Kesehatan

Tips Menjaga Kesehatan Reproduksi Anak di Usia Dini

Senin, 01 April 2024 - 03:26 | 37.93k
Seminar Kelas Parenting bersama Paramytha Magdalena Sukarno Putri, S.KM., M.Kes, pemerhati kekerasan seksual anak. (Foto: Isnaini/TIMES Indonesia)
Seminar Kelas Parenting bersama Paramytha Magdalena Sukarno Putri, S.KM., M.Kes, pemerhati kekerasan seksual anak. (Foto: Isnaini/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Pemerhati kekerasan seksual anak, Paramytha Magdalena Sukarno Putri, SKM, MKes, membagikan tips menjaga kesehatan reproduksi anak usia dini.

Tips itu ia bagikan di acara Kelas Parenting yang diadakan di Togamas Dieng, Kota Malang, Sabtu (30/3/2024). Acara tersebut dihadiri oleh guru-guru TK dan PAUD di Kota Malang.

Advertisement

Paramytha yang sehari-harinya merupakan dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Negeri Malang, memiliki ketertarikan seputar kesehatan reproduksi remaja dan anak.

Selain tugasnya mengajar, ia juga tergabung dalam Satgas Pencegahan Pelecehahan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus.

Sebelum menjabarkan tips menjaga kesehatan reproduksi untuk anak usia dini, Paramytha lebih dulu menyajikan data lapangan bahwa pelecehan dan kekerasan seksual saat ini tidak menyasar pada kalangan dewasa saja.

Upaya tersebut dimaksudkan untuk menyadarkan bahwa pelecehan seksual bisa saja terjadi di usai anak-anak.

Disari dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, per 2024 ini, telah terjadi 5.039 kasus kekerasan, dengan 2.352 kasus merupakan kekerasan seksual.

Lalu, jika diindeks dari masing-masing provinsi, Jawa Timur merupakan provinsi paling rentan terjadi kasus kekerasan dengan angka kasus mencapai 552 dan 438 korbannya merupakan anak-anak.

Menurut Paramytha, tingginya angka kekerasan terhadap anak, utamanya kekerasan seksual disebabkan oleh beberapa hal.

Dari risetnya, ia merangkum penyebab kekerasan seksual terjadi pada ranah anak disebabkan orangtua atau guru menganggap tabu edukasi kesehatan reproduksi atau dianggap tidak perlu, orangtua atau guru minim edukasi, penggunaan sosial media pada anak dan kebijakan yang masih belum kuat.

Paramytha juga menyoroti kebiasaan ‘enggan menjawab’ para orang tua ketika menghadapi anak-anak yang banyak tanya, apalagi perihal sistem reproduksi. Biasanya, para orang tua memilih menyembunyikan atau menenggalamkan sesi diskusi reproduksi dengan anak-anak karena dianggap sensitif.

“Jadi, kalau kita membahas kesehatan reproduksi, itu bukan membahas esek-esek,” tambahnya.

Bukan menjadi barang anyar jika pembahasan seputar kesehatan reproduksi sampai sekarang masih dianggap tabu atau tidak elok. Padahal, menurut Paramytha, menjaga anak dari kekerasan seksual itu dimulainya dari hal-hal kecil semacam itu. Dimulai dari pemahaman organ-organ seksual di tubuhnya.

Selain itu, Paramytha, menekankan pentingnya orang tua meminta izin kepada anak-anak sebelum menyentuh tubuhnya. Hal itu, dimaksudkan untuk melatih anak-anak merespons pelecehan seksual sedari dini.

Kebiasaan itu juga diharapkan dapat mengajari anak-anak mengenai mana saja bagian tubuhnya yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain.

Lalu bagaimana cara memberikan edukasi kepada anak-anak usia dini soal kesehatan reproduksi?

Paramytha menekankan pemberian edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada anak-anak berbasis fun learning, dari nyanyian, buku mencocokkan, mewarnai dan sejenisnya. “Intinya, kita harus melihat anak selayaknya manusia lain yang harus dihormati,” ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES