Andina Thresia Narang Tegaskan Urgensi Revisi UU Penyiaran untuk Lindungi Generasi Muda dari Konten Digital Negatif

TIMESINDONESIA, JAKARTA – dir="ltr">Anggota Komisi I DPR RI, Andina Thresia Narang, menekankan pentingnya percepatan Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran dalam menghadapi tantangan penyiaran digital yang semakin kompleks dan tidak terkontrol.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) Penyiaran Komisi I DPR RI bersama para pakar dan akademisi, Andina menegaskan bahwa revisi ini tidak hanya penting dari sisi hukum, tetapi juga mendesak secara sosial dan kultural.
Advertisement
“Urgensi Revisi Undang-Undang Penyiaran ini sangat penting di zaman sekarang. Generasi muda kini hidup dalam arus disrupsi informasi, dengan konten digital yang tidak memiliki batasan seperti televisi konvensional,” ujarnya.
Politisi Fraksi Partai NasDem ini menyoroti maraknya konten negatif di platform live streaming, seperti perilaku merokok, ujaran kasar, hingga tayangan seronok yang beredar bebas tanpa pengawasan. Menurutnya, hal ini merupakan ancaman serius terhadap moral dan karakter generasi muda Indonesia.
Andina juga menilai bahwa dalam Revisi UU Penyiaran perlu diatur pasal khusus terkait transparansi algoritma platform digital. Ia menyoroti bahwa konten lokal, budaya daerah, hingga promosi UMKM kerap tenggelam akibat dominasi konten viral yang dangkal.
“Apakah di RUU Penyiaran perlu ada pasal soal transparansi algoritma platform digital? Konten lokal dan edukatif sering kalah bersaing karena sistem algoritma hanya mengejar viralitas,” tambahnya.
Selain itu, Andina mendorong penguatan regulasi dan kelembagaan dalam mengawasi penyebaran konten digital. Ia menilai bahwa regulasi yang ada saat ini, seperti UU ITE dan pedoman komunitas dari platform digital, belum cukup efektif dalam melindungi masyarakat, khususnya anak-anak.
Sebagai seorang ibu, Andina mengungkapkan keprihatinan pribadi terhadap paparan konten tidak layak kepada anak-anak.
“Saya miris melihat anak-anak terpapar konten kekerasan verbal hingga perilaku menyimpang yang tersebar luas di platform digital. Dunia digital bisa menjadi ruang yang berbahaya tanpa pengawasan dan filter yang memadai.”
Andina juga mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap konten berbayar dan sponsor, termasuk banyaknya konten vulgar yang lolos dari penyaringan.
“Saya tidak sepakat kalau kita hanya mengandalkan community guidelines. Faktanya, konten vulgar masih banyak beredar. Bahkan sponsor pun masuk tanpa kurasi yang layak,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Andina menyoroti krisis eksistensial media penyiaran konvensional akibat masifnya penetrasi platform digital. Ia menyebut pendapatan TV nasional turun hingga Rp3 triliun pada tahun 2023 sebagai sinyal darurat.
“TV nasional masih sangat penting, terutama untuk menjangkau wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Jika mereka tumbang karena kalah bersaing dengan platform digital yang tidak teratur, rakyat di pelosok akan kehilangan akses terhadap informasi yang kredibel.” (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ahmad Nuril Fahmi |
Publisher | : Rochmat Shobirin |