Dokter: Ketindihan Bukan Faktor Mistis, tapi Kondisi Medis
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dokter spesialis neurologi dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON), Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono, dr. Rizka Ibonita, Sp.N, mengungkapkan bahwa ketindihan saat tertidur bukanlah fenomena mistis, melainkan kondisi medis yang dikenal sebagai sleep paralysis. Hal itu disampaikan Rizka dalam diskusi daring yang digelar oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Menurut Rizka, sleep paralysis terjadi saat seseorang memasuki fase tidur dengan mata bergerak cepat atau rapid eye movement (REM). Pada fase ini, sistem saraf sistematis akan mencegah otot-otot tubuh untuk berkontraksi, sehingga tubuh mengalami kelumpuhan sementara. Tujuan dari mekanisme ini adalah untuk melindungi tubuh saat tertidur.
Advertisement
"Ketika seseorang mengalami sleep paralysis, mereka terbangun saat fase REM belum selesai. Pada kondisi ini, otak belum siap mengirimkan sinyal bangun pada otot, sehingga tubuh terasa lumpuh meski pikiran sudah sadar," kata Rizka.
Rizka menambahkan, orang yang mengalami sleep paralysis seringkali merasakan panik karena tidak bisa menggerakkan tubuh mereka, meskipun mereka sepenuhnya sadar.
"Matanya panik, tapi tubuh terasa lumpuh. Ini yang membuat banyak orang percaya bahwa ketindihan disebabkan oleh makhluk halus," katanya.
Beberapa faktor yang dapat memicu sleep paralysis, lanjut Rizka, antara lain kelelahan, pola tidur yang tidak teratur, faktor genetik, dan stres tinggi. Kondisi ini juga sering disertai dengan halusinasi, yang kemudian memperkuat kepercayaan masyarakat akan adanya aspek mistis dalam sleep paralysis.
"Sebagian besar sleep paralysis disertai dengan halusinasi. Hal ini menambah rasa takut, dan semakin seseorang panik, semakin sulit mereka keluar dari kondisi tersebut," ujar Rizka.
Durasi sleep paralysis dapat bervariasi, tergantung pada kapan seseorang memasuki fase REM. Jika terjadi di awal fase REM, kondisi ini bisa berlangsung hingga 20 menit.
Rizka menyarankan untuk tetap tenang saat mengalami sleep paralysis. "Semakin panik, hubungan antara otak yang bangun dan kelumpuhan otot akan semakin terputus. Cobalah untuk perlahan-lahan menggerakkan mata atau jari-jari tangan dan kaki, serta atur pernapasan secara perlahan," ujarnya.
Untuk keluarga atau pasangan yang melihat orang lain mengalami sleep paralysis, Rizka menyarankan agar tidak menunjukkan kepanikan dan tidak menggoyang-goyangkan tubuh orang tersebut.
"Bangunkan secara perlahan dengan merangsang bagian tangannya, dan usahakan untuk menenangkan orang yang sedang mengalami kondisi ini," tutup Rizka.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |