Lewat Simposium, RSUD URM Waingapu Beri Penyadaran Soal Penyakit Dalam dan Ginjal
TIMESINDONESIA, SUMBA TIMUR – Untuk meningkatkan mutu pelayanan bagi pasien penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu (RSUD URM Waingapu) menggelar Simposium dan Supervisi Unit Dialis di Kabupaten Sumba Timur.
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh para dokter umum dan spesialis penyakit dalam se-Sumba bekerjasama dengan sejumlah dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi dari Fakultas Kedokteran (FK) Udayana Bali. Acara ini juga dihadiri sejumlah pasien penderita ginjal dan penyakit dalam sejak 8 sampai 9 Desember 2023 di Aula RSUD URM Waingapu
Advertisement
Penanggung jawab Unit Hemodialisa RSUD URM Waingapu dan RSK Lindimara dr. Desideria DM Moekoe, Sp,PD mengatakan bahwa latar belakang dari kegiatan ini bahwa sebanyak 400 an pasien di Sumba pernah menjalani hemodialisis atau cuci darah sejak 2017 hingga 2023. Data prevelansi gagal ginjal di Indonesia 0,2%, bila penduduk Sumba 600.000 diperkirakan terdapat 1.200 penderita gangguan ginjal di Sumba.
Saat ini ada dua rumah sakit di Sumba Timur yakni, RSUD URM Waigapu dan RSK Lindimara. RSUD URM Waingapu adalah rumah sakit yang melayani cuci darah, namun pelayanan terhadap penderita ginjal juga dilakukan di hampir semua Rumah Sakit (RS) di daratan Sumba.
Adanya komunitas sayang ginjal di Sumba juga diharapkan meningkatkan kepedulian tergadap penyakit ginjal dan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan ginjal.
“Komunitas Sayang Ginjal Sumba ini dinamai Humba Manjaku Maringu. Manjaku itu asosiasinya dengan suatu sikap yang peduli lebih dari orang di sekitarnya dan Maringu lebih diartikan yang membawa kesejukan bagi orang yang dilayani. Sehingga artinya, orang Sumba yang peduli bagi kebaikan orang yang sangat membutuhkan,” tutur dr. Desideria.
Komunitas sayang ginjal Sumba merupakan organisasi non profit dan independen yang terdiri dari pasien yang menderita gangguan ginjal dan masyarakat yang sadar dan peduli terhadap kesehatan ginjal. Adapun tujuan dibentuknya komunitas tersebut yang pertama, untuk memberikan edukasi dan informasi secara aktif kepada masyarakat mengenai kesehatan ginjal. Kedua, menghubungkan para pasien yang menderita gangguan ginjal. Ketiga, mendekatkan pasien dengan pemberi pelayanan terkait masalah kesehatan ginjal.
Sementara salah satu pasien diabetes Hendrik Ninggeding mengungkapkan, dengan adanya seminar tentang sayang ginjal adalah momen yang sangat bagus bagi kami pasien gagal ginjal yang pernah mengalaminya.
“Sebagai pasien gagal ginjal kami tahu bahwa posisi kami sekarang apa yang harus diperbuat maka tak ada pilihan lain adalah harus mengikuti anjuran dokter untuk berobat, jangan kita lawan,” ujarnya.
Ia mengaku, awalnya pernah mengalami diabetes sejak 2005 dengan gula darah cukup tinggi. Akibat terlalu lama sakit diabetesnya, maka sasarannya ke ginjal. Diabetesnya terkontrol tetapi ginjalnya tidak bisa maka harus cuci darah.
“Tidak ada pilihan lain dan tidak ada obat untuk mengobati ginjal. Hanya ada vitamin ginjal untuk menahan kerusakan ginjal tapi tidak menyembuhkan pasien. Jadi saya adalah pasien paling lama menderita diabetes selama 15 tahun maka tidak ada pilihan lain untuk berobat,” jelas Hendrik. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |