada dua, yakni dari Klinik Al-Irsyad dan Klinik Bina Husada I.

Basith kembali mengatakan bahwa ini hal baru, makanya pihaknya mendorong ini sebagai persyaratan dokumen untuk akreditasi. "Saya yakin tahun depan akan banyak lagi yang mengikuti acara seperti ini," tandasnya.

Ditanya stressing workshop ini, Basith mengatakan ke K3, adalah K3 dan MFK dalam standar akreditasi sehingga apa-apa yang harus dipenuhi dalam standar akreditasi yaitu lewat program K3 dan MFK.

Di klinik ada, tambahnya, ada 11 elemen penilaian (EP), di puskesmas ada 30 elemen penilaian, khusus K3 dan MFK. Totalnya puskesmas 136 ada 4 EP, 14 itu ada 30, jadi ada 34 EP untuk K3 dan MFK. "Jadi kalau puskesmas tidak menangkap ini dengan baik, nanti kita ketinggalan dengan yang lain," tegasnya.

Ia berharap, puskesmas mampu mengimplementasikan semua program K3 dan MFK. "Lebih jauh, bagaimana akses dan kualitas pelayanan di FKTP itu semakin meningkat," tutupnya.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dr Pramesti Griana Dewi dalam sambutan yang dibacakan Sekretaris Dinas Kesehatan dr Ari Windy Hardanu mengatakan, Perpres 18 tahun 2020 tentang RPJM Bidang Kesehatan tahun 2020–2024 menyebutkan bahwa arah kebijakan RPJM 2020-2024 adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan.

Itu dilakukan demi menuju cakupan kesehatan semesta dengan penekanan pada penguatan pelayanan kesehatan dasar (primary health care), dan peningkatan upaya promotif dan preventif dengan didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.

Ada 5 strategi yang dilakukan untuk menuju arah kebijakan RPJM, yaitu peningkatan kesehatan ibu, anak, KB, dan kesehatan reproduksi; percepatan perbaikan gizi masyarakat; peningkatan pengendalian penyakit; penguatan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), dan peningkatan pelayanan kesehatan obat dan makanan.

Selaras dengan arah kebijakan RPJMN bahwa untuk menuju capaian kesehatan semesta/universal health coverage (UHC) diperlukan implementasi dimensi mutu di puskesmas yang meliputi aman, adil, efektif, efisien, tepat waktu, berorientasi pada pasien, dan integrasi.

"Implementasi 7 dimensi mutu dalam setiap pelayanan yang sudah barang tentu dibarengi dengan program keselamatan pasien, diharapakan mutu pelayanan di puskesmas dapat meningkat dan kepuasan pengguna layanan juga terwujud," ucap Pramesti.

Ia juga menekankan bahwa Permenkes 52 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan memberikan cakrawala dan kerangka berpikir yang positif dan visioner terhadap pelayanan di FKTP.

Hal itu yakni pegawai  yang bekerja di puskesmas memiliki risiko terpapar infeksi yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, terjadinya kecelakaan kerja terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan baik langsung maupun tidak langsung.

Workshop-MFK-c.jpgPeserta workshop dari puskesmas dan klinik (FOTO: Estanto Prima Yuniarto/TIMES Indonesia)

Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan sesuai ketentuan yang diitetapkan oleh kepala puskesmas/klinik, demikian juga pemberian imunisasi bagi pegawai sesuai dengan hasil identifikasi risiko epidimuologi penyakit infeksi.

"Serta program perlindungan pegawai terhadap penularan penyakit infeksi proses pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan konseling disusun dan ditetapkan," katanya.

Ditekankan juga bahwa pegawai berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan yang dilakukan oleh pengguna layanan, keluarga pengguna layanan, maupun oleh sesama pegawai.

Menurutnya, dalam program kesehatan dan keselamatan kerja pegawai, semua staf harus memahami bagaimana cara mereka melaporkan, cara mereka dirawat, dan cara mereka menerima konseling serta tindak lanjut akibat cedera.

"Seperti tertusuk jarum (suntik), paparan terhadap penyakit menular, memahami identifikasi risiko, dan kondisi yang berbahaya dalam fasilitas serta masalah-masalah kesehatan dan keselamatan lainnya," kata Pramesti di acara workshop MFK dan K3 untuk puskesmas dan klinik di Kabupaten Cilacap . (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES