Depresi Antepartum, Gangguan Mental yang Sering Terabaikan pada Ibu Hamil

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kehamilan kerap dianggap sebagai momen penuh kebahagiaan. Namun, di balik harapan akan hadirnya buah hati, banyak ibu hamil justru menghadapi tantangan berat yang sering terabaikan: depresi antepartum. Gangguan mental ini terjadi selama kehamilan dan dapat berdampak serius, baik bagi ibu maupun janin.
Menurut laporan Well and Good (6/2/2025), depresi antepartum merupakan salah satu jenis gangguan suasana hati dan kecemasan perinatal yang sering kali tidak terdiagnosis. Paige Bellenbaum, LCSW, seorang terapis di New York, menyebut bahwa separuh dari gangguan mental yang dialami ibu terjadi sejak kehamilan, bukan hanya setelah melahirkan.
Advertisement
Minimnya perhatian terhadap depresi antepartum disebabkan oleh gejalanya yang kerap dianggap sebagai bagian dari perubahan hormonal kehamilan. Padahal, rasa sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari, gangguan tidur, serta kelelahan ekstrem dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius.
Risiko dan Faktor Pemicu
Gangguan ini tidak terjadi tanpa sebab. Berbagai faktor dapat memicu depresi antepartum, mulai dari riwayat gangguan mental pribadi atau keluarga, tekanan hidup berat seperti masalah ekonomi dan konflik rumah tangga, hingga kurangnya dukungan dari pasangan dan lingkungan sekitar. Trauma masa lalu serta kehamilan yang tidak direncanakan juga meningkatkan risiko kondisi ini.
Bellenbaum menegaskan bahwa stigma sosial masih menjadi penghalang utama bagi ibu hamil untuk mencari pertolongan. Banyak perempuan enggan mengungkapkan kesulitan mentalnya karena takut dianggap sebagai ibu yang buruk. Akibatnya, banyak kasus depresi antepartum tidak terdeteksi hingga melahirkan, bahkan berlanjut menjadi depresi pascapersalinan.
Dampak dan Upaya Penanganan
Depresi antepartum yang tidak tertangani dapat menyebabkan berbagai komplikasi kehamilan, seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, hingga gangguan perkembangan janin. Selain itu, kondisi ini juga berpotensi menghambat ikatan emosional antara ibu dan bayi setelah kelahiran.
Mayo Clinic menyarankan ibu hamil untuk segera berkonsultasi dengan tenaga medis jika mengalami gejala depresi selama lebih dari dua minggu berturut-turut. Penanganan dapat dilakukan melalui terapi psikologis, dukungan sosial, serta dalam beberapa kasus, pemberian obat yang aman bagi kehamilan.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental ibu hamil perlu ditingkatkan. Depresi antepartum bukan sekadar perubahan suasana hati, tetapi kondisi medis yang membutuhkan perhatian serius. Kesehatan mental ibu sama pentingnya dengan kesehatan fisik bayi dalam kandungan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |