DBD Meningkat di Banyuwangi, 2 Orang Dilaporkan Meninggal
TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Banyuwangi, Jawa Timur meningkat beberapa bulan terakhir. Tercatat 35 kasus dan 2 di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi Amir Hidayat menjelaskan, dari data laporan, terdapat 35 kasus masyarakat yang positif DBD dan 2 diantaranya meninggal pada bulan Februari 2024.
Advertisement
Amir memaparkan, adanya peningkatan kasus yang diakibatkan oleh nyamuk Aedes aegypti itu telah terlihat pada bulan November 2023 yaitu 10 kasus DBD. Pada bulan Desember 2023 penyakit DBD naik cukup signifikan sebanyak 23 kasus.
Sedangkan pada 2024, di bulan Januari tercatat 29 kasus DBD, dan dari catatan terakhir pada 26 Februari ini, terdata sudah ada sebanyak 35 kasus DBD, 2 di antaranya yang dilaporkan meninggal tersebut ialah warga asal Desa Jajag dan Desa Kedungrejo.
“DBD meningkat cukup Signifikan, bahkan Februari belum berakhir masih ada kemungkinan adanya peningkatan, mudah-mudahan berhenti,” ucap Amir, Selasa (27/2/2024).
“Kemudian kecamatan yang paling tinggi munculnya kasus DBD adalah wilayah Srono, karena daerah endemis,” imbuhnya.
Amir mengungkapkan, adanya peningkatan kasus DBD yang cukup signifikan tersebut dipengaruhi oleh faktor cuaca terutama sedang musim hujan, selain itu juga kurang sigapnya masyarakat dalam menyambut datangnya musim hujan, karena tidak adanya tindakan pencegahan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Oleh sebab itu, Amir berpesan, musim hujan merupakan masa perkembangan atau breeding sempurna bagi nyamuk Aedes aegypti. Di situlah perlu kewaspadaan dan penanganan dalam mengurangi populasi nyamuk tersebut.
“Hujan terus panas kemudian hujan lagi, nah itu sangat memungkinkan suhu tersebut cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan nyamuk,” tuturnya.
Dalam upaya mencegah penyakit DBD. Masyarakat bisa menerapkan PSN dengan cara 3M yakni menguras bak penampungan air secara rutin seminggu sekali, kemudian menutup tempat penampungan air yang tidak berhubungan dengan tanah, dan yang terakhir yaitu membersihkan tempat yang bisa menimbulkan genangan air seperti kaleng bekas, botol bekas dan sebagainya.
“Nyamuk Aedes aegypti cukup butuh waktu 7-10 hari, dari telur hingga nyamuk dewasa, untuk itu menguras bak penampungan tiap minggu sangat penting,” terang Amir.
Selain itu, penggunaan obat Abate pada bak penampungan juga dapat mengurangi populasi perkembangbiakan nyamuk pada bak mandi. Abate dapat didapatkan secara gratis pada Puskesmas setempat. Tidak selesai disana, penggunaan obat nyamuk dan mengurangi tidur di jam rawan nyamuk Aedes aegypti menyerang diharapkan bisa mencegah resiko terkena DBD.
“Jam rawan serangan nyamuk adalah 2 jam setelah terbitnya matahari atau pukul 8 sampai 10 pagi dan sore hari yaitu 2 jam sebelum matahari terbenam,” jelas Amir.
Amir menyebut, jika semua masyarakat Banyuwangi telah menerapkan hal tersebut, maka akan sangat bisa menekan angka positif penyakit DBD. Jika belum juga berhasil pelaksanaan Fogging adalah alternatif terakhir. Namun, Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, dan tidak dapat membunuh jentik nyamuk.
“Syarat dilakukan Fogging yakni angka bebas Jentik lebih 95 persen, banyaknya jumlah penderita DBD tanpa sebab di lingkungan tersebut, dilakukan secara serentak dan terintegrasi dengan PSN,” kata Amir. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |