Jemur Bayi Kuning? IDI Tegaskan Itu Mitos, Bukan Terapi!

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dokter anak subspesialis neonatologi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr.Rosalina Dewi Roeslani, Sp. A(K) mengungkapkan bahwa menjemur anak di bawah sinar matahari bukan merupakan terapi untuk menyembuhkan penyakit kuning pada bayi.
"Jemur sekali lagi tidak bisa mengobati (penyakit kuning pada bayi). Tidak bisa juga mencegah," kata dokter Rosalina dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Senin (23/6/2025).
Advertisement
Meski demikian, kata dia, sinar matahari memang memiliki efek positif untuk mengurangi kuning dengan panjang gelombang tertentu yang dimiliki sinar ini, namun hanyalah sebagai penetrasi bukan mengobati.
Ia menambahkan bila anak dengan kondisi penyakit kuning hendak dijemur di bawah sinar matahari, sebaiknya orang tua juga memperhatikan beberapa hal yang meliputi berat badan anak, apakah berada di bawah 2.500 gram berpotensi terkena hipotermia saat dijemur tanpa pakaian.
Hal lain yakni, waktu menjemur anak sebaiknya tidak dilakukan di atas jam 12.00, hal ini untuk menghindari paparan sinar ultraviolet yang berbahaya bagi anak. Selain itu, durasi menjemur anak juga sebaiknya diperhatikan dan tidak lebih dari satu jam.
"Jadi semua perlu kehati-hatian. Tapi bukan buat mengobati ya (menjemur anak di bawah sinar matahari)," jelasnya.
Penemuan soal pengobatan penyakit kuning pada anak, lanjut dia, awalnya ditemukan di Inggris. Hal itu berangkat dari penemuan bayi yang tidur di dekat jendela dan terpapar sinar matahari dan bayi yang tidur tanpa terkena sinar matahari. Kemudian, perawatan bayi dengan penumpukan bilirubin pun berkembang hingga akhirnya kini telah terdapat perawatan melalui terapi sinar untuk memecah bilirubin.
Penyakit kuning pada anak usia 0-28 hari merupakan kondisi kandungan bilirubin yang tinggi atau hiperbilirubinemia 0-28 hari. Kondisi ini pun berpotensi lebih besar terjadi pada anak yang lahir dengan secara prematur.
Kondisi anak dengan bilirubin tinggi dapat mengganggu perkembangan anak yang baru lahir bila telah melewati sawar otak. "Maka akan terjadi kerusakan otak yang bersifat permanen," katanya.
Kondisi bilirubin tinggi ini, menurutnya bisa terjadi secara akut dan kronis. Ia pun merekomendasikan orang tua agar berkonsultasi dengan dokter terkait kondisi ini sehingga dapat dilakukan perawatan yang tepat untuk mencegah gangguan kesehatan lainnya pada anak.
Dehidrasi Picu Bayi Kuning
Rosalina mengatakan, penyakit kuning pada anak yang baru dilahirkan bisa terjadi karena faktor dehidrasi, salah satunya karena anak hanya mendapatkan air susu ibu (ASI).
"Penyebabnya adalah keluar ASI rata-rata pada saat anaknya berusia 3-5 hari sehingga terjadi dehidrasi dari anak tersebut dan itu salah satu penyebab kuning," ujarnya.
Dehidrasi menyebabkan bilirubin atau pigmen kuning dalam darah tidak dapat keluar dari tubuh melalui feses ataupun urin. Alih-alih terbuang melalui feses atau urin, bilirubin diserap lagi oleh tubuh.
Kondisi yang disebut dengan breastfeeding jaundice itu dapat ditangani dengan tetap memberikan ASI sebanyak mungkin pada anak, bukan menghentikan pemberian ASI. Asupan ASI membuat bilirubin dapat diproses dan dikeluarkan tubuh melalui urin dan feses.
"Kalau minumnya banyak, bilirubin yang di feses dan urin akan keluar," kata Rosalina menjelaskan.
Penyakit kuning juga dapat terjadi setelah anak berusia tujuh hari, namun, kondisi itu secara mekanisme belum diketahui secara pasti. Pada anak berusia tujuh hari, kondisi itu diduga ditularkan ibu melalui ASI dan ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, yang menghambat hari untuk memproses pigmen kuning.
Rosalina mengatakan jika gangguan melampaui batas yang ditetapkan, sebaiknya lakukan terapi sesuai dengan saran dokter.
Dia juga menyarankan ibu yang menyusui agar memenuhi nutrisi secara lengkap agar anak juga mendapatkan nutrisi melalui ASI. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |