Kesehatan

Menyoal Aborsi dan Trauma Pasca Aborsi

Sabtu, 08 Februari 2020 - 00:06 | 177.54k
Ilustrasi bayi. (Foto: Shutterstock)
Ilustrasi bayi. (Foto: Shutterstock)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANGAborsi dan trauma pasca aborsi jadi topik menarik dibincangkan dari sisi pskologi. Sebagian besar keputusan untuk menggugurkan janin jadi pilihan terbaik, tanpa melihat sisi traumatik usai menggugurkan kandungan.

"Aborsi adalah melukai secara disengaja. Maka dari itulah aborsi menciptakan trauma. Baik fisik maupun mental," papar Daisy Prawitasari P, S. Psi, M. Si, psikolog, Jumat (7/2/2020). 

Advertisement

Trauma tersebut tercipta dalam bentuk guilty feels, atau perasaan berdosa. Pemikiran ini lahir secara otomatis akibat terbenturnya opsi. Antara menggugurkan untuk menyelamatkan masa depan atau mempertahankan kandungan untuk menyelamatkan sang bayi.

Perempuan, lanjutnya, sebagai pemilih keputusan akan diberatkan dengan nilai benar salah dalam dirinya.

Ketika hamil, perempuan akan dipenuhi oleh hormon oksitoksin. Hormon oksitosin dilepaskan dalam tubuh dalam berbagai situasi sosial, dan lebih dikenal sebagai ”hormon cinta”.

Karena, tubuh melepaskan hormon ini pada konsentrasi tinggi selama interaksi sosial yang positif seperti jatuh cinta, mengalami orgasme atau melahirkan dan menyusui. 

Edisi-Minggu-9-Februari-2020-aborsi-baru.jpg

"Hormon ini menciptakan rasa 'ada sesuatu yang hidup' di dalam tubuh sang Ibu. Itu akan menjadi pertimbangan berat selain masa depan. Makanya keputusan aborsi itu sangat individual," jelasnya.

Seringkali pengambilan keputusan aborsi diserahkan kepada orang lain, atau orang terdekat untuk lepas dari perasaan bersalah.

Padahal trauma yang tergores juga tetap hadir, menjadi suatu emosi lain yang mengganjal. Trauma juga bisa terimplementasikan menjadi kepribadian. Menjadi sifat ataupun suatu pemikiran. 

"Maka, aborsi adalah sesuatu yang berat. Pengambilan keputusan adalah hal yang sangat individu," lanjut ibu dari dua anak ini. 

Namun, dirinya menjelaskan trauma tidak melulu menciptakan kebiasaan yang buruk. Rasa bersalah bisa membentuk perilaku yang baik untuk menebus kesalahan di masa lalu. 

"Misalnya seperti merawat anak yatim piatu, membesarkannya dengan baik, dan lain - lain. Juga bisa dalam bentuk positif kok. Tapi tetap saja, aborsi itu menyebabkan trauma. Karena ada satu pengorbanan di situ," paparnya.

Aborsi juga semakin meningkat semenjak banyaknya obat aborsi ilegal dijual bebas. Baik online maupun apotek swasta. Bahkan, obat penggugur janin ini bisa ditemukan di website online. Dengan harga 1 juta ke atas, bisa mendapatkan satu paket obat penggugur, anti nyeri dan pembersih. 

Tapi, tetap saja, lanjut Daisy, aborsi perlu dipertimbangkan secara matang. Aborsi adalah pengambilan keputusan yang berat. Perlu pertimbangan matang soal risiko dan trauma pskologisnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES