Branding Sosial Jadi Kunci Penguatan Peran Pegiat Sosial: Mahasiswa UPI Tasikmalaya Dukung Papeditas dengan Pendekatan Digital

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Di tengah perkembangan teknologi informasi yang kian pesat, branding sosial kini menjadi salah satu strategi krusial dalam memperkuat eksistensi dan peran kelompok pegiat sosial.
Branding sosial bukan sekadar pencitraan, melainkan upaya membangun kesadaran publik terhadap isu-isu sosial, membentuk citra positif komunitas, hingga mengajak masyarakat luas untuk ikut serta dalam perubahan.
Advertisement
Hal inilah yang menjadi sorotan utama dalam kunjungan akademik sekelompok mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Tasikmalaya ke komunitas Paguyuban Pegiat Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas) pada Sabtu (19/4/2025).
Mohamad Salman, mahasiswa semester IV yang mewakili kelompoknya, menegaskan bahwa branding sosial memiliki kekuatan besar dalam menyebarluaskan gagasan sosial secara luas, khususnya lewat platform digital dan media sosial.
"Hari ini branding sosial tidak hanya milik perusahaan atau tokoh publik. Kelompok pegiat sosial juga wajib membangun identitas dan citra yang kuat agar mampu menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan ke publik. Dengan begitu, dukungan akan lebih mudah mengalir,” tutur Salman, Sabtu (19/4/2025).
Salman tak sendirian. Ia hadir bersama rekan-rekannya sesama mahasiswa UPI, yaitu Dini Putri Nurfadiyah, Fadila Pebrian Pratama, Faizal Muzaqi, Khairunnisa Nur Fadilah, Muhammad Ilmansyah Akbar, Silva Hilyatunnisa, dan Lia Tazkiyatunnufus. Kedelapan mahasiswa ini berinisiatif melakukan branding sosial digital terhadap Papeditas sebuah komunitas pegiat disabilitas yang selama ini aktif memperjuangkan hak-hak para penyandang disabilitas di Kota Tasikmalaya.
Mereka membangun konten di media sosial, mendesain identitas visual, hingga melakukan strategi komunikasi digital agar pesan dan kiprah Papeditas semakin luas dikenal. Hal ini mereka lakukan sebagai bagian dari implementasi mata kuliah pemberdayaan masyarakat yang diampu di UPI Tasikmalaya.
Menurut Salman, branding sosial memiliki karakter unik, karena bersifat anomalistik dibandingkan branding bisnis.
"Biasanya branding dibuat untuk menjual atau memperbesar keuntungan. Tapi branding sosial justru untuk memperkuat dampak sosial dan kesejahteraan orang lain. Ini yang membedakan, bahkan bisa disebut sebagai gerakan sosial entrepreneur," jelasnya.
Sementara itu salah satu pegiat Papeditas, Tata Tajudin atau yang akrab disapa Abah Tata, menuturkan bahwa komunitasnya sejak awal tidak berpikir soal branding ataupun popularitas.
"Kami hadir bukan untuk dikenal, tapi untuk membantu menyelesaikan persoalan riil yang dihadapi kawan-kawan disabilitas di Tasikmalaya. Mulai dari akses pendidikan, kesehatan, hingga upaya kemandirian," ungkapnya.
Bersama rekannya, Aris Rahman, Abah Tata menyampaikan bahwa nilai utama yang mereka pegang adalah pengabdian, bukan pencitraan. Namun setelah berdiskusi dengan para mahasiswa UPI, mereka mulai menyadari bahwa branding yang positif juga dapat membuka akses lebih luas terhadap bantuan, kolaborasi, dan kepedulian masyarakat.
“Kami tidak pernah ingin dipuji, tapi jika dengan branding sosial perjuangan kami bisa menginspirasi yang lain, itu adalah nilai tambah yang luar biasa,” ujar Aris Rahman.
Fenomena branding sosial kini menjadi tren global. Google Knowledge memuat banyak referensi tentang pengaruh gerakan sosial digital, termasuk yang dilakukan oleh komunitas lokal di berbagai negara. Dari kampanye anti-plastik di Filipina, hingga gerakan literasi digital di India, semuanya memanfaatkan kekuatan media sosial untuk perubahan sosial.
Papeditas dan mahasiswa UPI Tasikmalaya menjadi bagian dari gelombang tersebut. Kolaborasi mereka merupakan bentuk konkret dari konvergensi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan gerakan sosial akar rumput.
Hal ini juga selaras dengan tren global yang tercermin dalam jurnal-jurnal sosial dan kemanusiaan seperti Stanford Social Innovation Review atau laporan World Economic Forum, yang menyoroti pentingnya digitalisasi dalam gerakan sosial.
"Memang di era modern ini, di mana informasi bergerak cepat dan narasi memegang kendali, branding sosial menjadi alat penting dalam membangun harmoni. Branding bukan semata-mata tentang dikenal, tetapi tentang dipahami, diterima, dan menginspirasi." pungkas Aris
Kegiatan yang dilakukan oleh Papeditas dan mahasiswa UPI menjadi model kolaborasi inspiratif antara dunia akademik dan pegiat sosial, sehingga ada satu harapan mulai dari Tasikmalaya dapat membuktikan bahwa gerakan kecil, bila didukung strategi dan ketulusan, bisa menjadi cahaya perubahan yang besar.
(Harniwan Obech/TIMES Indonesia Priangan Timur)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |