Luruskan Isu Miring Konsumsi Micin, P2MI Catat Serapan Produksi MSG Tak Terganggu

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI) menggelar sosialisasi dan edukasi manfaat micin di tengah isu miring dampak negatif konsumsi komoditas tersebut.
Edukasi manfaat micin sebagai bahan penyedap masakan sendiri terus bergulir dengan menghadirkan sejumlah pakar ternama. Salah satunya di Kota Surabaya lewat sebuah acara "Cinta Pakai Micin, Why Not?", Rabu (24/5/2023).
Advertisement
Ketua P2MI Dodi Santoso Widodo mengatakan, jika sebenarnya isu tersebut tidak terlalu berdampak pada penjualan produk-produk MSG (Monosodium Glutamat).
"Sebenarnya kalau untuk kondisi pasar kita nggak banyak terdampak ya," ungkap Dodi di Resto Nine Surabaya.
Namun, P2MI dengan anggota pabrikan MSG raksasa ini memiliki tanggung jawab mengedukasi konsumen untuk meluruskan informasi hoaks tersebut.
"Dengan harapan, media dapat menyampaikan informasi yang benar dan berimbang mengenai MSG. Jangan sampai tertipu dengan berita miring dan hoaks," sambungnya.
Dodi menyebut jika tren konsumsi MSG dari tahun ke tahun masih bagus dan tidak terlalu banyak perubahan oleh isu tersebut. Bahkan, pada saat pandemi terjadi peningkatan produksi.
"MSG ini kan komoditi ya, peningkatannya antara 2-5 persen," ungkap Dodi.
Begitu pula dengan pasar ekspor di negara-negara Asia maupun Afrika turut mengalami kenaikan.
"Kenaikan ekspor kurang lebih 3-4 persen," tandasnya.
Ia juga optimistis komoditas ini akan tetap tumbuh di atas 5 persen pada tahun ini.
Namun, kata Dodi, produksi MSG lebih banyak di pasar domestik dibandingkan market ekspor. Pasar ekspor sendiri menyumbang kontribusi sekitar 17 persen dari total penjualan.
"Jadi terbesar itu untuk domestik sama B2B (business to business)," ujarnya.
Dodi mengakui industri MSG sendiri sempat mengalami tantangan antara lain seperti kenaikan harga bahan baku dalam kurun satu tahun terakhir sehingga biaya produksi turut meningkat.
"Angka kenaikan bahan baku sekitar 10-15 persen dan terjadi setelah pandemi," jelasnya.
Akan tetapi, sejumlah perusahaan MSG lebih memilih menekan profit ketimbang mengerek harga di pasar.
"Biasanya kita kalau bahan baku produksi naik, kita ada koreksi harga," ucap Dodi.
Kapasitas Ratusan Ribu Ton
Lebih lanjut Dodi menjelaskan, Kapasitas nasional produk MSG kurang lebih 380.000 ton per tahun. Sedangkan utilitas anggota P2MI sekitar 300.000 ton per tahun. Anggota P2MI sendiri terdiri dari PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti, dan PT Daesang Ingredients Indonesia
"Dari total itu kita sebenarnya masih ada idol capacity sekitar 20 persen," ucap Dodi.
Dengan idol capacity 20 persen tersebut, pabrikan siap memenuhi permintaan tambahan dari pasar domestik. Akan tetapi, Dodi juga mengungkapkan hambatan terutama serangan produk MSG dari China sebagai importir terbesar. Di mana per tahun kapasitas produksi mencapai jutaan ton.
"Kan kita juga hambatannya juga diserang produk China," kata dia.
Serapan MSG Masih Tinggi
Serapan produk MSG merata di seluruh wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, Dodi memastikan MSG aman dikonsumsi dan publik tidak perlu merasa khawatir lagi. Karena, MSG terbuat dari tetes tebu dan proses pembuatan menggunakan bakteri untuk mengubah tetes tebu menjadi asam glutamat.
Menurut sejumlah pakar, MSG atau micin tidak menimbulkan efek buruk pada kesehatan seperti rumor pemicu kanker, obesitas hingga penyebab kebodohan.
Dosen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe menjelaskan, MSG merupakan garam sodium atau natrium dari asam glutamat.
"Natrium yang terdapat dalam MSG adalah natrium yang sama sebagaimana terdapat dalam garam dapur atau garam meja," terang Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe.
Sedangkan asam glutamat adalah asam amino yang secara alami terdapat dalam daging, ikan atau seafood, sayuran seperti tomat, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya, serta dalam rumput laut jenis konbu.
Asam glutamat lebih banyak lagi terdapat dalam makanan berprotein tinggi yang difermentasi atau yang diperam dalam waktu relatif lama. Antara lain seperti keju, kecap kedelai, kecap ikan, ikan peda dan sejenisnya.
Masakan mengandung micin memang sedap dan lezat karena memiliki rasa umami, salah satu rasa dasar dari lima rasa dasar.
Sedangkan empat rasa dasar lainnya yang sudah diketahui yaitu asam, asin, manis dan pahit.
Asam glutamat pada micin dapat meningkatkan rasa gurih atau rasa lezat masakan. Rasa gurihnya seperti gurih kaldu daging, bukan gurih santan, mentega atau margarin.
Sejarah Micin
Berdasarkan sejarahnya, MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1908 oleh seorang professor bernama Kikunae Ikeda.
Kikunae Ikeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut konbu untuk dijadikan butiran MSG.
Banyak yang mengatakan bahwa micin dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan atau pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan.
"Padahal telah dibuktikan dalam percobaan hewan, micin ini tidak menimbulkan efek negatif tersebut, sehingga memiliki nilai acuan keamanan yang disebut ADI (acceptable daily intake atau asupan harian yang dapat diterima) “not specified” menurut JECFA komite dunia yang mengkaji risiko penggunaan bahan tambahan pangan seperti MSG di bawah Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO)," jabar Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe.
MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan dijelaskan pada Permenkes dan BPOM. Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan menjelaskan bahwa MSG
dikategorikan sebagai BTP penguat rasa.
Kadar penggunaan maksimum MSG dalam peraturan tersebut adalah CPPB, karena sifatnya tidak menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (ADI tidak dinyatakan atau not specified), sehingga kadar penggunaan ditentukan oleh produsen pangan dengan batasan secukupnya atau kadar yang paling rendah yang sudah memberikan rasa yang diinginkan.
MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan dijelaskan pada Permenkes dan BPOM. Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan menjelaskan bahwa MSG
dikategorikan sebagai BTP penguat rasa.
Kadar penggunaan maksimum MSG dalam peraturan tersebut adalah CPPB, karena sifatnya tidak menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (ADI tidak dinyatakan atau not specified), sehingga kadar penggunaan ditentukan oleh produsen pangan dengan batasan secukupnya atau kadar yang paling rendah yang sudah memberikan rasa yang diinginkan.
Nilai ADI yang yang menunjukkan aman tersebut (karena bukan merupakan ADI numerik) yang dikeluarkan oleh JECFA di bawah join lembaga internasional Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO) membuat MSG juga aman jika ditambahkan pada masakan.
Kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur pada takaran yang sama. MSG mengandung 13,6% Na atau 12% Na dalam bentuk MSG monohidrat, sedangkan garam dapur 39% Na.
"Penggunaan MSG dalam masakan bahkan dapat menurunkan penggunaan garam dapur yang normal”, ujar Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe.
Senada, dr. Maretha Primariayu, M.Gizi, Sp.GK, mengungkapkan, penambahan MSG pada makanan tidak mengurangi gizi dari makanan tersebut.
Bahkan, asam amino glutamat yang terkandung dalam bumbu umami seperti MSG dapat membantu meningkatkan selera makan. Peningkatan selera makan ini membantu dalam pemenuhan asupan gizi yang baik.
Sebagaimana diketahui, Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI) menggelar sosialisasi dan edukasi manfaat micin di tengah isu miring dampak negatif konsumsi komoditas tersebut. Edukasi manfaat micin sebagai bahan penyedap masakan sendiri terus bergulir dengan menghadirkan sejumlah pakar pangan dan gizi ternama.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |