Indonesia Positif

RUU Migas dan EBT, DPR RI: Pemerintah yang Lambat

Jumat, 23 Desember 2022 - 16:06 | 43.83k
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparoto. (FOTO: Tangkapan Yt @Humas SKK Migas)
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparoto. (FOTO: Tangkapan Yt @Humas SKK Migas)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Keseriusan DPR RI dan Pemerintah dalam menyelesaikan RUU Minyak dan Gas (Migas) dan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dipertanyakan publik. Revisi RUU Migas sebagai tindalanjut dibubarkannya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), hingga kini tidak ada kejelasan kapan diselesaikan. 

"UU Migas kapan, bukan janji-janji karena sejak BP Migas dibubarkan sampai 2022, 10 tahun. Enggak usah janji-janji, kapan digolkan?," tegas Arif Gunawan dari Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) kepada Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparoto dan Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM RI Dadan Kusdiana. 

Advertisement

Pertanyaan itu diajukan langsung kepada DPR dan Pemerintah dalam 'Forum Transisi Energi: Strategi Transisi Energi Indonesia' sebagaimana dikutip TIMES Indonesia dari Channel Youtube @Humas SKK Migas, Jumat 23 Desember 2022. Menggandeng SKK Migas dan PLN, kegiatan menghadirkan beberapa nara sumber yang dibagi dalam beberapa sesi. 

Ditegaskan Arif, masyarakat sejak keberadaan BP Migas dibubarkan MK sangat menunggu tindaklanjutnya demi kepastian hukum. Terutama bagi kepastian investasi di sektor minyak dan gas serta status pengelolaan hulu migas sesuai dengan konstruksi konstitusi.

SKK-Migas-4.jpgPengurus Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Arif Gunawan. (FOTO: Tangkapan Yt @Humas SKK Migas)

Dalam salah satu putusan atas uji materi atau judicial review mengenai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, MK diketahui menyatakan bahwa keberadaan BP Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Saat itu, MK juga menilai BP Migas tidak efisien dan berpotensi menyalahgunakan kekuasaan.

"Kami, masyarakat Migas tentunya menunggu Undang-Undang Migas," tegas Arif. 

Di sisi lain, HAGI juga menyoroti langkah Indonesia yang divorce dalam hal transisi energi. Padahal ada satu hal yang semestinya juga mendapatkan perhatian dari pemerintah yakni konservasi energi. Dimana penekanannya adalah memberikan edukasi bagi masyarakat untuk bagaimana seefisien mungkin menggunakan energi. 

"Transisi energi kita seperti divorce dari negara-negara barat, sementara Inggris minggu kemarin membuka kembali tambang batubaranya. Tidak hanya membuka PLTU-nya saja yang dari batubara, tetapi tambang batubara dibuka kembali karena mereka khawatir dengan supply gas dari Rusia," ucap Arif. 

Mendapati pertanyaan itu, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa proses revisi terhadap undan-undang tidak bisa dilakukan sendirian tanpa melibatkan pemerintah. Untuk keterlambatan dalam merevisi UU Migas, Sugeng menyebut jika salah satu alasannya adalah karena keterlambatan pemerintah dalam mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). 

"Membuat undang-undang itu antara DPR dan Pemerintah, mohon dicatat. Menggarisbawahi Undang-Undang Migas, kenapa lambat? Kebetulan saya baru menjadi Anggota DPR tahun 219, saya cek yang  lambat itu adalah pemerintah," sebut Politisi NasDem itu.

Atas pernyataan Sugeng, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM RI Dadan Kusdiana dalam kesempatan itu langsung menyatakan keberatan. Sebab pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sudah mengirimkan DIM ke DPR. DIM dimaksud untuk RUU EBT.

"Saya lapor ke Ketua Komisi VII, surat untuk DIM sudah sampai ke DPR pak. Untuk DIM RUU EBT sudah sampai kesana," timpal Dadan.

Ketua Komisi VII lantas mengatakan bahwa DPR dan KESDM mempunyai visi yang sama terkait EBT. RUU ini diharapkan bisa mempercepat peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) di Tanah Air. Pasalnya, pemerintah memiliki target untuk mencapai bauran EBT sebesar 23% pada 2025 mendatang, sementara sampai saat ini bauran EBT baru mencapai 11,8%.

"Karena tadi sudah diingatkan, kapan RUU EBT, bismilah insyaallah paling lambat bulan Juni sudah selesai, Juni 2023," ujarnya.

Sekedar diketahui pula bahwa Substansi Pokok Pendalaman DIM RUU EBT sendiri diketahi meliputi transisi energi dan peta jalan, sumber EBT, nuklir, perizinan berusaha, penelitian dan pengembangan, harga EBET, dukungan pemerintah, dana EBET, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pembagian kewenangan, pembinaan dan pengawasan, serta partisipasi masyarakat.

DPR dalam kesempatan itu juga menyinggung minimnya komitmen pemerintah dalam menyelesaikan RUU EBT. Pasalnya, Surat Presiden untuk RUU EBT sudah dikirim ke DPR namun tidak disertai dengan DIM. 

"Bayangkan pemerintah mengirim Surpres tidak disertai DIM. Saya buka saja, untuk RUU EBT. Alhamdulillah, hari kemarin sudah masuk DIM-nya, dengan itu maka antara DPR dan pemerintah nanti dibentuk panja guna membahas bersama," demikian Sugeng Suparwoto. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES