Lalu Hadrian Irfani Menanggapi Pernyataan Wakil Presiden terkait Penghapusan Sistem Zonasi*
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pro kontra penerapan Sistem Zonasi pada Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mengemuka kembali jauh lebih awal dari waktu pelaksanaannya. Hal ini didasari oleh pernyataan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang memerintahkan penghapusan Sistem Zonasi dalam kebijakan PPDB.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI H. Lalu Hadrian Irfani, S.T menanggapi, saya ingin menyampaikan beberapa pertimbangan, yaitu Sistem Zonasi diperkenalkan untuk mendekatkan akses pendidikan, mengurangi ketimpangan kualitas sekolah, dan mencegah diskriminasi. Namun, sistem ini memang menghadapi tantangan seperti ketidaksiapan fasilitas pendidikan di berbagai wilayah dan ketimpangan antar sekolah.
Advertisement
Jadi, permasalahan utama Sistem Zonasi bukan pada kebijakannya, tapi implementasinya.
“Permasalahan utama Sistem Zonasi bukan pada kebijakannya, tapi implementasinya, yaitu; pertama, minimnya kapasitas sekolah, jumlah calon peserta didik melebihi kapasitas sekolah di daerah mereka, menyebabkan ketidakadilan dan kesulitan mendapatkan kursi di sekolah negeri yang terdekat. Kedua, sosialisasi minim, kurangnya informasi yang jelas dan sosialisasi membuat orang tua bingung, menimbulkan kecurangan, dan kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan sistem. Ketiga, harapan keadilan, penyebaran sekolah negeri tidak merata, sehingga siswa yang tinggal jauh dari sekolah memiliki peluang kecil untuk diterima, bahkan dengan nilai yang baik” Tegasnya.
Maka, dalam hal ini saya menilai PPDB dengan Sistem Zonasi secara prinsip kebijakan itu bagus karena menekankan keadilan. Dimana setiap warga negara bisa sekolah di sekolah yang memiliki kualitas, serta menghilangkan favouritisme.
“Saya mengusulkan agar PPDB sistem Zonasi terus disempurnakan, antara lain dengan membuat fleksibilitas bagi daerah (kelurahan, kecamatan, kab/kota) yang tidak merata jumlah sekolah di setiap jenjangnya. Dengan kondisi jumlah sekolah yang tidak merata, maka PPDB Sistem Zonasi jangan dibuat ketat. Contoh, jika di suatu dua atau tiga kecamatan hanya ada satu SMP atau SMA, maka jangan buat zonasi per-kecamatan atau jarak, tapi diperluas meliputi tiga kecamatan,” Usulnya.
Dalam Kesempatan yang sama, Lalu Hadrian juga menyampaikan Peran sekolah swasta menurut saya dapat menjadi Alternatif bagi Siswa di Luar Zonasi.
“Pemerintah perlu menyusun skema kerja sama seperti model public-private partnership dengan memberdayakan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat (sekolah swasta) dalam PPDB. Namun Pemerintah harus membantu sekolah swasta untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui bantuan tenaga pendidik bermutu, bantuan biaya operasional, bantuan sarana prasarana, dan memaksimalkan daya tampung.” Lanjutnya.
Kebijakan yang ada untuk memperluas kesempatan pendidikan sebenarnya sudah diatur di dalam Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, namun Permendikbud ini belum mengatur kriteria satuan pendidikan swasta yang layak dilibatkan untuk menambah daya tampung. Maka saya mendorong pemerintah bisa mewujudkan kesetaraan dua institusi pendidikan sekolah negeri dan swasta dengan membuat regulasi yang jelas.
Menurut saya, PR terbesar Pemerintah saat ini adalah memiliki data akurat (pemetaan) mengenai sebaran satuan pendidikan di setiap jenjangnya dengan memperhitungkan jumlah calon peserta didik di daerah tersebut. Kemendikdasmen segera memiliki data jumlah satuan pendidikan dan sebarannya di suatu daerah dan dibandingkan/dihitung dengan kebutuhan calon peserta didik di setiap jenjangnya.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |