Kesehatan

Sindrom Broken Heart, Efek Patah Hati yang Picu Gangguan Jantung

Rabu, 21 Februari 2024 - 09:25 | 39.77k
Ilustrasi - Sindrom Broken Heart (FOTO: Canva)
Ilustrasi - Sindrom Broken Heart (FOTO: Canva)

TIMESINDONESIA, JAKARTASindrom Broken Heart, juga dikenal sebagai Kardiomiopati Takotsubo dalam konteks medis, tidaklah sekadar metafora indah tentang patah hati, tetapi memiliki landasan biologis yang nyata dan dampak fisik serius pada kesehatan jantung. 

Menurut Dokter Dito Anurogo, M.Sc., Ph.D.(Cand.) dari Kementerian Kesehatan, kondisi ganguan jantung terjadi ketika stres ekstrem, baik emosional yang mungkin disebabkan oleh patah hati maupun fisik.

Advertisement

Dito menjelaskan Sindrom Broken Heart bisa lebih serius daripada sekadar patah hati biasa. Karena itu, diperlukan pemahaman dan upaya pencegahan.

Definisi Sindrom Broken Heart

Ditemukan pertama kali di Jepang pada tahun 1990, Sindrom Broken Heart dinamai demikian karena bentuk jantung yang mirip dengan perangkap udang tradisional Jepang, takotsubo. Kondisi ini terjadi ketika stres ekstrem, baik itu dari faktor emosional maupun fisik, mengakibatkan pembesaran pada bagian tertentu dari jantung, yang mengakibatkan gangguan pada fungsi normal jantung.

Penyebab:

Kondisi ini dipicu oleh pelepasan hormon adrenalin dan hormon stres lainnya dalam tubuh ketika seseorang mengalami stres yang intens. Pada beberapa kasus, terutama pada wanita yang lebih tua, ini bisa mengakibatkan melemahnya otot jantung, yang menyebabkan gejala serupa serangan jantung.

Gejala:

Gejala Sindrom Broken Heart mirip dengan serangan jantung, seperti nyeri dada dan kesulitan bernapas, yang sering kali memicu penanganan medis mendesak. Namun, berbeda dengan serangan jantung, penyumbatan arteri jarang ditemukan pada penderita Sindrom Broken Heart.

Faktor Risiko:

Stres emosional yang berat, seperti kematian orang yang dicintai atau perceraian, menjadi faktor risiko utama untuk Sindrom Broken Heart. Meskipun lebih umum pada wanita menopause, kondisi ini dapat terjadi pada siapa pun dari berbagai kelompok usia.

Dampak pada Kesehatan:

Meskipun kebanyakan pasien pulih sepenuhnya dalam beberapa minggu, Sindrom Broken Heart tidak tanpa risiko. Komplikasi yang mungkin timbul termasuk gangguan irama jantung, gagal jantung, dan dalam kasus yang sangat jarang, kematian mendadak.

Penyembuhan dan Pencegahan:

Pengobatan Sindrom Broken Heart biasanya melibatkan penggunaan obat-obatan yang sama dengan yang digunakan untuk mengobati gagal jantung atau serangan jantung. Selain itu, manajemen stres, termasuk terapi, meditasi, dan olahraga, juga merupakan bagian penting dari perawatan.

Bukan Sekadar Patah Hati:

Dito menjelaskan, sindrom Broken Heart menjadi peringatan penting akan hubungan yang erat antara kesehatan emosional dan fisik. Ini menyoroti fakta bahwa stres emosional tidak hanya berdampak pada kesehatan mental, tetapi juga memiliki konsekuensi serius pada kesehatan fisik, khususnya jantung.

"Dengan meningkatnya kesadaran dan penelitian, kita semakin memahami bahwa Sindrom Broken Heart bukanlah sekadar masalah perasaan, melainkan kondisi medis yang serius. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memperhatikan kesehatan emosional kita sebaik halnya dengan kesehatan fisik, karena keduanya saling terkait," ucapnya seperti dikutip dari laman ayosehat.kemkes.go.id.

Menurut Dito, Sindrom Broken Heart mengingatkan manusia akan kerapuhan tubuh manusia terhadap tekanan emosional. Pemahaman ini penting tidak hanya bagi komunitas medis, tetapi juga bagi masyarakat umum, untuk menyadari pentingnya mengelola stres dan menjaga kesehatan emosional dengan serius. 

"Dengan merespons dan mengelola kondisi ini dengan tepat, kita dapat tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup banyak orang," ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES